Oleh: Shohibul Anshor Siregar
Banyak harapan terhadap demokrasi, sebanyak kekecewaan yang juga membahana di seluruh dunia. Democracy, Plutocracy and the Populist Cry of Pain adalah buku yang akan terbit tahun depan karya John P McCormick dari University of Chicago.
Ia resah. Dalam telaahannya, hinga ia menyarankan bahwa reformasi progresif dalam konteks meluasnya ketimpangan, membutuhkan mobilisasi gerakan massa untuk memaksa elit pemerintahan dan elit ekonomi untuk menerima dan memberlakukan perubahan kelembagaan yang mendasar.
Masalah besar di sini, menurutnya, ialah cara kita mencapai tujuan akhir dari perubahan institusional dan memunculkan isu mendesak tentang hubungan antara populisme da demokrasi. Pokok bahasan ini sangat serius berhubung telah begitu lama disimpangkan kea rah yang sangat sesat.
P McCoemick mendudukkan dengan tepat bahwa populisme saat ini adalah, hanyalah, dan seyogyanyalah, sebuah kendaraan raksasa yang mestinya hadir karena sangat diperlukan untuk mewujudkan reformasi demokrasi kontemporer agar benar-benar efektif demokrasi itu.
Namun sebagaimana kita saksikan saat ini di seluruh dunia, populisme dapat dan rasanya sudah susah untuk tak menjadi sarana yang berisiko dan merusak kualitas dari jenis demokrasi yang kuat yang dapat dicapai melalui cara populis dalam mobilisasi massa yang bertujuan tunggal: penguasaan belaka melalui legitimasi bercap demokrasi.
Populisme mereproduksi banyak kekurangan demokrasi perwakilan atau electoral. Di antaranya ialah memberdayakan orang lain selain rakyat untuk bertindak atas nama rakyat. Ini tak lain dari sebuah skenario yang pada prinsipnya selalu bertentangan dengan demokrasi, baik cita-cita mau pun realitasnya.
Karena itu arahnya harus dirombak, kata P McCoemick, menjasi sarana yang diperlukan untuk mencapai reformasi yang di dalamnya rakyat dapat mengatur dirinya sendiri. Memang populisme itu seharusnya tidak berfungsi sebagai tujuan itu sendiri dankarena itu pula, ia hanya menggantikan aturan harismatik atau partai untuk aturan oleh elit parlementer, yudisial atau birokrasi.
John P.McCormick juga menulis dengan tema lain yang menegaskan ulang apa yang menjadi kritik pedas atas elit dan kekuasan, Machiavellian Democracy yang diterbitkan oleh Cambridge University Press, 2011.)
Hugo Tavera dari Pontificia Universidad Católica de Chile. tahun berikutnya (2012) ikut memperkaya diskusi itu. Machiavellian Democracy, katanya, telah begitu terang benderang menunjukkan kepada kita, sekali lagi, bahwa membaca Machiavelli hari ini bukanlah anakronisme. McCormick mencapai taraf ini dengan menjelaskan interpretasi yang jauh dari kanon dan konvensi refleksi politik yang lazim dan beku.
Machiavelli yang disajikan bukanlah pendiri modernitas politik pemikir amoral –sebuah bacaan yang didukung oleh Leo Strauss dan para pengikutnya–, dan juga bukan salah satu eksponen terkenal dari tradisi republik – interpretasi yang dipertahankan oleh penulis yang termasuk dalam apa yang disebut Aliran Cambridge.
Bersambung (Hal 2)