TAJDID.ID-Jakarta || Buruh menolak kenaikan upah minimum tahun 2020 sebesar 8,51% dengan menggunakan formula yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Demikian disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang juga Presiden Federasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPMI) Said Iqbal di Jakarta, Senin (28/10/2019).
Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2020 sebesar 8,51% disampaikan Pemerintah dalam Surat Edaran Menaker No.B-M/308/HI.01.00/X/2019 perihal Data Tingkat Inflasi Nasional dan PDB Tahun 2019. Dalam surat edaran itu disebutkan, UMP 2020 akan diputuskan per 1 November 2019. Sedangkan UMK diumumkan pada tanggal 21 November 2019.
Presiden KSPI Said Iqbal menegaskan, pada prinsipnya kaum buruh meminta agar PP 78/2015 segera direvisi. Hal ini sesuai arahan dan janji dari Presiden Jokowi.
“Baru setelah itu melakukan survei kebutuhan hidup layak (KHL) di pasar sebagai dasar penetapan nilai UMP/UMK,” kata Iqbal.
Lebih lanjut Said Iqbal menjelaskan, jumlah item KHL yang dipakai untuk survey adalah 78 item sesuai hasil kesepakatan Dewan Pengupahan Nasional.
“Perkiraan KSPI, jika menggunakan 78 item KHL maka kenaikan UMP 2020 adalah berkisar 10 hingga 15 persen,” lanjutnya.
Untuk menyuarakan penolakan terhadap kenaikan UMP sebesar 8,51%, ribuan buruh akan melakukan aksi unjuk rasa di Balaikota DKI Jakarta pada 30 Oktober 2019.
Selanjutnya, buruh dari Banten, Jawa Barat, dan Jakarta akan melakukan unjuk rasa di kantor Kementerian Ketenagakerjaan pada tanggal 31 Oktober 2019.
“Secara bergelombang, KSPI dan elemen buruh yang lain akan melakukan aksi di 100 kabupaten/kota basis industri,” tegas Iqbal. Aksi tersebut akan diselenggarakan dalam rentang waktu tanggal 1 – 15 November 2019.
Adapun tuntutan dalam aksi tersebut adalah tolak PP 78/2015 dan naikkan UMP/UMK tahun 2020 berkisar 10 hingga 15 persen. (*)