Berkait larinya terpidana mati gembong narkoba Chai Chipan dari China di Lapas Tangerang beberapa hari lalu harus jadi evaluasi konkrit bagi Menteri Hukum dan Ham dan jajarannya, karena kejadian larinya napi ini sudah berkali kali terjadi beberapa tahun belakangan ini di berbagai tempat, misal Kerobogan, Pekan Baru , Sekayu dan Aceh.
Hal ini dapat disebabkan antar lain karena terbatasnya jumlah petugas lapas dengan ratio napi yang terus jadi “bom waktu “, pola ke-safety-an yang kurang maksimal yang seharusnya petugas juga harus setiap saat (tidak.hanya sekedar di absen dan di cek pada saat apel), namun harus melakukan bentuk pengamanan intensif (patroli sewaktu waktu).
Ke-safety-an juga mencakup sampai aktifitas dan menyisir hal apa saja yang dilakukan dalam ruangan napi, terlebih pengawasan bagi napi yang dijatuhi hukuman mati. Ini yang diabaikan kurang mendapat penjagaan yang lebih maksimal.
Masalah lain bisa juga disebabkan kondisi kontruksi bangunan lapas yang sudah lama.
Begitu juga masalah klasik yaitu ketegasan petugas yang masih bisa diajak berkompromi dengan napi. Biasanya para napi masih dapat berkomunikasi dengan orang yang di luar, sehingga hal ini memudahkan para tahanan atau napi merencanakan sesuatu dan bisa jadi “diajarin” termasuk rencana dan cara untuk melarikan diri.
Karenanya perlu sanksi yang lebih berat, sebab selama ini hanya hukuman disiplin berat (isolasi 6 hari). Kedepan sanksinya harus lebih berat dan maksimal sehingga ada efek nyata bagi nara pidana yang membawa handphone termasuk sanksi bagi petugas yang membiarkan atau memfasilitasi handphone bagi para nara pidana.
Solusinya salah satunya selain menambah personil sipir dapat pula melalui IT, dengan cara memperbanyak CCTV dan membuat jammer lebih banyak dan maksimal di area dalam Lapas sehingga mereka tidak bisa berkomunikasi.
Memang sudah ada Peraturan Menteri Hukum Nomor 6 Tahun 2013 tentang tata tertib bagi narapidana dan adalah larangan bagi para napi membawa handphone, alat elektronik atau kartu hp sekalipun ke selnya, tapi praktiknya berkat “kerjasama yang sudah saling memahami, dengan oknum petugas, bisa lolos deh itu HP atau kartu Hp ke dalam sel Napi. Alat komunikasi inilah yang akhirnya membuat para napi dapat sarana dukungan dan memudahkan untuk bisa kabur dari tahanan. (*)
Dr Azmi Syahputra SH MH, Dosen Hukum Pidana Universitas Bung Karno, Alumni Fakultas Hukum UMSU