Melek Sastra dengan Pendekatan Ngebiet
Pak Ebiet telah menjadi role model musisi yang membangun kekuatan lagu-lagunya dengan lirik yang berkualitas. Menurut saya pendekatan musikalisasi puisi ala Pak ebiet ini perlu diadopsi oleh dunia pendidikan di Indonesia khususnya untuk mendorong anak-anak sejak dini dan remaja tertarik dengan sastra dan musik. Apa yang saya alami waktu sekolah, guru Bahasa Indonesia strateginya konvensional rupanya tidak efektif membuat saya melek literasi puisi.
Pak Ebiet sendiri punya kedekatan kultural dengan Muhammadiyah, baik dari latar belakang keluarga maupun pendidikan formal yang ditempuhnya di SMP Muhammadiyah 3 Yogyakarta dan SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Spirit Ngebiet mungkin bisa dimanfaatkan oleh LSBO dan Majelis Dikdasmen Muhammadiyah untuk secara massif menggelorakan gerakan pembinaan sastra dan musik berkualitas di sekolah-sekolah Muhammadiyah dan Aisyiyah. Jangan sampai sekolah-sekolah Muhammadiyah yang sangat banyak itu kering dari pembinaan sastra yang berkualitas.
Pembinaan sastra yang baik akan membangkitkan gairah anak untuk berani menulis, menampilkan karya, dan menunjukkan eksistensi dirinya. Hal ini juga menumbuhkan kesadaran untuk menerima koreksi dari publik untuk memperbaiki dan membangun kualitas karyanya. Ini sangat penting bagi perkembangan kreativitas anak dan remaja sehingga kelak memiliki kedewasaan, kecakapan hidup, dan selalu solutif menghadapi semua masalah.
Sastra dan Kepemimpinan
Akhirnya kita perlu berkaca dengan masa lalu, ketika para pangeran dan bangsawan di masa kecil dan remajanya selalu dibekali dengan kompetensi kesusasteraan yang mumpuni untuk menyiapkan mereka menjadi pemimpin dan pembesar kerajaan. Dalam kacamata saya, kesusasteraan membentuk kompetensi membaca, menggali ide, mempertajam daya analitis, merangsang inovasi, memperhalus perasaan, menerima saran dan kritik, menghormati karya, etika berbicara dan berpendapat, yang semua itu perlu dimiliki seorang pemimpin. Kompetensi kesusasteraan yang mumpuni nampaknya di masa lalu menjadi indikator seorang pemimpin betul-betul matang ataukah hanya karbitan.
Di jaman now, jangankan kompeten di bidang kesusasteraan, bahkan banyak elit politik dan pejabat yang sekedar berpidatopun tidak cakap dan mengandalkan naskah yang disusun stafnya. Bagaimana akan menjadi pemimpin yang baik, sedangkan menuangkan gagasan dengan baikpun tak mampu? Selamat Hari Sumpah Pemuda. (*)
Bantul, 22 Oktober 2020
Penulis adalah Ketua Umum Pimda 02 Tapak Suci Putera Muhammadiyah Kabupaten Bantul