Pan-Islamisme
Berikut ini adalah sejumlah gagasan pembaruan dari al-Afghani; Pertama, musuh utama adalah penjajahan Barat yang merupakan kelanjutan dari perang salib; Kedua, umat Islam harus menentang penjajahan di mana dan kapan saja; Ketiga, untuk mencapai tujuan itu, umat Islam harus bersatu atau Pan-Islamisme.
Pan-Islamisme merupakan ide pembaruan al-Afghani dalam bidang politik. Ide ini mengajarkan agar semua umat Islam seluruh dunia bersatu, untuk membebaskan mereka dari perbudakan asing. Bersatu bukan berarti leburnya kerajaan-kerajaan Islam menjadi satu, tapi mereka harus mempunyai satu pandangan hidup.
Dalam pengertian yang luas, Pan-Islamisme berarti solidaritas antara seluruh muslim di dunia internasional. Tema perjuangan yang terus dikobarkan oleh al-Afghani dalam kesempatan apa saja adalah semangat melawan kolonialiasme dengan berpegang kepada tema-tema ajaran Islam sebagai stimulannya.
Murtadha Muthahhari menjelaskan bahwa diskursus tema-tema itu antara lain di seputar; perjuangan melawan absolutisme para penguasa, melengkapi sains dan teknologi modern, kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya, iman dan keyakinan akidah, perjuangan melawan kolonial asing, persatuan Islam, menginsafkan semanghat perjuangan dan perlawanan ke dalam tubuh masyarakat yang sudah separoh mati dan perjuangan melawan ketakutan terhadap Barat.
Gerakan Pan-Islamisme menegaskan kembali landasan-landasan umat Muslim dalam pengertian Nasionalisme. Dalam perspektif politik, Pan-Islamisme dimaksudkan untuk menentang penetrasi Eropa, tetapi Pan-Isalmisme juga mengandung aspek reformasi internal. Dengan penuh kegigihan, al-Afghani menyerang penyalahgunaan-penyalahgunaan Islam yang dilihatnya dan kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh pemerintah-pemerintah Islam.
Inti pokok pemikirannya adalah membawa umat Islam harus membersihkan diri mereka sendiri dari kesalahan-kesalahan dan pencampuaradukkan agama. Para ulama harus tampil maju menghadapi arus-arus pemikiran modern, dan negara Islam harus tampil sebagai ekspresi politik dan sarana untuk menyuarakan ajaran-ajaran ortodoksi al-Quran.
Persatuan Islam hanya dapat dicapai apabila berada dalam kesatuan pandangan dan kembali kepada ajaran Islam yang murni (al-Quran dan al- Hadits). Dengan kata lain, umat Islam harus mampu menangkap kembali ajaran agamanya yang lebih dinamis, sekaligus lebih otentik.
Ide ini berangkat dari kondisi umat Islam yang sedang mengalami kemunduran. Kemunduran umat Islam bukanlah karena Islam, apalagi kalau menganggap Islam tidak sesuai dengan perubahan zaman dan kondisi baru. Umat Islam mundur menurutnya karena telah meninggalkan ajaran-ajaran Islam sebenarnya dan mengikuti ajaran-ajaran yang datang dari luar Islam lagi asing bagi Islam. Ajaran-ajaran asing itu dibawa oleh orang-orang yang pura-pura bersikap suci. Atau orang-orang yang mempunyai keyakinan-keyakinan yang menyesatkan dan oleh hadis-hadis buatan. Misalnya, paham qadha dan qadar. Paham ini telah dirusak dan diubah menjadi fatalisme yang membawa umat Islam kepada keadaan statis. Ajaran Islam yang murni tinggal di bibir dan di atas kertas.
Al-Afghani menolak ajaran qadhā’ dan qadhar yang mengandung paham fatalistik. Menurut pendapatnya, qadhā’ dan qadar mengandung arti bahwa segala sesuatu terjadi menurut ketentuan sebab akibat. Qadhā’ dan qadar, menurutnya, sama dengan hukum alam ciptaan Tuhan.
Selain itu, kemunduran umat Islam disebabkan oleh lemahnya persaudaraan Islam. Nilai-nilai persaudaraan umat Islam telah terputus, bukan hanya dikalangan orang awam saja, tetapi juga dikalangan alim-ulama. Usaha memperbaiki umat Islam, menurut al-Afghani ialah dengan cara melenyapkan pemahaman keliru yang dianut umat pada umumnya, dan kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya.
Di atas segala-galanya persatuan umat Islam mesti diwujudkan kembali. Umat Islam akan memperoleh kembali kemajuan apabila mereka bersatu dan melakukan kerja sama yang intim. Persatuan dan kerja sama adalah pilar yang sangat urgen dalam Islam. Inilah makna kerja sama yang merupakan bentuk solidaritas tertinggi kaum muslimin yang sementara ini menurutnya telah terpecah belah akibat ketidakbecusan para penguasa. Dengan kata lain, al- Afghani masih menganggap agama sebagai alat pemersatu yang paling kuat.
Selain itu, ide ini didasari atas justifikasi negara-negara Barat atas penyerangan dan kekejaman yang dilakukan kepada negara-negara Timur. Kemudian Barat telah menggunakan segala daya untuk mencegah tumbuhnya kekuatan negara-negara Timur. Segala gejala yang membawa kepada kemajuan dari negeri Islam, ditumpas habis dengan segala kekuatan, walaupun dengan jalan perang sekali pun.
Oleh karena itu, al-Afghani menyerukan agar segenap negeri Islam perlu bersatu dalam suatu pertahanan bersama guna membela kedudukan mereka dan dari keruntuhannya. Untuk mencapai hal tersebut, umat Islam harus mempunyai kepandaian teknik dalam kemajuan Barat dan wajib mempelajari rahasia kekuatan orang Eropa.
Selain itu, cara lain yang perlu ditempuh untuk memajukan dunia Islam dan mengejar ketinggalan dari Barat, menurut al-Afghani, adalah kembali ke teologi sunnatullah dengan pemikiran rasional, filosofis dan ilmiah. Kepercayaan kepada sunnatullah akan membawa kepada pemikiran ilmiah dan sikap dinamis. Menurutnya, sains yang berkembang dengan pesat di Eropa, perlu dikuasai kembali oleh ulama dan kaum terpelajar Islam. (Bersambung)