• Setup menu at Appearance » Menus and assign menu to Top Bar Navigation
Rabu, September 10, 2025
TAJDID.ID
  • Liputan
    • Internasional
    • Nasional
    • Daerah
      • Pemko Binjai
    • Pemilu
      • Pilkada
    • Teknologi
    • Olah Raga
    • Sains
  • Gagasan
    • Opini
    • Esai
    • Resensi
  • Gerakan
    • Muhammadiyah
      • PTM/A
      • AUM
      • LazisMu
      • MDMC
      • MCCC
      • LabMu
    • ‘Aisyiyah
    • Ortom
      • IPM
      • IMM
      • Pemuda Muhammadiyah
      • KOKAM
      • Nasyiatul ‘Aisyiyah
      • Hizbul Wathan
      • Tapak Suci
    • Muktamar 49
  • Kajian
    • Keislaman
    • Kebangsaan
    • Kemuhammadiyahan
  • Jambangan
    • Puisi
    • Cerpen
  • Tulisan
    • Pedoman
    • Tilikan
    • Ulasan
    • Percikan
    • Catatan Hukum
    • MahasiswaMu Menulis
  • Syahdan
  • Ringan
    • Nukilan
    • Kiat
    • Celotehan
  • Jepretan
    • Foto
No Result
View All Result
  • Liputan
    • Internasional
    • Nasional
    • Daerah
      • Pemko Binjai
    • Pemilu
      • Pilkada
    • Teknologi
    • Olah Raga
    • Sains
  • Gagasan
    • Opini
    • Esai
    • Resensi
  • Gerakan
    • Muhammadiyah
      • PTM/A
      • AUM
      • LazisMu
      • MDMC
      • MCCC
      • LabMu
    • ‘Aisyiyah
    • Ortom
      • IPM
      • IMM
      • Pemuda Muhammadiyah
      • KOKAM
      • Nasyiatul ‘Aisyiyah
      • Hizbul Wathan
      • Tapak Suci
    • Muktamar 49
  • Kajian
    • Keislaman
    • Kebangsaan
    • Kemuhammadiyahan
  • Jambangan
    • Puisi
    • Cerpen
  • Tulisan
    • Pedoman
    • Tilikan
    • Ulasan
    • Percikan
    • Catatan Hukum
    • MahasiswaMu Menulis
  • Syahdan
  • Ringan
    • Nukilan
    • Kiat
    • Celotehan
  • Jepretan
    • Foto
No Result
View All Result
tajdid.id
No Result
View All Result

Kekeringan dan Krisis Iklim, Akademisi Soroti Minimnya Teknologi dan Kesadaran Spiritual

M. Risfan Sihaloho by M. Risfan Sihaloho
2025/07/26
in Nasional
0
Kekeringan dan Krisis Iklim, Akademisi Soroti Minimnya Teknologi dan Kesadaran Spiritual

Ilustrasi bencana kekeringan.

Bagikan di FacebookBagikan di TwitterBagikan di Whatsapp

TAJDID~Medan || Musim kemarau yang melanda Indonesia pada pertengahan 2025 menunjukkan eskalasi dampak kekeringan di berbagai daerah, khususnya Jawa, NTB, dan NTT.

Kondisi ini semakin menegaskan bahwa isu krisis iklim global belum mendapatkan jawaban solutif dari kebijakan nasional.

Shohibul Anshor Siregar, pengamat kebijakan publik, menyatakan bahwa Indonesia masih berada pada tahap retorika, belum pada aksi teknis yang mampu mengantisipasi bencana.

“Perubahan iklim bagi kita lebih mirip gaya wacana ketimbang kebijakan yang solusional. Padahal, kerugian sosial dan ekonomi dari kekeringan bisa jauh lebih besar daripada biaya untuk riset dan teknologi mitigasi,” tegas Siregar.

 

Kondisi Iklim Kekeringan 2025

Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), musim kemarau 2025 diperkirakan bersifat normal secara umum dengan sekitar 60% wilayah Indonesia mengalami pola kemarau serupa rata-rata, 26% lebih basah, dan 14% lebih kering dari biasanya.

Puncak kemarau diprediksi terjadi Juni–Agustus 2025, dengan wilayah paling terdampak meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku.

