• Setup menu at Appearance » Menus and assign menu to Top Bar Navigation
Sabtu, Desember 27, 2025
TAJDID.ID
  • Liputan
    • Internasional
    • Nasional
    • Daerah
      • Pemko Binjai
    • Pemilu
      • Pilkada
    • Teknologi
    • Olah Raga
    • Sains
  • Gagasan
    • Opini
    • Esai
    • Resensi
  • Gerakan
    • Muhammadiyah
      • PTM/A
      • AUM
      • LazisMu
      • MDMC
      • MCCC
      • LabMu
    • ‘Aisyiyah
    • Ortom
      • IPM
      • IMM
      • Pemuda Muhammadiyah
      • KOKAM
      • Nasyiatul ‘Aisyiyah
      • Hizbul Wathan
      • Tapak Suci
    • Muktamar 49
  • Kajian
    • Keislaman
    • Kebangsaan
    • Kemuhammadiyahan
  • Jambangan
    • Puisi
    • Cerpen
  • Tulisan
    • Pedoman
    • Tilikan
    • Ulasan
    • Percikan
    • Catatan Hukum
    • MahasiswaMu Menulis
  • Syahdan
  • Ringan
    • Nukilan
    • Kiat
    • Celotehan
  • Jepretan
    • Foto
No Result
View All Result
  • Liputan
    • Internasional
    • Nasional
    • Daerah
      • Pemko Binjai
    • Pemilu
      • Pilkada
    • Teknologi
    • Olah Raga
    • Sains
  • Gagasan
    • Opini
    • Esai
    • Resensi
  • Gerakan
    • Muhammadiyah
      • PTM/A
      • AUM
      • LazisMu
      • MDMC
      • MCCC
      • LabMu
    • ‘Aisyiyah
    • Ortom
      • IPM
      • IMM
      • Pemuda Muhammadiyah
      • KOKAM
      • Nasyiatul ‘Aisyiyah
      • Hizbul Wathan
      • Tapak Suci
    • Muktamar 49
  • Kajian
    • Keislaman
    • Kebangsaan
    • Kemuhammadiyahan
  • Jambangan
    • Puisi
    • Cerpen
  • Tulisan
    • Pedoman
    • Tilikan
    • Ulasan
    • Percikan
    • Catatan Hukum
    • MahasiswaMu Menulis
  • Syahdan
  • Ringan
    • Nukilan
    • Kiat
    • Celotehan
  • Jepretan
    • Foto
No Result
View All Result
tajdid.id
No Result
View All Result

Sungai

M. Risfan Sihaloho by M. Risfan Sihaloho
2025/12/27
in Esai, Nasional, Opini, Tilikan
0
Sungai

Lukisan ilustrasi sungai.

Bagikan di FacebookBagikan di TwitterBagikan di Whatsapp

 

Oleh: M. Risfan Sihaloho

 

Sebagian besar sungai di dalam al~Quran dikaitkan dengan keindahan surga. Mengapa sekarang sungai justeru menjadi sumber malapetaka? ~ Abdul Mu’ti

Dalam Al-Qur’an, sungai hampir selalu hadir sebagai metafora keindahan dan kenikmatan surga. Ia mengalir tenang, jernih, dan memberi kehidupan tanpa syarat. Surga digambarkan sebagai taman-taman yang dialiri sungai-sungai—sebuah imaji tentang harmoni, keteraturan, dan keberlimpahan. Namun ironi zaman modern memperlihatkan wajah yang berlawanan: sungai kini lebih sering hadir sebagai kabar duka. Ia meluap, membawa lumpur dan kemarahan, menenggelamkan rumah, ladang, bahkan harapan. Seperti yang disinggung Abdul Mu’ti di atas, mengapa sungai yang dahulu menjadi simbol rahmat kini justru menjadi sumber malapetaka?

