Dalam sebuah partai politik tertentu, bagaimanapun, demokrasi tidak akan berkembang hanya karena diproklamirkan begitu saja. Atau dengan mencantumkannya sebagai bagian dari nama partai. Juga bukan karena dirumuskan secara baku dalam platform.
Apa yang membuat sebuah partai politik menjadi demokratis? Pertanyaan ini menggoda ketika menyaksikan fenomena mutakhir kepartaian di Indonesia.
Dalam sebuah dokumen The National Democratic Institute for International Affairs (NDI) berjudul “Political Parties and The Transition to Democracy, ditegaskan bahwa negara demokrasi tidak saja mengenal partai politik sebagai salah satu pilar terpentingnya. Para pemimpin dan pendukung seluruh partai politik, seyogyanya memiliki peran penting untuk mencapai keberhasilan transisi menuju demokrasi.
Untuk mempromosikan demokrasi di sebuah negara, partai politik itu sendiri harus terlebih dahulu mengawali diri untuk bersifat demokratis. Ia tidak boleh merasa cukup dengan membebek saja kepada negara lain, atau hanya menjalankan semua proses politik dan pemerintahannya dari aspek formal belaka.
Demokrasi harus menjadi nilai. Ia tak boleh terbatas pada even pengambilan keputusan besar saja. Juga tidak boleh menjadi modus lain dalam memanipulasi aturan formal menjadi celah anti demokrasi.
Jika kebanyakan pihak dalam sebuah partai tidak berlatih menghormati nilai-nilai demokrasi dalam urusan internal mereka, maka pada gilirannya mereka mungkin untuk seterusnya akan memantangkan penerapannya ketika mereka memenangkan pemilu dan menjalankan pemerintahan. Tetapi itulah panorama yang mendominasi banyak negara yang belajar menjadi negara demokrasi hingga kini.
Partai itu seyogyanya memulai penerapan miniatur negara, agar dengan demikian semua pihak dapat secara cerdas belajar untuk menerima syarat pembatasan kewenangan, termasuk dalam kepemimpinan partai. Partai politik itu, baik dalam kekuasaan atau dalam oposisi, tetap memiliki kewajiban untuk mendukung dan melindungi nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia dalam organisasi mereka sendiri.
Karakteristik Demokrasi
Demokrasi didefinisikan oleh karakteristiknya sendiri secara utuh. Juga oleh prinsip-prinsip dasar tertentu dan praktik-praktik yang mencerminkan dialektika sebuah masyarakat yang mengacu kepada seperangkat nilai. Prinsip utama demokrasi adalah semua orang sama dan seyogyanya mampu menjaga hak-hak individu tertentu.
Demokrasi itu muncul setidaknya ketika warga dapat berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan masyarakat lingkungan mereka dengan melaksanakan hak masing-masing seperti kebebasan berekspresi dan berpendapat, berkumpul dan berserikat, menjalankan agama dan menjalankan kecenderungan-kecenderungan minat sesuai hati nurani, mengajukan petisi kepada pemerintah, dan memilih dalam pemilihan umum yang dirancang dengan suasana dan iklim yang jujur dan adil. Betulkah demikian?
Prinsip lain dari demokrasi adalah bahwa pemerintah oleh rakyat dan ada untuk melayani rakyat. Kekuasaan politik yang sah berasal dari warga dan mengalir dari warga kepada sekelompok legitimated yang disebut pemerintah. Pemerintah bertanggung jawab untuk melindungi hak-hak warga negara, dan pada gilirannya pula warga memberikan kekuasaan sementara pemerintah memperoleh kewenangannya untuk membuat keputusan atas nama mereka yang diwakili itu.
Dalam sistem politik otoriter, pemerintah lazimnya menuntut layanan dari rakyatnya tanpa ada kewajiban untuk mengamankan persetujuan mereka atau menjawab kebutuhan mereka. Begitu pun, tak susah menunjuk negara yang berlaku seperti ini tetapi tetap mengklaim diri sebagai negara demokrasi.
Bentuk pemerintahan otoriter umumnya berintikan adanya pemberlakuan semangat dan ketentuan yang kuat untuk mencegah individu dari hak-hak memilih pemimpin mereka atau memiliki suara yang benar-benar tersalurkan tanpa diciderai dalam pengambilan kebijakan publik. Keputusan dikenakan tanpa pemikiran atau kepedulian yang diberikan kepada hak-hak individu.
Tetapi negeri quasi demokrasi atau shadow demokrasi sering hanya mampu bermain dalam wacana dan eufimisme demokrasi untuk mendapatkan keinginan-keinginan atas nama rakyat, dan itu berlangsung secara manipulatif.
Kekuasaan pemerintahan yang demokratis dibatasi oleh kerangka kerja yang konstitusional, keberlakuan konsisten hukum dan praktik yang melindungi kebebasan sosial dan politik warga tanpa penekanan. Pemerintah pun diselenggarakan untuk mencegah satu individu atau lembaga menjadi terlalu kuat dan berkuasa secara dominan pada semua masalah.
Dalam beberapa kasus, memang kekuasaan politik itu adalah sesuatu substansi yang dipisahkan menjadi cabang-cabang pemerintahan yang berbeda (legislatif, eksekutif, yudikatif). Bentuk lain dari pembatasan ini adalah pembentukan kewenangan pengecekan secara akuntable pada kekuasaan yang dilakukan oleh masing-masing cabang.
Dengan membagi tanggung jawab dan menempatkan wewenang pengawasan pada kekuasaan dan semua pengaruh, suatu masyarakat demokratis menjadi terbiasa membatasi pelanggaran pemerintah dan membantu memastikan hak-hak individu terpenuhi dengan sebaik-baiknya.
Demokrasi pada Parpol
Dipercaya bahwa demokrasi telah menjadi ide menarik. Ajaran ini kemudian menjalar ke bidang-bidang yang luas. Bahkan penguasa militer dan diktator sipil juga tak jarang bersemangat mewartakan pengabdian mereka kepada norma-norma demokrasi.
Dalam sebuah partai politik tertentu, bagaimanapun, demokrasi tidak akan berkembang hanya karena diproklamirkan begitu saja. Atau dengan mencantumkannya sebagai bagian dari nama partai. Juga bukan karena dirumuskan secara baku dalam platform.
Tetapi, demokrasi pada internal partai dapat dikompromikan secara tak sehat oleh faktor-faktor seperti manajemen picik dan struktur komunikasi yang aneh, kurangnya perubahan kepemimpinan, dan ketika hak-hak normatif anggota partai dipinggirkan. Situasi demikian menghalangi inklusifitas.
Pastikan Anda memberi pilihan orang-orang yang telah dilatih partainya atau partai pengusungnya berdemokrasi luhur, pada pilkada serentang 2020 nanti. (*)
Shohibul Anshor Siregar, Dosen FISIP UMSU