Di Pulau Jawa, kemarau mengalami kemunduran awal hingga akhir Mei, dengan curah hujan rendah 0–50 mm/dasarian dan hari tanpa hujan berturut-turut (HTH) lebih dari 60 hari di beberapa wilayah.

Data BNPB mencatat tren kekeringan di Jawa meningkat, dengan 49 kejadian pada 2023 yang memengaruhi 428.749 jiwa, naik tajam dari 15 kejadian pada 2022.

Sedangkan NTB dan NTT hampir seluruhnya mengalami curah hujan sangat rendah hingga rendah sejak April–Mei 2025.

Status Siaga (HTH ≥31 hari) dan Awas (HTH ≥61 hari) tercatat di sejumlah kabupaten seperti Bima, Sumbawa, Alor, Belu, dan Timor Tengah Selatan.

Data historis BNPB menyebutkan bahwa kekeringan di NTT pernah mempengaruhi lebih dari 866.000 warga pada 2018, dengan pasokan air bersih dan pertanian sangat terganggu.

“Bencana kekeringan di Jawa, NTB, dan NTT bukan kejadian baru. Tetapi, pola mitigasi teknologinya selalu lambat, sementara potensi teknologi rekayasa cuaca seperti hujan buatan seharusnya menjadi agenda rutin,” kata Siregar.

Semua data itu selalu tunduk pada rumus peluang perubahan yang dapat saja tak menentu sesuai watak krisis iklim global dan itu merekomendasikan kesiapsiagaan.

 

Teknologi dan Investasi yang Mandek

Menurut Siregar, kendala klasik yang sering dijadikan alasan adalah keterbatasan biaya dan investasi.

“Kita tidak menyiapkan teknologi rekayasa hujan sesuai frekuensi dan tingkat yang dibutuhkan. Padahal negara-negara lain sudah menjadikan weather modification sebagai strategi standar,” ujarnya.

Ia menilai bahwa jika Indonesia terus bergantung pada imbauan dan retorika, biaya sosial akibat gagal panen, kebakaran hutan, dan krisis air bersih akan lebih mahal dibanding investasi teknologi mitigasi.

 

Dimensi Religius yang Terabaikan

Sebagai negara dengan mayoritas penduduk religius, Siregar menilai bahwa Indonesia semestinya bisa memanfaatkan kearifan spiritual dalam merespons bencana iklim.

Dalam Islam, misalnya, terdapat fiqh bencana dengan salah satu klausulnya adalah shalat istisqa (shalat meminta hujan).

“Fiqh bencana bukan sekadar ritual. Ia adalah bentuk kesadaran kolektif untuk kembali pada Sang Pencipta sambil memperbaiki hubungan kita dengan alam. Sayangnya, dimensi spiritual ini tidak pernah diintegrasikan dengan kebijakan mitigasi bencana,” jelasnya.

Agama-agama lain, tambah Siregar, juga memiliki tradisi serupa yang dapat mendorong kesadaran lingkungan. Namun, selama ini ritual hanya bersifat seremonial, tanpa diikuti langkah teknis nyata seperti konservasi air, pengelolaan lahan, dan pemanfaatan teknologi.

 

Rekomendasi Integratif

Siregar menekankan bahwa solusi kekeringan harus menggabungkan teknologi, data ilmiah, dan kesadaran spiritual.

Beberapa rekomendasi kuncinya antara lain, pertama, teknologi Mitigasi: Operasi hujan buatan secara terencana di daerah rawan kekeringan.

Kedua, kebijakan Berbasis Data: Menggunakan data BMKG (HTH, curah hujan, hotspot karhutla) sebagai dasar langkah preventif.

Ketiga, mobilisasi Sosial dan Spiritual: Ritual keagamaan seperti istisqa dijadikan momentum kampanye nasional konservasi air.

Keempat, sinergi Pemerintah dan Komunitas: Pemerintah daerah, BPBD, dan tokoh agama bekerja sama dalam edukasi publik, pembangunan embung, dan penanaman pohon di kawasan rawan.

