TAJDID.ID || Hasil penyelidikan kepolisian Metro Jaya menyatakan Arya Danu Pangayunan (ADP) wafat karena bunuh diri di kamar kostnya sendiri, atau tidak menemukan tindak pidana dalam kematiannya tersebut termasuk tidak ada keterlibatan orang lain,
Kesimpulan ini sontak membuat keluarga almarhum tidak diterima, termasuk sebagian besar netizen di media sosial, karena kesimpulan tersebut seolah tidak akurat, nyata merugikan keluarga. Bahkan ada pula anggapan Polisi mencoba mengalihkan seolah ada sebab lain yang sifatnya privat yang sebenarnya tidak ada kaitannya dan belum tentu kebenarannya untuk itu.
Menanggapi hal tersebut, Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra mengatakan,
sikap ketidakterimaan keluarga dan publik ini bisa saja terjadi, antara lain bila ada Kesalahan dan kekeliruan dalam penyelidikan. Menurutnya dapat saja penyidik kurang fokus, atau dapat saja ada fakta yang tidak dimunculkan atau kurang lengkap, serta pengumpulan data yang tidak konsisten, sehingga mempengaruhi akurasi penstrukturan fakta dan kualitas analisis simpulan hasil penyeledikan.
Karenanya, kata Azmi, hendaknya kepolisian masih membuka penyelidikan secara transparan, berinteraksi dengan publik, termasuk diuji ulang ke publik, dengan kembali mengambil langkah konkrit menelusuri dan mengidentifikasi detail waktu dan tempat pergerakan ADP dalam rentang beberapa bulan terakhir sebelum kematiannya. Termasuk juga pemeriksaan yang intensif dengan mengumpulkan informasi relevan yang valid dan mendalami barang bukti lainnya, untuk mengetahui apakah ada orang yang mengancam atau menguntit ADP melalui panggilan telpon, kontak email , meneror atau intimidasi?
“Termasuk apakah si ‘pembunuh bayaran ini’ yang diinstruksikan oleh pihak tertentu ini bersiasat agar kejadian tersebut seolah sebagai bunuh diri?,” kata Azmi.
“Misal apakah korban terlebih dahulu dianiaya di suatu tempat,dan dilakban sampai mati, kemudian dibawa ke kamar kostnya dan dibiarkan di kostan seolah- olah bunuh diri?” imbuhnya.
Menurut Azmi, karakteristik seperti ini adalah tipu muslihat, menyusun manipulasi bukti di Tempat Kejadian Perkara yang di skenariokan si pembunuh, padahal tindakan mereka tersebut merupakan pembunuhan yang matang direncanakan dan penuh perhitungan.
“Sebab kalau bunuh diri cendrung biasanya ada tanda-tanda pesan yang bisa disinyalir keluarga atau kolega dekat dalam pergaulannya, misal jika ia menghadapi tekanan, termasuk biasanya membuat surat perpisahan terakhir kepada sanak keluarga,” jelas.
Mengingat sampai saat ini masih belum diterima oleh keluarga maupun rasa kebenaran, serta keadilan publik yang masih memiliki catatan kejanggalan, maka Azmi menyarankan Polisi masih membuka kembali atas penyelidikan penyebab kematian ADP guna menemukan peristiwa yang sebenarnya.
“Ini soal kepercayaan publik pada lembaga Kepolisian. Jadi beresiko jika Polri tidak cermat, atau menyimpulkan sesuatu jika tidak tepat atau berpihak , menimbulkan pada citra polri dan reaksi masyarakat.” ujarnya.
Karenanya Azmi mendorong Polri untuk profesional dan objektif. ,(*)