TAJDID.ID~Surakarta || “Saya dulu mengira Muhammadiyah itu hanya gerakan keagamaan untuk umat Islam saja,” ujar Kristina (17), pelajar SMA dan anggota komunitas lintas iman, saat ditemui di sela Jambore Pelajar Lingkungan dan Keberagaman di Kantin Danau Universitas Muhammadiyah Surakarta, Minggu (10/8). “Tapi setelah ikut kegiatan ini, saya melihat bahwa Muhammadiyah sangat terbuka dan peduli terhadap semua, tanpa memandang agama.”
Awalnya, Kristina datang hanya karena tertarik pada tema lingkungan. Namun, interaksi hangat dengan panitia dan peserta lain mengubah cara pandangnya. “Saya merasa diterima sepenuhnya. Kami berdiskusi, membuat eco-bricks, menanam pohon, dan merencanakan aksi bersama. Tidak ada sekat antara kami yang berbeda agama,” ujarnya.
Tak hanya berpartisipasi, Kristina bahkan menyumbangkan kreativitasnya dengan membuat gameboard klasifikasi sampah yang ia rancang sendiri. Game edukatif ini dimainkan bersama seluruh peserta jambore, memadukan keseruan dan pembelajaran tentang cara memilah sampah organik, anorganik, dan B3.
“Saya ingin mengajak teman-teman belajar sambil bermain. Ternyata semua sangat antusias,” tambahnya.
Bagi Kristina, pengalaman ini membuka kesadaran bahwa menjaga lingkungan bukan hanya tugas pegiat lingkungan profesional, tetapi panggilan semua orang. “Ternyata, gerakan seperti Muhammadiyah punya peran besar mengajak masyarakat peduli lingkungan. Mereka mengemasnya dengan cara ramah, kreatif, dan melibatkan semua pihak,” katanya.
Menurutnya, simbolisasi pemberian bibit pohon dan peluncuran maskot “Elo” di acara tersebut memberikan pesan kuat bahwa aksi nyata bisa dimulai dari langkah kecil.
“Kalau mau lingkungan lestari, kita harus kerja bareng, lintas iman, lintas usia, dan lintas latar belakang,” ujarnya.
Kristina pun pulang dengan tekad baru. Ia berencana mengajak komunitasnya meniru model kolaborasi ini. “Muhammadiyah telah menunjukkan bahwa merawat bumi adalah bagian dari merawat kemanusiaan. Itu yang akan saya bawa pulang,” pungkasnya. (Uswa)