TAJDID.ID~Tuban || Dukungan terhadap inisiatif besar Pimpinan Pusat Muhammadiyah terkait Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) terus mengalir. Di Tuban, dukungan itu datang langsung dari jajaran Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM).
Dalam acara kajian dan konsolidasi organisasi yang digelar Sabtu, 28 Juni 2025, di aula utama SMK Pelayaran Muhammadiyah Tuban, Ketua PDM Tuban, Masrukin, menyatakan komitmennya mendukung penuh penerapan KHGT. “Langkah ini strategis, bukan hanya untuk Muhammadiyah, tapi untuk umat Islam dunia,” ujarnya.
Pernyataan itu menyusul peluncuran resmi KHGT oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada 25 Juni 2025. Inisiatif ini, menurut Masrukin, menjadi penanda penting dalam ikhtiar menyatukan ritme keagamaan umat Islam secara global dari pengaturan awal Ramadan hingga penetapan Idulfitri dan Iduladha.
Di luar aspek teknis astronomi dan hisab, KHGT dinilai mengandung nilai-nilai spiritual, sosial, hingga simbolik. “Ini bukan sekadar soal tanggal. Ini tentang kesatuan umat,” kata Masrukin.
Pasalnya, KHGT bukan hanya menyentuh aspek teknis penanggalan atau metode hisab, tetapi juga mengandung makna simbolik dan spiritual yang sangat dalam.
Sejumlah media Muhammadiyah maupun nasional telah menyoroti peluncuran KHGT sebagai terobosan besar dalam dunia Islam. Muhammadiyah berharap, dengan sistem kalender tunggal berbasis hisab hakiki, umat Islam tidak lagi terpecah dalam penentuan hari-hari besar keagamaan.
“Kalender Hijriyah Global Tunggal telah dilaunching oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dan dinyatakan berlaku sejak tahun ini 1447 Hijriyah, sehingga kita ini seperti barisan yang lurus, bangunan yang kokoh, artinya hendaknya kita mengikuti keputusan dari pimpinan pusat,”tegas Masyrukin.
Ia mengatakan, hal tersebut adalah upaya konkrit menuju kesatuan umat Islam global. Tidak lagi ada perbedaan Idulfitri di satu negara dengan negara lain. Tidak lagi umat Islam bingung merayakan hari besar keagamaan yang seharusnya satu suara.
KHGT menggunakan metode hisab hakiki dengan kriteria visibilitas hilal global yang ilmiah, objektif, dan dapat diverifikasi oleh komunitas astronomi dunia.
Muhammadiyah mengusung pendekatan ini sebagai langkah untuk keluar dari kerancuan dan dualisme penentuan awal bulan yang selama ini terjadi hampir setiap tahun. Tak jarang, umat Islam di Indonesia terbagi antara dua atau tiga versi penentuan 1 Ramadhan dan 1 Syawal.
Perlu difhami bahwa perjalanan KHGT mulus tanpa tantangan. Tentunya sebagian kalangan mempertanyakan apakah konsep ini akan diterima oleh dunia Islam secara luas. Negara-negara dengan otoritas keagamaan yang kuat seperti Arab Saudi atau Mesir belum tentu serta-merta menerima sistem penanggalan global ini.
Tapi bagi Muhammadiyah, gagasan ini adalah bagian dari dakwah pencerahan berbasis ilmu pengetahuan, keterbukaan, dan akurasi. (*)
✒️ Iwan Abdul Gani