Berlebih-lebihan
Sikap ghuluw (melampaui batas atau berlebih-berlebihan) dalam agama adalah sikap yang tercela dan dilarang oleh syariat. Sikap ini tidak akan mendatangkan kebaikan bagi pelakunya; juga tidak akan membuahkan hasil yang baik dalam segala urusan. Terlebih lagi dalam urusan agama.
Banyak sekali dalil-dalil al-Qur’ân dan Sunnah yang memperingatkan dan mengharamkan ghuluw atau sikap melampaui batas tersebut.
Allah SWT berfirman: Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulu (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus”. (al-Mâ`idah:77)
Dalam hadits yang diriwayatkan dari `Abdullah bin Abbâs RA, dia berkata: Pada pagi hari di Jumratul Aqabah ketika itu Rasulullah SAW berada di atas kendaraan, beliau berkata kepadaku: “Ambillah beberapa buah batu untukku!” Maka aku pun mengambil tujuh buah batu untuk beliau yang akan digunakan melontar jumrah. Kemudian beliau berkata:ِ “Lemparlah dengan batu seperti ini!” . Lantas beliau melanjutkan: “Wahai sekalian manusia, jauhilah sikap ghuluw (melampaui batas) dalam agama. Sesungguhnya perkara yang membinasakan umat sebelum kalian adalah sikap ghuluw mereka dalam agama.” (HR Ibnu Majah)
Ghuluw dalam agama itu sendiri adalah sikap dan perbuatan berlebih-lebihan melampaui apa yang dikehendaki oleh syariat, baik berupa keyakinan maupun perbuatan.
Dalam Islam, ada beberapa bentuk sifat lain yang mirip dengan ghuluw, diantaranya:
- Tanaththu’ (sikap ekstrem).
`Abdullah bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu meriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda: “Celakalah orang-orang yang ekstrim!” Beliau mengucapkannya tiga kali.” (HR Muslim)
- Tasyaddud (memberat-beratkan diri).
Anas bin Malik Radhiyallahu anhu meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kamu memberat-beratkan dirimu sendiri, sehingga Allah Azza wa Jalla akan memberatkan dirimu. Sesungguhnya suatu kaum telah memberatkan diri mereka, lalu Allah SWT memberatkan mereka. Sisa-sisa mereka masih dapat kamu saksikan dalam biara-biara dan rumah-rumah peribadatan, mereka mengada-adakan rahbaniyyah (ketuhanan/kerahiban) padahal Kami tidak mewajibkannya atas mereka.” (HR Abu Daud).
Dalam hadits lain pula Nabi SAW: “Sesungguhnya agama ini mudah. Dan tiada seseorang yang mencoba mempersulit diri dalam agama ini melainkan ia pasti kalah (gagal).” (HR Bukhari)
- I’tidâ’ (melampaui ketentuan syariat).
Allah SWT berfirman: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” [al-Baqarah/2:190].
Dalam ayat lain Allah SWT telah berfirman: “Itulah batasan-batasan hukum Allah, maka janganlah kalian melampauinya.” (al-Baqarah/2:187)
- Takalluf (memaksa-maksa diri).
Allah SWT berfirman: “Katakanlah (hai Muhammad): “Aku tidak meminta upah sedikitpun padamu atas da’wahku dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan.” (QS Shad:86)
Diriwayatkan dari Umar bin al-Khaththab RA ia berkata, “Kami dilarang bersikap memaksa-maksa diri”.