TAJDID.ID~Tapanuli Selatan || Upaya pemulihan pascabencana di Tapanuli Selatan terus berjalan setelah banjir dan longsor menerjang 11 kecamatan pada awal Desember. Selain kerusakan fisik, para penyintas juga menghadapi tekanan psikis yang tak kalah berat. Situasi itu mendorong Muhammadiyah mengirimkan tim relawan dari Jawa Tengah, termasuk tenaga psikososial dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang sejak awal langsung bergerak di lapangan.
Tim tersebut tiba pada Jumat (5/12) dan langsung melakukan asesmen awal terhadap warga terdampak. Seorang anggota tim menjelaskan bahwa asesmen menjadi langkah pertama sebelum layanan lanjutan diberikan.
Setelah asesmen, tim membuka layanan dukungan psikososial di beberapa titik terdampak. Fokus utama mereka berada di Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, karena wilayah ini termasuk salah satu daerah dengan beban terdampak yang tinggi. Aktivitas layanan berlangsung di pos-pos pengungsian dan ruang terbuka yang masih bisa digunakan warga.
Relawan menjelaskan bahwa penyintas membutuhkan ruang aman untuk bercerita. Mereka menampung keluhan warga dari berbagai usia, mulai anak-anak hingga lanjut usia.
Dalam kegiatan tersebut, tim psikososial mengajak anak-anak melakukan aktivitas bermain guna mengurangi ketegangan. Mereka menyediakan permainan sederhana, kegiatan mewarnai, hingga sesi konseling kelompok kecil. Pendekatan itu dipilih karena anak-anak sering kali menyimpan trauma tanpa mampu mengungkapkannya secara jelas. Melalui aktivitas tersebut, relawan dapat mengidentifikasi apa yang sebenarnya dirasakan mereka.
Kelompok dewasa juga mengikuti sesi konseling. Di sesi ini, para penyintas berbagi pengalaman ketika banjir dan longsor terjadi. Beberapa warga mengaku masih sulit tidur akibat suara gemuruh tanah longsor yang mereka dengar beberapa hari sebelumnya. Relawan mencatat berbagai keluhan itu dan memberikan dukungan emosional serta teknik pernapasan sederhana untuk meredakan kecemasan.
Salah seorang warga menyampaikan bahwa kehadiran relawan membantu mereka merasa lebih tenang. “Kami sangat terbantu. Setidaknya ada tempat untuk menceritakan kejadian itu tanpa merasa takut,” katanya. Pernyataan serupa juga muncul dari warga lain yang merasa bahwa kunjungan relawan membuat mereka tidak merasa sendirian dalam menghadapi masa sulit.
Hingga Rabu (10/12), Tim Psikososial Muhammadiyah Jawa Tengah telah melayani puluhan penyintas di berbagai titik. Jumlah itu terus bertambah seiring perluasan area pendampingan. Relawan menyebutkan bahwa kebutuhan dukungan psikososial masih cukup besar karena banyak warga yang belum sempat mengikuti sesi sebelumnya.
Selain konseling, relawan juga memberikan edukasi mengenai cara mengelola stres pascabencana. Mereka mengajarkan langkah sederhana yang bisa dilakukan warga di rumah atau di tempat pengungsian. Edukasi ini dianggap penting agar penyintas memiliki kemampuan dasar untuk menjaga kestabilan diri meski relawan tidak selalu berada di lokasi.
Tim psikososial menilai bahwa dukungan jangka panjang tetap dibutuhkan. Meski beberapa warga mulai menunjukkan tanda-tanda pulih, sebagian lainnya masih memerlukan pendampingan lebih intensif. Tim berkoordinasi dengan relawan lokal agar layanan psikososial dapat berlanjut setelah mereka kembali ke Jawa Tengah.
Hingga laporan ini disusun, relawan Muhammadiyah terus menjalankan program pemulihan psikis bagi penyintas. Mereka berkomitmen mendampingi warga sampai kondisi emosional dan sosial masyarakat kembali stabil. “Kami akan terus membantu. Pemulihan psikis tidak bisa selesai hanya dalam satu atau dua hari,” ujar salah satu relawan. (*)
Penulis: Uli Nuha