“Krisis iklim memerlukan keseriusan politik dan sosial. Kita tidak bisa hanya mengandalkan doa tanpa teknologi, atau teknologi tanpa kesadaran moral. Keduanya harus berjalan bersama,” tutup Siregar. (*)

Tags: Bencana kekeringanshohibul anshor siregar
Previous Post

Ketua PWM Jateng Tafsir Raih Penghargaan Tokoh Pamomong Jawa Tengah

Next Post

Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

Related Posts

Shohibul: Presiden Sebaiknya Rombak Struktur Anggaran

Surat Protes Terbuka kepada Pimpinan Partai Politik

31 Agustus 2025
215
Pemberian Bintang Mahaputera Sarat Makna Politik Simbolik

Pemberian Bintang Mahaputera Sarat Makna Politik Simbolik

27 Agustus 2025
121
Penyiksaan oleh Aparat TNI-Polri di Sumut Ancam Demokrasi dan Hak Asasi Warga

Menulis Ulang Sejarah: Jangan Terjebak Eventisme, Saatnya Dekolonisasi Nalar

6 Agustus 2025
127
Sosiolog: Pertanian Indonesia Mati Karena Obsesi Istilah yang Tak Jelas

Sosiolog: Pertanian Indonesia Mati Karena Obsesi Istilah yang Tak Jelas

24 Juli 2025
113
Sorotan Tajam atas Amicus Curiae untuk Hasto Kristiyanto: Ketika Kebingungan Moral Menguji Nalar Intelektual

Sorotan Tajam atas Amicus Curiae untuk Hasto Kristiyanto: Ketika Kebingungan Moral Menguji Nalar Intelektual

24 Juli 2025
138
Sosiolog: Tidak Ada Istilah ‘Anak Jalanan’ dalam Negara yang Beradab

Sosiolog: Tidak Ada Istilah ‘Anak Jalanan’ dalam Negara yang Beradab

22 Juli 2025
124
Next Post
Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

TERDEPAN

  • Tiga Puisi Tentang Nabi Muhammad SAW Karya Taufiq Ismail

    Tiga Puisi Tentang Nabi Muhammad SAW Karya Taufiq Ismail

    50 shares
    Share 20 Tweet 13
  • Said Didu Ingin Belajar kepada Risma Bagaimana Cara Melapor ke Polisi Biar Cepat Ditindaklanjuti

    42 shares
    Share 17 Tweet 11
  • Din Syamsuddin: Kita Sedang Berhadapan dengan Kemungkaran yang Terorganisir

    39 shares
    Share 16 Tweet 10
  • Putuskan Sendiri Pembatalan Haji 2020, DPR Sebut Menag Tidak Tahu Undang-undang

    36 shares
    Share 14 Tweet 9
  • Kisah Dokter Ali Mohamed Zaki, Dipecat Usai Temukan Virus Corona

    36 shares
    Share 14 Tweet 9

© 2019 TAJDID.ID ~ Media Pembaruan & Pencerahan

Anjungan

  • Profil
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kirim Tulisan
  • Pasang Iklan

Follow Us

No Result
View All Result
  • Liputan
    • Internasional
    • Nasional
    • Daerah
      • Pemko Binjai
    • Pemilu
      • Pilkada
    • Teknologi
    • Olah Raga
    • Sains
  • Gagasan
    • Opini
    • Esai
    • Resensi
  • Gerakan
    • Muhammadiyah
      • PTM/A
      • AUM
      • LazisMu
      • MDMC
      • MCCC
      • LabMu
    • ‘Aisyiyah
    • Ortom
      • IPM
      • IMM
      • Pemuda Muhammadiyah
      • KOKAM
      • Nasyiatul ‘Aisyiyah
      • Hizbul Wathan
      • Tapak Suci
    • Muktamar 49
  • Kajian
    • Keislaman
    • Kebangsaan
    • Kemuhammadiyahan
  • Jambangan
    • Puisi
    • Cerpen
  • Tulisan
    • Pedoman
    • Tilikan
    • Ulasan
    • Percikan
    • Catatan Hukum
    • MahasiswaMu Menulis
  • Syahdan
  • Ringan
    • Nukilan
    • Kiat
    • Celotehan
  • Jepretan
    • Foto

© 2019 TAJDID.ID ~ Media Pembaruan & Pencerahan

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In