Oleh: Dr. Emilda Sulasmi, M.Pd
(Dosen Magister Manajemen Pendidikan Tinggi Pascasarjana UMSU)
Perhelatan G20 telah usai, forum ini merupakan forum kerja sama multilateral yang terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa (EU). G20 merepresentasikan lebih dari 60% populasi bumi, 75% perdagangan global, dan 80% PDB dunia.
Sebagaimana ditetapkan pada Riyadh Summit 2020, Indonesia memegang presidensi G20 pada 2022 dan itu telah usai. Presidensi Indonesia di G20 memiliki makna yang spesial. Sebuah negara menengah mampu mengemban amanah yang besar untuk memimpin negara-negara dengan kekuatan ekonomi yang kuat. Ada sebuah kepercayaan yang kuat dari negara-negara maju yang membuat Indonesia mendapatkan posisi tersebut.
Terlebih, Indonesia adalah satu-satunya negara berpendapatan menengah keatas (upper middle income country) yang menjadi anggota forum tersebut. Dengan identitas dan tanggung jawab moral besar yang diemban, membuat Indonesia harus semaksimal mungkin mewakili suara negara berkembang. Salah satu isu yang Indonesia bawa di periode presidensi kali ini adalah pendidikan.
Pertemuan Kelompok Kerja Pendidikan (Education Working Group/EdWG) pada momentum G20 fokus pada dua agenda prioritas, yaitu Pendidikan Berkualitas untuk Semua dan Teknologi Digital dalam Pendidikan. Pada kesempatan lain, The Director of the Division for Policies and Lifelong Learning Systems UNESCO, Borhene Chakroun, menjelaskan bahwa sistem pendidikan tidak hanya menjawab transisi lapangan pekerjaan, tetapi dapat membentuk kebutuhan lapangan pekerjaan.
Kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan cara mengubah pedagogi (changing pedagogy), mengadaptasi kurikulum (adapting curricula), meningkatkan peran guru (upgrading the role of teachers), melindungi dan reimajinasi sekolah (protecting and reimagining schools), serta mempromosikan ruang belajar baru (promoting new learning spaces).
Kelima aspek yang perlu diubah tersebut perlu kiranya untuk didiskusikan lebih lanjut, hal ini terkait dengan paradigma Pendidikan yang dibangun pada fondasi bangsa yang menyatakan bahwa tujuan Pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu insan yang beriman serta bertaqwa terhadap yang kuasa yang Maha Esa serta berbudi pekerti luhur, mempunyai pengetahuan serta keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yg mantap serta berdikari serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan serta kebangsaan.
Tuntutan Penguatan dan Pengembangan Kecerdasan Digital dalam Bidang Pendidikan
Ada pertanyaan yang penting kiranya menjadi pemikiran para pemerhati dan pelaku Pendidikan, apakah pendidikan lama masih relevan dan sudah sejauh mana kecerdasan digital ditanamkan pada setiap piranti pendidikan?
Membicarakan Pendidikan lama, tentu tidak serta merta melihat Pendidikan sejak pra kemerdekaan, Kemerdekaan, Orde lama, dan Orde Baru, atau bahkan Orde Reformasi. Pendidikan lama yang dimaksud adalah model pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran,
Harap diketahui, bahwa kecerdasan digital tidak hanya pada sektor pendidikan yang focus pada mendidik anak-anak, generasi penerus bangsa, agar memiliki kecerdasan digital yang mumpuni sesuai dengan tuntutan dunia hari ini dan dunia di masa depan. Melainkan meliputi seluruh aspek mulai dari Regulasi, kurikulum, anggaran dan Pembiayaan Pendidikan, kompetensi Pendidik, sarana prasarana Pendidikan, dan Peserta Didik.
Kesadaran digital ini jika di korelasikan dengan era revolusi industri 5.0, maka ia secara langsung telah mengubah cara berpikir tentang pendidikan. Perubahan yang dibuat bukan hanya cara mengajar, namun yang terpenting adalah perubahan dalam perspektif konsep pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu, dua hal yang harus dilakukan yaitu adaptasi dan penguatan kompetensi.
Namun yang paling penting diantara semua itu adalah sejauh mana kesadaran digital diterjemahkan ke dalam ruang digital, sehingga terjadi dialog reflektif berbasis web, media sosial, manajemen pembelajaran, sumber belajar yang menawarkan akses sumber belajar secara terbuka melalui pemanfatan internet secara gratis atau dengan biaya murah, diluar dari semua itu pentingnya pemanfaatan teknologi untuk mengasah kreatifitas guru dan murid (Pendidik/Peserta didik).
Mengutip Smith (2021) ada lima langkah yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi yang mendukung pembelajaran kreatif yaitu persiapan, presentasi, asosiasi, generalisasi, dan aplikasi dengan langkah melibatkan siswa dalam semua hal dengan memperhatikan gaya belajar, dengan asumsi bahwa setiap individu memiliki minimal dua atau tiga gaya belajar.
Kecerdasan digital selain membuat ruang merdeka belajar, memberdayakan dan memandirikan peserta didik, juga memberikan adanya perubahan manajemen dan tata kelola dari semua unsur yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan serta stakeholders pendidikan, baik pemerintah, pemerintah daerah, swasta (dunia industri dan dunia usaha), pimpinan perguruan tinggi, kepala sekolah/madrasah, guru/dosen dan masyarakat. (*)