TAJDID.ID~Medan || Rencana pemerintah untuk mengubah struktur dan kewenangan Polri dinilai berpotensi menimbulkan kekacauan dalam sistem hukum. Menurut Dr. Alpi Sahari, S.H., M.Hum, dosen Program Studi Magister Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), wacana tersebut tidak selayaknya dilakukan tanpa memperhatikan konstitusi.
“Perubahan struktur dan kewenangan Polri jika tidak sesuai dengan kerangka konstitusi akan mempengaruhi tertib hukum, yang merupakan karakteristik utama dari negara hukum,” ujar Alpi Sahari di Medan, Ahad (21/9).
Ia menegaskan bahwa reformasi Polri seharusnya dilakukan dalam ranah instrument norm, dengan menitikberatkan pada pembenahan internal kepolisian. Menurutnya, menjadikan persoalan kultural sebagai dasar perubahan undang-undang justru berbahaya.
“Kalau persoalan kultur dinormakan secara spesifik ke dalam undang-undang, itu bisa menimbulkan subjektivitas. Sebab masalah kultur bukan hanya ada di institusi kepolisian, tetapi juga di instansi lain. Contohnya di Kementerian Tenaga Kerja dan lembaga-lembaga lainnya juga ada persoalan kultur, tapi kenapa tidak ada wacana reformasi di sana?” tegasnya.
Alpi Sahari menilai pemerintah seharusnya lebih fokus mereformasi undang-undang yang bersentuhan langsung dengan kesejahteraan rakyat. Misalnya, kebijakan yang mengatasi tingginya angka kemiskinan dan kesulitan masyarakat dalam mencari lapangan pekerjaan, yang juga merupakan bagian dari program prioritas Asta Cita Presiden.
“Jangan menambah hiruk-pikuk persoalan di masyarakat dengan wacana perubahan struktur kelembagaan. Persoalan struktur itu bukan yang paling penting. Cukup diselesaikan lewat penguatan sinergitas antar-lembaga dan pengawasan dari civil society,” pungkasnya. (*)