TAJDID.ID~Pontianak || Di tengah meningkatnya ancaman krisis iklim dan menipisnya solidaritas sosial, Eco Bhinneka Muhammadiyah menghadirkan oase harapan melalui Festival S.H.E (Sustainability, Harmony, and Equality) 2025 yang digelar di Pontianak, Kalimantan Barat, 11-12 Oktober 2025.
Festival bertema “Dari Ekoteologi Menuju Keadilan Iklim” ini menjadi ajang pertemuan lintas iman dan budaya yang mempertemukan ratusan pemuda, aktivis lingkungan, akademisi, dan tokoh agama dari berbagai daerah di Indonesia.
Kegiatan tersebut menjadi puncak sekaligus penutup program Inisiatif Bersama untuk Aksi Keagamaan yang Strategis (Joint Initiative for Strategic Religious Action) yang dilaksanakan oleh Muhammadiyah.
Acara dibuka dengan doa bersama enam pemuka agama — Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, dan Khonghucu — sebagai simbol harmoni dan penghormatan terhadap keberagaman keyakinan di Indonesia. Suasana hangat dan khidmat seketika memenuhi ruangan, menggambarkan semangat kebersamaan untuk merawat bumi.
Lintas Iman dan Ekoteologi untuk Bumi
Dalam sambutannya, Direktur Eco Bhinneka Muhammadiyah, Hening Parlan, menjelaskan bahwa Festival S.H.E merupakan refleksi perjalanan panjang gerakan lintas iman yang telah berlangsung hampir lima tahun.
“Sustainability, Harmony, dan Equality adalah kesyukuran kami bersama. Semua agama mengajarkan kebaikan yang sama: merawat bumi, menjaga sesama, dan memuliakan kehidupan. Eco Bhinneka dilahirkan sebagai jembatan antara iman, kebersamaan, dan lingkungan,” ujar Hening.
Sementara itu, Mutiara Pasaribu, Country Coordinator Joint Initiative for Strategic Religious Action (JISRA) Indonesia, menegaskan bahwa Eco Bhinneka Muhammadiyah menjadi terobosan penting dalam kerja-kerja lintas agama. “Jika di negara lain yang sama-sama melaksanakan program JISRA masih fokus pada dialog, Eco Bhinneka justru memberikan ruang seluas-luasnya bagi kelompok lintas agama dan keyakinan di Indonesia, menghadirkan aksi nyata, dengan menjadikan krisis iklim sebagai ruang perjumpaan lintas agama atau keyakinan,” ujarnya.
Iman, Keadilan, dan Tanggung Jawab terhadap Alam
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr. KH. Saad Ibrahim, M.A., mengingatkan bahwa teologi lingkungan merupakan fondasi moral baru dalam menghadapi krisis global.
“Menjaga alam bukan sekadar pilihan, tetapi kewajiban spiritual. Keadilan iklim hanya bisa terwujud bila manusia beriman kepada Tuhan sekaligus berkomitmen terhadap keadilan sosial,” ujarnya.
Rangkaian S.H.E Festival turut diisi Seminar Nasional Lintas Iman bertema “Dari Ekoteologi Menuju Keadilan Iklim” pada 11 Oktober 2025. Seminar ini menghadirkan narasumber seperti Dr. Aleks A. Binawan – Koordinator PusakaMas (Pusat Kajian Masyarakat Adat, Perubahan Iklim, dan SDGs), Institut Teknologi Keling Kumang Sekadau, Hening Parlan – Direktur Eco Bhinneka Muhammadiyah, dan Farida Abdulbasit – Program Coordinator – Peaceful, Just and Inclusive Communities, Faith to Action Network, dan dimoderatori oleh Parid Ridwanuddin – Campaign Manager, GreenFaith Indonesia.
Para pembicara menekankan pentingnya mengintegrasikan nilai iman dan ilmu pengetahuan dalam menghadapi perubahan iklim, serta mendorong kebijakan yang berkeadilan bagi kelompok rentan, terutama perempuan dan masyarakat adat.
Acara juga dirangkai dengan peluncuran buku “Harmoni dalam Keberagaman” karya Eco Bhinneka Muhammadiyah, serta peresmian Himpunan Disabilitas Muhammadiyah (HIDIMU) Kalimantan Barat, sebagai wujud nyata inklusivitas dalam gerakan sosial-keagamaan
Suara dari Enam Agama untuk Eco Bhinneka
Dr. Samsul Hidayat, M.A., mewakili tokoh Islam, menyampaikan rasa syukur atas perjalanan kolaboratif lintas iman bersama Eco Bhinneka Muhammadiyah.
