• Setup menu at Appearance » Menus and assign menu to Top Bar Navigation
Kamis, Juli 31, 2025
TAJDID.ID
  • Liputan
    • Internasional
    • Nasional
    • Daerah
      • Pemko Binjai
    • Pemilu
      • Pilkada
    • Teknologi
    • Olah Raga
    • Sains
  • Gagasan
    • Opini
    • Esai
    • Resensi
  • Gerakan
    • Muhammadiyah
      • PTM/A
      • AUM
      • LazisMu
      • MDMC
      • MCCC
      • LabMu
    • ‘Aisyiyah
    • Ortom
      • IPM
      • IMM
      • Pemuda Muhammadiyah
      • KOKAM
      • Nasyiatul ‘Aisyiyah
      • Hizbul Wathan
      • Tapak Suci
    • Muktamar 49
  • Kajian
    • Keislaman
    • Kebangsaan
    • Kemuhammadiyahan
  • Jambangan
    • Puisi
    • Cerpen
  • Tulisan
    • Pedoman
    • Tilikan
    • Ulasan
    • Percikan
    • Catatan Hukum
    • MahasiswaMu Menulis
  • Syahdan
  • Ringan
    • Nukilan
    • Kiat
    • Celotehan
  • Jepretan
    • Foto
No Result
View All Result
  • Liputan
    • Internasional
    • Nasional
    • Daerah
      • Pemko Binjai
    • Pemilu
      • Pilkada
    • Teknologi
    • Olah Raga
    • Sains
  • Gagasan
    • Opini
    • Esai
    • Resensi
  • Gerakan
    • Muhammadiyah
      • PTM/A
      • AUM
      • LazisMu
      • MDMC
      • MCCC
      • LabMu
    • ‘Aisyiyah
    • Ortom
      • IPM
      • IMM
      • Pemuda Muhammadiyah
      • KOKAM
      • Nasyiatul ‘Aisyiyah
      • Hizbul Wathan
      • Tapak Suci
    • Muktamar 49
  • Kajian
    • Keislaman
    • Kebangsaan
    • Kemuhammadiyahan
  • Jambangan
    • Puisi
    • Cerpen
  • Tulisan
    • Pedoman
    • Tilikan
    • Ulasan
    • Percikan
    • Catatan Hukum
    • MahasiswaMu Menulis
  • Syahdan
  • Ringan
    • Nukilan
    • Kiat
    • Celotehan
  • Jepretan
    • Foto
No Result
View All Result
tajdid.id
No Result
View All Result

Suara (Hati) Rakyat

M. Risfan Sihaloho by M. Risfan Sihaloho
2022/01/13
in Opini, Tilikan
0
Suara (Hati) Rakyat

Ilustrasi.

Bagikan di FacebookBagikan di TwitterBagikan di Whatsapp

Oleh: M. Risfan Sihaloho

Bagi yang masih suka nonton tivi dan pecinta Sinetron Indonesia (bukan Drama Korea), tentu sudah tidak asing lagi dengan mega series sinetron “Suara Hati Istri” yang ditayangkan di salahsatu stasiun tivi swasta nasional.

Kabarnya, sinetron itu jadi favorit dan selalu ditunggu-tunggu pemirsa, dikarenakan kisahnya yang sangat menguras perasaan. “Suara Hati Istri” adalah kisah drama tentang problematika rumah tangga dari sudut pandang seorang wanita yang terinspirasi dari curahan hati para istri yang terzalimi.

Tentunya menarik dan menggelitik untuk dicermati, betapa tema kesedihan, duka-lara, kegetiran dan kemasygulan ternyata masih mendapat tempat di hati masyarakat. Lantas timbul pertanyaan, mengapa kebanyakan masyarakat kita masih begitu melankolis? Apakah ini ada kaitannya dengan realitas sosial yang akrab dirasakan oleh masyarakat kita dalam kehidupan keseharianya?