Sejak awal peradaban, sungai adalah jantung kehidupan manusia. Di tepi Nil, Mesir kuno tumbuh dan bertahan ribuan tahun. Di antara Tigris dan Efrat, Mesopotamia mengenal hukum, tulisan, dan tata kota. Sungai Kuning di Tiongkok dan Indus di anak benua India menjadi rahim bagi kebudayaan besar dunia. Di Nusantara, sungai-sungai seperti Mahakam, Musi, Batanghari, dan Brantas bukan sekadar aliran air, melainkan urat nadi ekonomi, politik, dan budaya. Kerajaan-kerajaan lahir, perdagangan berkembang, dan identitas masyarakat dibentuk di sepanjang alirannya.

Sungai tidak hanya membawa air; ia membawa kehidupan. Ia menyediakan air minum dan sanitasi, menyuburkan tanah pertanian melalui endapan lumpur, serta menjadi jalur transportasi yang menghubungkan pedalaman dan pesisir. Di bantaran sungai, manusia membangun rumah, pasar, dan ruang sosial. Tradisi, cerita rakyat, bahkan kepercayaan spiritual tumbuh dari relasi intim manusia dengan sungai. Ia adalah ruang bersama yang membentuk watak kolektif suatu masyarakat.

Baca juga:

  • Kesalehan Ekologis
  • Deforestasi
  • Politik Alpa Lingkungan

 

Namun relasi itu kini retak. Sungai yang dulu dipelihara sebagai sumber kehidupan diperlakukan sekadar sebagai saluran limbah. Pencemaran domestik, industri, dan pertanian mengubah sungai menjadi jalur racun yang mengalir pelan namun pasti. Hutan di hulu ditebang tanpa kendali, daerah resapan dikorbankan atas nama pembangunan, dan bantaran sungai disempitkan oleh beton dan keserakahan. Ketika hujan turun dengan intensitas yang semakin ekstrem akibat perubahan iklim, sungai tidak lagi mampu menampung beban. Ia meluap—bukan karena tabiat alaminya, melainkan karena manusia telah menghilangkan ruang bernapasnya.

Tragedi banjir bandang yang melanda berbagai wilayah di Sumatera belakangan ini adalah cermin telanjang dari krisis tersebut. Bencana itu sering disebut sebagai “musibah alam”, seolah-olah alam adalah satu-satunya pihak yang bersalah. Padahal, dalam banyak kasus, yang terjadi adalah akumulasi panjang dari kelalaian manusia. Sungai hanya menagih kembali keseimbangan yang telah kita rusak.

Penulis India, Amit Kalantri pernah berkata, “Jika bumi adalah seorang ibu, maka sungai adalah nadinya.” Nadi yang tersumbat akan menimbulkan penyakit serius. Begitu pula bumi kita hari ini. Sungai-sungai yang tercemar, dangkal, dan kehilangan alur alaminya adalah tanda bahwa tubuh peradaban sedang sakit. Kita mungkin masih mampu menunda kesadaran itu dengan teknologi dan uang, tetapi seperti peringatan yang kerap dikutip Eric Weiner, suatu saat manusia akan menyadari bahwa uang tidak bisa dimakan ketika pohon terakhir ditebang, ketika sungai terakhir dikeringkan dan ketika ikan terakhir ditangkap.

“Hidup ini tidak perlu dibuat rumit, kadangkala cukup dibiarkan saja mengalir seperti sungai. Bahkan saat bertemu bendungan yang tinggi sekali, air bisa terus bersabar, bersabar, dan bersabar, hingga terkumpul banyak dan bisa melampaui tinggi bendungan, lantas bisa melanjutkan alirannya”.

Refleksi Tere Liye di atas tentang sungai yang sabar menghadapi bendungan seharusnya tidak dibaca sekadar sebagai ajakan untuk pasrah. Kesabaran air justru menyimpan pelajaran tentang daya hidup dan ketekunan. Air tidak melawan dengan amarah, tetapi dengan konsistensi. Namun kesabaran alam bukanlah tanpa batas. Ketika bendungan keserakahan terlalu tinggi, air akan mencari jalannya sendiri—dan sering kali, jalur itu adalah bencana bagi manusia.

