TAJDID.ID || Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah selenggarakan Seminar Nasional Pembaruan dan Tata Kelola Agraria, Persepektif Islam dan Keindonesiaan pada Kamis (19/12) di Amphitarium Kampus Utama Universitas Ahmad Dahlan (UAD).
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar menjelaskan, seminar yang diselenggarakan kali ini adalah serangkaian untuk menyusun fikih agraria. Dalam kesempatan itu juga sebagai langkah mengumpulkan bahan atau naskah akademik untuk menyusun fikih agraria oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammaiyah.
“Penyusunan fikih agraria ini juga dalam rangkah Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih ke-dua dalam periode 2015-2020. Yang rencananya akan dilaksanakan pada bulan April tahun 2020 bertempat di Gresik, Jawa Timur,” katanya.
Lebih lanjut Anwar menjelaskan, sebagai bidang atau instrumen dalam organisasi Muhammadiyah yang bertugas melakukan pengkajian keagamaan, maka majelis ini memiliki tuntutan untuk menyusun segala macam persoalan keagamaan yang dialami oleh masyarakat atau umat dari berbagai aspek kehidupan.
Anwar mengungkapkan, diantara produk hukum atau putusan oleh Majelis Tarjih adalah fikih kebencanaan, fikih korupsi, fikih pengelolaan, fikih air, fikih informasi, fikih anak. Sementara dalam Munas yang akan datang Majelis Tarjih akan menyusun fikih agraria, dan fikih difabel. Disamping masalah atau persoalan lain yang akan dibahas. Juga persoalan kontemporer tentang pengakhiran hidup manusia, dan persoalan bunuh diri dengan bantuan medis.
“Ini menjadi persoalan trend dunia, dibeberapa negara sudah terbit undang-undang yang mengatur hal ini. Misalnya di Amerika Serikat ada undang-undang tentang mati yang bermartabat. Dalam Undang-undang tersebut, bunuh diri dipersepsi sebagai mati yang bermartabat,” tambahnya.
Menurut Anwar, kejadian serupa juga banyak dialami di negara-negara Eropa, terlebih penyakit yang diakibatkan rasa kesepian yang diidap oleh kelompok jompo. Modernitas zaman mendorong manusia-manusia seakan menjadi robot yang super sibuk, sehingga mereka enggan atau bahkan lupa untuk berbagai perasaan psikologis yang membahagiakan kelompok Manusia Lanjut Usia (Manula).
Sebagai persoalan yang seakan tidak ada ujungnya, agraria di Muhammadiyah juga urusan yang problematik. Terutama menyikapi melimpahnya tanah wakaf yang dimiliki oleh Muhammadiyah yang sedang mengahadapi berbagai persoalan. Tanah wakaf yang dimiliki oleh Muhammadiyah kebanyakan bermasalah dengan urusan sertifikat.
“Dahulu orang mewakafkan tanah yah begitu saja, sama-sama percaya, ada saksinya dan jarang memandang aspek atau kepastian hukum seperti sertifikiat. Sehingga sekarang menimbulkan problem, dimana ahli warisnya dengan berbagai urusan administrasi yang belum tuntas,” sebutnya.
Secara umum, kata Anwar, persoalan tanah merupakan suatu yang amat penting dalam setiap kehidupan setiap orang. Banyak diantaranya menimbulkan persoalan lingkungan, karena antara luas tanah yang diperuntukkan atas pembangunan dan pelesatarian tidak seimbang dan mungkin juga terganggu akibat perbuatan manusia, baik yang secara langsung maupun melalui kebijakan.
Fikih di Muhammadiyah bukan hanya mengurusi persoalan halal dan haram. Dalam Muhammadiyah nilai fikih ada tiga tingkatan, fikih yang membahas tentang al-Qiyamul Asasiyah (nilai-nilai dasar fikih) didalamnya terdapat teologis, etis, dan yuridis. (*)
Sumber: muhammadiyah.or.id