Ya, boleh jadi demikian. Karena praktik-praktik tentang pengkhianatan, ketidakadilan dan kezaliman yang kemudian melahirkan cerita-cerita tragedi dan elegi — seperti yang selalu dikisahkan dalam sinetron “Suara Hati Istri” — juga galib mereka saksikan dalam realitas kehidupan sehari-hari, tidak hanya dalam lingkungan keluaraga, tapi juga dalam bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan bahkan berdunia. Sehingga kemudian menimbulkan empati yang berbuah sikap melankolis.

Penulis tidak ingin membahas lebih jauh tentang ihwal sinetron “Suara Hati Istri” yang fenomenal itu. Penulis cuma ingin mengatakan, sebenaranya ada tema kisah yang lebih tragis di republik ini ketimbang “Suara Hati Istri”. Apa itu?

“Suara Hati Rakyat”! Ya, itulah tema kisah yang sebenarnya lebih mengenaskan, bikin trenyuh dan menyesakkan dada, karena kejadiannya berlaku lebih massif, menyangkut nasib sebahagian besar rakyat negeri ini. Namun, sayangnya belum ada yang tertarik mengangkatnya menjadi judul sinetron.

Bagi penulis, “Suara Hati Rakyat” adalah varian suara yang paling menyedihkan dalam konteks bahtera rumahtangga berbangsa dan bernegara kita. Kendati sudah lebih tujuh dasawarsa republik ini merdeka, namun sepertinya panggung kehidupan berbangsa dan bernegara tak pernah sepi dari kisah ironi dan anomali suara rakyat.

Adalah fakta yang dapat dipungkiri, bahwa suara rakyat memang selalu dihitung, tapi tak pernah diperhitungkan. Dan boro-boro mendapat apresiasi, suara rakyat justru lebih sering dimanipulasi dan dapat perlakuan represi.

 

Serba salah

Sebenarnya, dalam sistem demokrasi kita sudah menyedikan instrumen tempat rakyat menyalurkan suaranya, yakni lewat para wakil mereka lembaga Dewan Perwakilan Rakyat. Namun sepertinya, selama ini peran DPR sebagai penyambung suara rakyat itu  masih jauh dari ekspektasi.

Ketika wakil mereka tidak bisa banyak diharapkan mendengar dan memperjuangkan suara hati mereka, lantas mereka mencari kanal lain, diantaranya ada yang berteriak di jalan dan tak sedikit pula yang berkicau di media sosial.

Anehnya, ketika rakyat memilih opsi lain, yakni menerikkan suaranya melalui aksi unjuk rasa atau demonstrasi di jalan, lagi-lagi inipun tidak selalu mendapat respek. Faktanya, masih saja ada sekelompok pihak tertentu yang memandang sinis, alergi dan antipati terhadap aksi unjuk rasa yang dilakukan rakyat dengan menyebutnya sebagai kegiatan yang barbar dan tak beradab, menggagu ketertiban umum. Padahal demonstrasi adalah salahsatu bentuk refleksi dari sistem demokrasi.

Sadar opsi unjuk rasa di jalan juga kurang efektif, kemudian belakangan ada kecenderungan rakyat lebih memilih  “memuntahkan” suaranya di dunia maya melalui instrumen media sosial.

Bila kita cermati, sepertinya dunia maya menjadi ruang alternatif yang cukup efektif  bagi rakyat yang dijuluki warganet atau netizen untuk  menyalurkan suaranya. Terbukti, bisingnya suara  warganet mampu “mengusik” pihak-pihak tertentu. Apalagi kalau sempat jadi viral, suara warganet tersebut bisa-bisa sangat merepotkan, sehingga kemudian memaksa pihak-pihak pemangku kebijakan mengambil sikap dan menindaklanjuti tuntutan suara rakyat tersebut.

Tapi lucunya, lagi-lagi ada pihak tertentu yang tidak senang dengan fenomena ini dengan menyebut suara warganet  bukan voice, melainkan noice. Lebih parah lagi, ada pula pihak-pihak tertentu yang berusaha mememcah gelombang suara rakyat di dunia maya itu dengan memunculkan pasukan buzzer. Bahkan dalam bentuk yang lebih represif, tak jarang pula suara rakyat di dunia maya itu coba diredam dan dibungkam, salah satunya dengan  memanfaatkan senjata UU ITE.

