TAJDID.ID~Medan || Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (FKIP UMSU), Yulhasni, menyampaikan kritik terhadap kebijakan pemerintah melalui Permendikbudristek Nomor 48 Tahun 2022 tentang penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri (PTN), termasuk revisinya melalui Permendikbudristek Nomor 62 Tahun 2023. Ia menyoroti penetapan kuota minimal 20 persen untuk jalur SNBP, minimal 40 persen untuk SNBT, dan maksimal 30 persen untuk jalur mandiri sebagai regulasi yang bisa berdampak buruk bagi daya tahan perguruan tinggi swasta (PTS).
Menurut Yulhasni, aturan tersebut secara tidak langsung mengarahkan PTN untuk menerima lebih banyak mahasiswa dari jalur seleksi nasional yang terpusat, sehingga memperkecil ruang bagi mahasiswa yang sebelumnya menjadi segmen utama PTS, terutama mereka yang tertarik pada jalur mandiri. “PTS bisa kehilangan calon mahasiswa potensial dalam jumlah signifikan karena PTN kini membuka pintu lebih lebar dengan tarif yang makin kompetitif,” ujarnya.
Ia menambahkan, di tengah tantangan ekonomi dan menurunnya minat lulusan SMA/SMK untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, kebijakan ini justru membuat posisi PTS semakin terjepit. Yulhasni mengusulkan agar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi meninjau kembali aturan tersebut, dengan mempertimbangkan keseimbangan ekosistem pendidikan tinggi nasional. “Jangan sampai kebijakan ini membuat jurang antara PTN dan PTS semakin dalam, dan menggerus peran strategis PTS dalam pemerataan akses pendidikan tinggi,” jelasnya.
Dikatakan Yulhasni, tidak ada mekanisme distribusi calon mahasiswa secara adil. Negara seakan membiarkan arus seleksi berjalan liar, tanpa kendali dan tanpa mekanisme korektif.
Selain itu, tidak ada kuota nasional yang secara proporsional membagi calon mahasiswa antara PTN dan PTS.
Kemudian, tidak ada sistem zonasi atau subsidi silang yang menyeimbangkan daya tampung dengan daya dukung kelembagaan. “Akibatnya, banyak PTS harus menutup program studi, merumahkan dosen, atau bahkan tutup permanen akibat kekurangan mahasiswa baru,” sebut Yulhasni.
Yulhasni menegaskan, PTN, apalagi yang menggunakan dana negara, wajib mengumumkan jumlah kuota, jumlah pendaftar, rasio kelulusan, dan mekanisme seleksi secara terbuka. “Begitu juga jalur mandiri, harus diawasi ketat agar tidak menjadi ruang gelap komersialisasi pendidikan,’’ pungkas Yulhasni. (*)