TAJDID.ID-Yogyakarta || Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengatakan, karakter pendidikan Muhammadiyah adalah holistik, yang memiliki integrasi dengan sekolah, keluarga dan masyarakat yang saling mendukung.
“Inilah yang menjadi basis kebudayaan yang membangun tumbuhnya manusia secara utuh, yang akhirnya mampu menciptakan kebudayaan yang berkeadaban mulia,” ujar Haedar ketika tampil sebagai pembicara dalam Rapat Kerja Nasional (Rakornas) Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) PP Muhammadiyah, Jum’at (18/10).
Haedar menjelaskan, konsep pendidikan holistik menjadi penting bagi Muhammadiyah, karena jalannya pendidikan sekarang ini cenderung parsial dan pragmatis. Hal itu disebabkan karena kehilangan orientasi institusi yang bergerak pada bidang pendidikan yang harusnya mengembangkan akal budi manusia.
Akan tetapi, lankutnya, karena tuntutan zaman, yang melahirkan moderintas, dimana pada setiap tahapan modernitas itu melahirkan kekuatan-kekuatan determinan yang menjadikan manusia hanya fokus pada aspek tertentu.
“Ketika era revolusi industri 4.0 dimana teknologi sangat determinan, kemudian manusia digiring oleh teknologi dan itu niscaya. Karena manusia dituntut hidup di zamannya, tetapi pada saat yang sama teknologi itu sendiri tidak dicoba untuk adaptif. Sehingga manusia dibunuh oleh teknologi, karena teknologi menjadi kekuatan yang terlalu dominan,” tutur Haedar.
Seperti sekarang ini, kata Haedar, ketika manusia berdekatan dengan alat yang seakan membantu dan seolah manusia yang mengausai alat tersebut. Tapi sebenarnya manusia yang dikuasai oleh alat, sehingga kehidupan manusia dikendalikan oleh alat tersebut. Sejak bangun tidur sampai tidur kembali alat ini (smartphone) membersamai dan mengontrol manusia. Inilah yang disebut sebagai teknologi adalah alat genosido, yang membunuh akal budi manusia.
“Ketika kapitalisme memproduksi materialisme lalu bersenyawa dengan teknologi yang sangat determinan, itu membuat manusia kehilangan kemanusiaannya. Lalu menjadi manusia yang satu dimensi,” sebutnya
Ia juga melihat bahwa sekarang ini banyak anak-anak cerdas dan kemampuan adaptifnya terhadap teknologi luar biasa, namun rasanya mulai hilang dan nilai-nilai komunalitasnya menjadi tergerus.
Menurut Haedar, jika fenomen ini jika dibiarkan secara terus-menerus, bisa menyebabkan anak-anak manusia kehilangan sense terhadap nilai dan norma kemanusiaan menjadi berkurang dan hilang. Karena di lingkungan yang serba teknologi mampu melahirkan manusia-manusia yang serba egoistik dan robotik.
Karena itu, kata Haedar, pendidikan holistik akan menjadi solusi bagi persoalan tersebut, tanpa mengesampingkan teknologi sebagai alat bantu kehidupan.
“Di sinilah pentingnya peran Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK), suatu pandangan pendidikan yang bukan hanya mempelajari nilai-nilai ke-Tuhanan (teo) dan menegasikan peran manusia (antro), melainkan keduanya dikeseimbangkan tidak belaku berlebihan (ghuluw).” jelasnya. (*)
Sumber: muhammadiyah.or.id