Serba salah memang. Jika demikian,  lantas dengan cara apa lagi rakyat merasa nyaman untuk mencurahkan suara hatinya? Atau jangan-jangan memang dasarnya mereka memang alergi dengan rakyat bersuara. Mereka ingin rakyat pasrah, nrimo dan vatalistik, melazimkan apa yang terjadi.

 

Suara Rakyat dalam Demokrasi

Dalam narasi demokrasi, eksistensi suara rakyat adalah tema yang sangat sentral, vital dan diagungkan. Kemuliaan suara rakyat dapat dilihat dari sebuah adagium yang sangat populer, yakni Vox Populi Vox Dei. Artinya suara rakyat adalah suara Tuhan.

Coba perhatikan, dalam adagium itu rakyat begitu disanjung dan diagungkan secara eksesif. Tidak tanggung-tanggung, bahkan harkat rakyat telah dilambungkan setinggi langit, dimana suaranya disetarakan dengan suara Tuhan.

Namun ironisnya, seketika keluar dari wilayah filosofis, secara praksis, dalam praktiknya demokrasi justru ternyata lebih sering memperlihatkan kesan yang paradoks. Tatkala demokrasi telah menjelma jadi sebuah perangkat sistem, mekanisme dan prosedur yang formal juga kaku, keberadaan rakyat justeru cenderung mengalami degradasi. Rakyat justru lebih lebih sering diabaikan dan dinistakan.

Rakyat memang masih tetap sering disanjung dan dipuja. Akan tetapi itu hanya sebatas dalam jargon dan retorika saja, tidak lebih. Faktanya, rakyat bukan hanya sering ditipu, dikhianati dan dikebiri, tapi juga kerap dizalimi di dalam rumahnya sendiri.

Begitu juga dengan suara rakyat telah mengalami pendangkalan makna. Di benak kebanyakan para politisi dan pemburu kekuasaan yang senantiasa mengaku sebagai wakil dan pelayannya masyarakat, suara rakyat itu tidak lebih dari “sampah” berserakan yang hanya dianggap berharga dalam waktu musim tertentu.

Biasanya, cuma di musim pemilu saja suara rakyat dianggap bernilai, sehingga kemudian banyak yang antusias berebut memungutnya. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang rela mengeluarkan banyak uang untuk membeli suara rakyat tersebut.

Sedikit lebih tinggi nilainya dari pada “sampah”, paling-paling suara rakyat dimaknai sebagai “angka-angka” semata yang akumulasinya bisa dikonversi atau disulap jadi “kursi kekuasaan”.

Sungguh miris memang. Namun itulah faktanya, dalam tradisi kehidupan demokrasi dan bernegara di negeri ini suara rakyat belum mendapat apresiasi sebagaimana mestinya. Lalu, sampai kapan? Tergantung cara kita memandang dan memaknai hakikat suara rakyat itu. Sepanjang masih banyak yang memandang secara banal suara rakyat — misalnya dengan menganggapnya cuma sekedar “angka-angka” dan ancaman terhadap kekuasaan — maka musykil hal itu bisa terwujud.

Lantas, sebenarnya apa makna sejati suara rakyat itu? Mungkin defenisi yang pernah dituliskan sastrawan Hartojo Andangdjaja dalam sebuah penggalan puisinya di bawah ini bisa jadi bahan referensi dan kontemplasi bagi kita anak bangsa yang tulus ingin memperjuangkan perubahan dan perbaikan di republik tercinta ini.

Rakyat ialah kita
beragam suara di langit tanah tercinta
suara bangsi di rumah berjenjang bertangga
suara kecapi di pegunungan jelita
suara bonang mengambang di pendapa
suara kecak di muka pura
suara tifa di hutan kebun pala
Rakyat ialah suara beraneka
darah di tubuh bangsa
debar sepanjang masa

