Bagi diri seorang muslim dan mukmin, hati itu seperti benteng dan setan adalah serdadu musuh yang selalu berniat menyusup dan berupaya menaklukannya.
Lantas, jika ada pertanyaan, bagaimana seseorang dapat mengusir setan yang senantiasa mengancam benteng hatinya ? Apakah cukup dengan mengingat Allah yang Maha Kuasa secara terus-menerus seraya mengucapkan lafadz: “la hawla wala quwwata illa billah” (tidak ada kekuatan atau kekuatan kecuali pada Allah)”?
Jawabannya, tentu tidak segampang itu. Secara taktikal, seorang muslim harus memiliki kemampuan untuk melindungi benteng hatinya dari agresi serdadu setan yang setiap saat selalu mengancam.
Kemampuan protektif ini harus didasarkan kesadaran dan pengetahuan tentang struktur dan konstruksi benteng hatinya secara baik, terutama dimana letak titik-titik akses atau pintu-pintu masuk yang memungkinkan serdadu setan akan menyelinap. Hanya dengan mengetahui dan berikhtiar menjaga pintu-pintu itu, seseorang dapat mempertahankan benteng hatinya dari penetrasi godaan serdadu setan terkutuk.
Secara anatomi, bangunan benteng hati manusia itu memiliki dua jenis pintu yang tidak lain merupakan perwujudan dari dua tendensi watak yang dimiliki manusia, yakni potensi sifat kebaikan dan sifat keburukan.
Bagi muslim dan mukmin sejati, perlu kiranya mengetahui apa-apa saja pintu hati yang baik dan yang buruk itu, serta bagaimana mestinya sikap yang diambil terhadap kedua jenis pintu itu.
Praksisnya, muslim dan mukmin sejati harus senantiasa berupaya untuk membuka selebar-lebarnya pintu-pintu kebaikan hati, sehingga benteng hati makin kokoh dan bercahaya.
Dalam waktu bersamaan muslim dan mukmin sejati juga harus mampu berusaha mengunci dan menutup serapat-rapatnya pintu-pintu keburukan hati, dengan harapan bias mengantisipasi dan melawan serangan dari serdadu setan yang tiada henti-hentinya ingin menaklukan benteng hatinya tersebut.
Dalam artikel ini akan diidentifikasi beberapa pintu keburukan hati yang sangat rawan jika tidak diawasi secara seksama.
Marah atau Amarah.
Marah merupakan suatu bentuk emosi yang memang lumrah atau alami ada pada setiap manusia, namun wujudnya berbeda-beda. Siapapun kita, tentu pernah merasakan marah, bahkan mungkin tidak jarang kita merasakan kemarahan dan emosi yang sangat.
Memang sifat marah merupakan tabiat yang tidak mungkin luput dari diri manusia, karena mereka memiliki nafsu yang cenderung ingin selalu dituruti dan enggan untuk diselisihi keinginannya.
Rasulullah SAW bersabda, “Aku ini hanya manusia biasa, aku bisa senang sebagaimana manusia senang, dan aku bisa marah sebagaimana manusia marah”
Namun harus dipahami, bahwa marah yang berlebihan dan tidak terkontrol dengan baik membuat seseorang mudah melakukan tindakan yang melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya. Ditambah dengan hasutan daripada setan dan iblis, jadilah seseorang yang pemarah menjadi mudah diajak pada perbuatan maksiat yang merugikan.
Seseorang yang tidak bisa mengontrol amarahnya dengan baik, menjadikan dirinya mudah terjerumus pada hal-hal yang tidak baik dan merugikan baik diri sendiri maupun orang lain. Titik akhir daripada perbuatan marah yang merugikan dan berujung dosa itu tak lain adalah balasan daripada Allah SWT berupa adzab.
Marah yang berlebih tidak hanya merugikan diri sendiri tapi juga orang lain. Efek marah bahkan bisa langsung berdampak pada tubuh kita sendiri baik dampak dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Marah berlebih juga bisa menimbulkan berbagai macam penyakit yang tentu akan sangat merugikan.
Bagi sebagian orang menganggap bahwa dengan marah, dirinya tampak lebih berwibawa. Tentu saja, anggapan ini keliru, sebab pemarah tidak akan disukai siapa pun. Mereka akan menghindari orang yang pemarah karena takut disakiti. Rasulullah SAW bersabda, “Manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah manusia yang dijauhi karena perangai jahatnya.”
Karena itu, siapa yang merasa dirinya cepat marah, selayaknya menyadari bahwa kewibawaan seseorang tidak diraih dengan watak cepat marah. Abu Hurairah ra melaporkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Orang kuat bukan diukur dengan bertarung. Orang kuat adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah SAW memberikan nasehat kepada kita agar dapat mengendalikan kemarahan. Salman al-Farisi RAberkata, “Janganlah marah! Kalaupun Anda marah, kendalikan lisan dan tangan Anda.”
Begitulah. Kemarahan adalah hantu jiwa yang bisa melemahkan akal sehat seseorang, sehingga tentara setan segera mengambil kesempatan untuk menyerang.