Dalam perspektif ekonomi, penelitian menunjukkan bahwa konsumsi minuman manis yang tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko masalah kesehatan yang pada gilirannya dapat meningkatkan biaya kesehatan yang ditanggung baik oleh individu maupun masyarakat secara keseluruhan. Tingginya prevalensi penyakit terkait gaya hidup yang disebabkan oleh konsumsi minuman berpemanis dapat memberikan beban ekonomi yang besar bagi sistem kesehatan dan masyarakat.
Oleh karena itu, diperlukan upaya pengendalian konsumsi minuman berpemanis melalui kebijakan cukai sebagai instrumen untuk mengurangi dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat. Cukai adalah pajak yang dikenakan pada barang-barang tertentu yang dianggap memiliki dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat atau lingkungan, serta barang-barang yang dianggap mewah.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, cukai didefinisikan sebagai pungutan negara yang dikenakan terhadap barang tertentu yang dikonsumsi di dalam negeri, baik yang diproduksi di dalam negeri maupun yang diimpor.
Cukai bertujuan untuk mengendalikan konsumsi barang-barang tersebut serta untuk meningkatkan penerimaan negara. Cukai juga berfungsi sebagai instrumen kebijakan publik untuk mengurangi konsumsi barang-barang yang berpotensi merugikan kesehatan masyarakat, seperti minuman manis yang mengandung gula tinggi. Dalam konteks ini, pemerintah dapat menggunakan cukai sebagai alat untuk mengatur perilaku konsumsi masyarakat dan mendorong gaya hidup yang lebih sehat.
Studi di negara-negara yang telah menerapkan cukai pada minuman berpemanis, seperti Meksiko dan Berkeley, California, menunjukkan penurunan konsumsi minuman manis setelah kebijakan ini diberlakukan. Sebagai contoh, penelitian di Berkeley mengungkapkan bahwa pengenaan pajak sebesar $0,01 per ons pada minuman berpemanis mampu menurunkan konsumsi sebesar 9,6% dalam jangka waktu satu tahun (Falbe et al., 2016). Temuan ini mengindikasikan bahwa kebijakan cukai dapat menjadi instrumen yang efektif untuk mengubah perilaku konsumsi masyarakat dan mendorong mereka beralih ke pilihan minuman yang lebih sehat, seperti air atau minuman rendah kalori.
Pengenaan cukai pada minuman berpemanis juga dapat menghasilkan pendapatan tambahan bagi pemerintah, yang dapat dimanfaatkan untuk mendanai program-program kesehatan masyarakat. Hasil dari pajak ini dapat dialokasikan untuk menjalankan inisiatif yang bertujuan meningkatkan kesadaran akan pola makan yang sehat dan mengurangi prevalensi penyakit terkait konsumsi gula, seperti diabetes dan penyakit kardiovaskular (Wang et al., 2012). Dengan demikian, pengenaan pajak pada minuman manis tidak hanya berfungsi sebagai alat pengendalian konsumsi, tetapi juga sebagai sumber dana untuk mendukung program kesehatan yang lebih luas.
Penelitian ini bertujuan untuk bagaimana penerapan cukai minuman berpemanis dapat menjadi instrumen kebijakan yang efektif dalam mengendalikan konsumsi minuman manis dan mengurangi dampak kesehatan yang merugikan bagi masyarakat di Indonesia. Kebijakan cukai ini diharapkan dapat menekan konsumsi minuman dengan kandungan gula yang tinggi dan mendorong masyarakat untuk beralih ke minuman yang lebih sehat, sehingga dapat menurunkan risiko penyakit tidak menular yang terkait dengan konsumsi gula berlebih, seperti obesitas, diabetes, dan penyakit kardiovaskular.
Bersambung ke Halaman 3