“Kami bangga dan bersyukur, karena hampir lima tahun kami telah berjalan bersama Eco Bhinneka. Dari pertemuan ini, gagasan dan inovasi kami mengalir menjadi kekuatan bersama dalam melindungi dan melestarikan lingkungan,” ujarnya.
Dari kalangan Kristen, Pendeta Dr. Paulus Ajong, Ketua PGI Wilayah Kalimantan Barat, menilai Eco Bhinneka berhasil menjawab dua tantangan besar umat manusia: ekologi dan kebinekaan.
“Lingkungan bisa hidup tanpa manusia, tapi manusia tidak bisa hidup tanpa lingkungan yang layak,” katanya. “Melalui Eco Bhinneka, kami diteguhkan untuk menjaga alam sekaligus menghidupi semangat kebinekaan.”
Pandita Rolink Kurniadi Darmara, Ketua DPD Walubi Kalimantan Barat, menegaskan bahwa krisis iklim adalah tanggung jawab bersama.
“Bumi ini rumah besar kita semua. Cuaca ekstrem dan bencana alam menunjukkan bahwa alam mulai kehilangan keseimbangannya. Mari berkolaborasi agar kita tidak mewariskan kerusakan kepada anak cucu,” ujarnya.
Dari komunitas Hindu, Sugeng, S. Ag. dari PHDI Kalbar menyoroti ajaran Tri Hita Karana — keseimbangan antara Tuhan, manusia, dan alam.
“Melalui kegiatan seperti Eco Bhinneka, nilai ini dapat dihidupkan kembali secara nyata,” ujarnya.
Sutadi, S.H., Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN) Kalbar menambahkan,
“Dalam ajaran Khonghucu, konsep San Cai menegaskan hubungan antara manusia, Tuhan, dan alam. Perbedaan bukan ancaman, melainkan kekuatan untuk bekerja sama menjaga semesta.”
Melalui tayangan video, Pastor Yusbat Ses Pasionis, Sekretaris Keuskupan Agung Pontianak, turut menyampaikan apresiasi kepada Muhammadiyah atas inisiatif lintas iman ini.
“Kegiatan ini membawa kami pada rasa persatuan dalam keberagaman, dan menegaskan bahwa keadilan iklim adalah bagian dari keadilan sosial dan spiritual,” katanya.
Dari Pameran Hijau hingga Faith Walk
Di luar ruang seminar, Pameran Komunitas Hijau yang menampilkan praktik baik dari seluruh daerah pelaksana program Eco Bhinneka Muhammadiyah, mulai dari kisah perjalanan program, inovasi komunitas lintas iman, hingga kerajinan ramah lingkungan dan karya kreatif pemuda serta perempuan.
Sesi paralel seperti Ecofeminisme Jalan Keadilan Iklim dan Praktik Baik dalam Eco Teologi mengajak peserta merenungkan peran kasih, kesetaraan, dan keadilan dalam merawat bumi.
Puncak acara pada hari kedua ditandai aksi “Walk for Earth and Unity”, yang akan diikuti lebih dari 300 peserta lintas agama dan komunitas, dan akan dilepas langsung oleh Wali Kota Pontianak.
Tentang Eco Bhinneka Muhammadiyah
Muhammadiyah menginisiasi sebuah program yang bertujuan merawat kerukunan dengan mengajak umat lintas-iman bersama-sama melestarikan lingkungan. Program ini dikenal dengan nama “Eco Bhinneka”. Program Eco Bhinneka merupakan bentuk dukungan Muhammadiyah pada Joint Initiative for Strategic Religious Action (JISRA), yang dilaksanakan di 4 (empat) wilayah, yaitu di Pontianak (Kalimantan Barat), Ternate (Maluku Utara), Surakarta (Jawa Tengah), dan Banyuwangi (Jawa Timur). Informasi lebih lanjut tentang kegiatan Eco Bhinneka dapat disimak melalui website ecobhinnekamuhammadiyah.org, maupun instagram: @ecobhinneka. (*)
Farah / Sukowati