Tulisan ini bukan sekadar nostalgia tentang masa lalu sungai, melainkan ajakan untuk bercermin. Sungai adalah refleksi dari cara kita memperlakukan kehidupan. Jika kita memperlakukannya dengan hormat, ia akan mengalirkan berkah. Jika kita mengabaikannya, ia akan mengalirkan peringatan. Barangkali, tugas kita hari ini bukan menaklukkan sungai, melainkan kembali belajar hidup bersamanya—dengan rendah hati, dengan kesadaran ekologis, dan dengan tanggung jawab moral sebagai penghuni bumi. (*)

Tags: Artikel tentang SungaisungaiTulisan M. Risfan Sihaloho
Previous Post

Menuju TPQ Tertib dan Legal, Muhammadiyah Banyumas Gelar Diklat IJOP–EMIS

Next Post

Dari Rumah Kader ke Rumah Besar: Bargaining Position PDPM Banyumas di Persimpangan Sejarah KNPI

Related Posts

Beda

Beda

23 Desember 2025
110
Kesalehan Ekologis

Kesalehan Ekologis

13 Desember 2025
118
Rakyat Suka Bising, Negara Dambakan Hening

Rakyat Suka Bising, Negara Dambakan Hening

13 Desember 2025
127
Politik Alpa Lingkungan

Politik Alpa Lingkungan

6 Desember 2025
136
Deforestasi

Deforestasi

4 Desember 2025
101
Absurditas Jurnalisme Bencana

Absurditas Jurnalisme Bencana

4 Desember 2025
214
Next Post
Dari Rumah Kader ke Rumah Besar: Bargaining Position PDPM Banyumas di Persimpangan Sejarah KNPI

Dari Rumah Kader ke Rumah Besar: Bargaining Position PDPM Banyumas di Persimpangan Sejarah KNPI

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

TERDEPAN

  • Tiga Puisi Tentang Nabi Muhammad SAW Karya Taufiq Ismail

    Tiga Puisi Tentang Nabi Muhammad SAW Karya Taufiq Ismail

    50 shares
    Share 20 Tweet 13
  • Said Didu Ingin Belajar kepada Risma Bagaimana Cara Melapor ke Polisi Biar Cepat Ditindaklanjuti

    42 shares
    Share 17 Tweet 11
  • Din Syamsuddin: Kita Sedang Berhadapan dengan Kemungkaran yang Terorganisir

    39 shares
    Share 16 Tweet 10
  • Putuskan Sendiri Pembatalan Haji 2020, DPR Sebut Menag Tidak Tahu Undang-undang

    36 shares
    Share 14 Tweet 9
  • Kisah Dokter Ali Mohamed Zaki, Dipecat Usai Temukan Virus Corona

    36 shares
    Share 14 Tweet 9

© 2019 TAJDID.ID ~ Media Pembaruan & Pencerahan

Anjungan

  • Profil
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kirim Tulisan
  • Pasang Iklan

Follow Us

No Result
View All Result
  • Liputan
    • Internasional
    • Nasional
    • Daerah
      • Pemko Binjai
    • Pemilu
      • Pilkada
    • Teknologi
    • Olah Raga
    • Sains
  • Gagasan
    • Opini
    • Esai
    • Resensi
  • Gerakan
    • Muhammadiyah
      • PTM/A
      • AUM
      • LazisMu
      • MDMC
      • MCCC
      • LabMu
    • ‘Aisyiyah
    • Ortom
      • IPM
      • IMM
      • Pemuda Muhammadiyah
      • KOKAM
      • Nasyiatul ‘Aisyiyah
      • Hizbul Wathan
      • Tapak Suci
    • Muktamar 49
  • Kajian
    • Keislaman
    • Kebangsaan
    • Kemuhammadiyahan
  • Jambangan
    • Puisi
    • Cerpen
  • Tulisan
    • Pedoman
    • Tilikan
    • Ulasan
    • Percikan
    • Catatan Hukum
    • MahasiswaMu Menulis
  • Syahdan
  • Ringan
    • Nukilan
    • Kiat
    • Celotehan
  • Jepretan
    • Foto

© 2019 TAJDID.ID ~ Media Pembaruan & Pencerahan

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In