Previous Post

Panitia Muktamar Muhammadiyah Gelar Rapat Koordinasi, Berikut Hasilnya

Next Post

Mahasiswa IAP FISIP UMSU Peroleh Dua HAKI

Related Posts

Cita-cita SD Muhammadiyah 1 Ketelan: Menjadi Sekolah Unggul Terbaik di Dunia

Cita-cita SD Muhammadiyah 1 Ketelan: Menjadi Sekolah Unggul Terbaik di Dunia

30 Juli 2025
106
Ekskul Jurnalistik SD Muhammadiyah 1 Ketelan: Lahirkan Jurnalis Cilik Berkemajuan

Ekskul Jurnalistik SD Muhammadiyah 1 Ketelan: Lahirkan Jurnalis Cilik Berkemajuan

30 Juli 2025
106
IMM Sumut Gelar Diskusi Publik: Menakar Dampak Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal Pasca Putusan MK

IMM Sumut Gelar Diskusi Publik: Menakar Dampak Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal Pasca Putusan MK

30 Juli 2025
105
“FOKUS” Dolok Batu Nanggar Terbentuk, Berikut Susunan Pengurusnya

“FOKUS” Dolok Batu Nanggar Terbentuk, Berikut Susunan Pengurusnya

30 Juli 2025
106
Dukung Internasionalisasi PTMA, Fakultas Hukum UMSU Turut Jajaki Kerjasama Strategis dengan Lembaga Riset Terkemuka di Mesir

Dukung Internasionalisasi PTMA, Fakultas Hukum UMSU Turut Jajaki Kerjasama Strategis dengan Lembaga Riset Terkemuka di Mesir

30 Juli 2025
125
Tokoh Muhammadiyah Bangun Masjid Batak Pertama di Sulawesi Selatan, Ini Alasannya

Tokoh Muhammadiyah Bangun Masjid Batak Pertama di Sulawesi Selatan, Ini Alasannya

30 Juli 2025
153
Next Post
Mahasiswa IAP FISIP UMSU Peroleh Dua HAKI

Mahasiswa IAP FISIP UMSU Peroleh Dua HAKI

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

TERDEPAN

  • Tiga Puisi Tentang Nabi Muhammad SAW Karya Taufiq Ismail

    Tiga Puisi Tentang Nabi Muhammad SAW Karya Taufiq Ismail

    50 shares
    Share 20 Tweet 13
  • Said Didu Ingin Belajar kepada Risma Bagaimana Cara Melapor ke Polisi Biar Cepat Ditindaklanjuti

    42 shares
    Share 17 Tweet 11
  • Din Syamsuddin: Kita Sedang Berhadapan dengan Kemungkaran yang Terorganisir

    39 shares
    Share 16 Tweet 10
  • Putuskan Sendiri Pembatalan Haji 2020, DPR Sebut Menag Tidak Tahu Undang-undang

    36 shares
    Share 14 Tweet 9
  • Kisah Dokter Ali Mohamed Zaki, Dipecat Usai Temukan Virus Corona

    36 shares
    Share 14 Tweet 9

© 2019 TAJDID.ID ~ Media Pembaruan & Pencerahan

Anjungan

  • Profil
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kirim Tulisan
  • Pasang Iklan

Follow Us

No Result
View All Result
  • Liputan
    • Internasional
    • Nasional
    • Daerah
      • Pemko Binjai
    • Pemilu
      • Pilkada
    • Teknologi
    • Olah Raga
    • Sains
  • Gagasan
    • Opini
    • Esai
    • Resensi
  • Gerakan
    • Muhammadiyah
      • PTM/A
      • AUM
      • LazisMu
      • MDMC
      • MCCC
      • LabMu
    • ‘Aisyiyah
    • Ortom
      • IPM
      • IMM
      • Pemuda Muhammadiyah
      • KOKAM
      • Nasyiatul ‘Aisyiyah
      • Hizbul Wathan
      • Tapak Suci
    • Muktamar 49
  • Kajian
    • Keislaman
    • Kebangsaan
    • Kemuhammadiyahan
  • Jambangan
    • Puisi
    • Cerpen
  • Tulisan
    • Pedoman
    • Tilikan
    • Ulasan
    • Percikan
    • Catatan Hukum
    • MahasiswaMu Menulis
  • Syahdan
  • Ringan
    • Nukilan
    • Kiat
    • Celotehan
  • Jepretan
    • Foto

© 2019 TAJDID.ID ~ Media Pembaruan & Pencerahan

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In