TAJDID.ID || Terkait rencana pembangunan terowongan Istiqlal-Katedral, Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) menilai itu cuma sebatas simbol semata, alias tidak ada substansi di dalamnya.
“Sementara kita sudah terlalu penuh dengan simbol-simbol kerukunan umat beragama yang direduksi menjadi formalistik dan sangat elitis,” ujar Sekretaris Umum PGI Gomar Gultom, dikutip dari Tempo, Ahad (9/2).
Gomar menilai simbol-simbol yang dibangun itu tak bisa mengatasi kasus-kasus intoleransi yang masih terjadi di Indonesia. Ketimbang membangun terowongan, kata dia, pemerintah lebih baik fokus pada upaya mengatasi masalah perizinan pembangunan rumah ibadah.
Saat ini, menurut Gomar, masih banyaknya rumah ibadah tidak bisa berdiri karena aksi-aksi intoleran. “Kita membutuhkan kerukunan yang eksistensial bukan yang formalistik dan simbol-simbol semata,” kata dia.
Hal senada disampaikan Direktur Riset Setara Institute Halili. Ia menyebut ada hal yang lebih penting dari simbol perjumpaan antar agama, yakni penyelesaian kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan.
“Kalau terowongan dipromosikan tetapi pemberian izin mendirikan rumah ibadah kelompok minoritas dipersulit itu kan problematik juga,” kata Halili.
Ia menyebut ada tiga persoalan yang semestinya bisa ditangani di level negara, yaitu regulasi, kapasitas aparat, dan penegakkan hukum. “Ketiganya melampaui urgensi pembangunan terowongan” kata dia.
Seperti diketahui, rencana pembuatan terowongan Istiqlal-Katedral pertama kali diungkapkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat meninjau proyek renovasi Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Jumat, 7 Februari 2020. Jokowi menyebut ‘terowongan silahturahmi’ itu menjadi bagian proyek renovasi Masjid Istiqlal yang mulai dilakukan pada Mei 2019. (*)