TAJDID.ID-Medan || Belakangan ini panggung politik Pilkada kota Medan 2020 kembali menggeliat karena munculnya wacana pembentukan poros baru, yakni koalisi tiga partai, yakni PKS, PAN dan PD.
Pemerhati sosial politik Sohibul Anshor Siregar mengatakan, bahwa wacana pembentukan poros baru itu sebuah inisiasi yang menarik dan realistis, terutama untuk melawan dominasi pencalonan Bobby Nasution.
“Inisiatif lokal itu tentu akan dibaca serius oleh Jakarta,” ujarnya di Medan, Jumat (16/1/20).
Menariknya, kata Sohibul, ketiga partai itu memiliki posisi berjarak dengan pemerintah saat ini. Itu perlu mereka buktikan lebih tegas lagi antara lain dengan suara yang sinergis dari daerah.
Hanya saja, sambungnya, perhitungan tentang figur yang akan didudukkan sebagai pasangan yang akan diusung bersama akan berlangsung alot.
“Hitungannya nanti akan sangat mungkin didasarkan pada senioritas, kapabilitas dan elektabilitas,” sebut dosen FISIP UMSU ini.
Atas pertimbangan itu, ia melihat tokoh sekaliber Tifatul Sembiring akan lebih mudah beroleh dukungan untuk Medan 1. Alasannya, Tifatul pernah menjabat Presiden PKS, juga menteri saat kabinet SBY dan di luar itu terus mengisi peran sebagai anggota DPR terpilih dari Sumut 1 yang populasinya termasuk Kota Medan.
Lalu, untuk menyiasati figur calon wakil walikota di antara PD dan PAN, menurut Shohibul ketiga partai perlu mengkombinasikan rekomendasi kalangan civil society melalui survei mau pun melalui pendekatan kepada kelompok-kelompok pendukung yang memiliki benang merah dengan ketiga partai.
Dikatakannya, kelompok seperti Muhammadiyah sangat berkepentingan memastikan kepemimpinan Medan yang kebijakannya kelak beriman yang antara lain dapat ditilik dari postur anggaran faithful budget (anggaran beriman).
Menurut Ketua Lembaga Hikmah dan Kajian Publik (LHKP) PW Muhammadiyah Sumut ini, karakter anggaran sekaligus berbasis konstitusi yang untuk Indonesia secara doktrinal-filosofis hal itu sangat kental meski pemerintah kerap mengabaikan karena dikte berlebih dari ideologi neolib.
Begitu pun Alwashliyah, NU dan jamaah-jamaah lain termasuk para ahli di MUI.
“HKBP dan Dewan Gereja serta semua kelompok yang tergabung dalam FKUB juga memiliki pengaruh signifikan,” sebutnya.
Jika Jakarta tega mengkhianati inisiatif seperti ini, kata Sohibul, maka Medan akan potensil mengulangi tragedi lemah partisipasi pemilih seperti 2015 lalu.
“Jika ini terjadi, dipastikan uang besar pun bisa tak laku merubah apatisme dan resistensi rakyat,” tegasnya
Koordinator n’BASIS ini optimis, jika ketiga partai ini berhasil melahirkan formulasi, itu bermakna sebuah antisipasi besar atas ancaman degradasi demokrasi dan sekaligus peluang cukup bagus memenangi kontestasi. (*)