Di hari kedua kegiatan Tur Rumah Ibadah, peserta belajar tentang aksi nyata mewujudkan keadilan iklim lewat energi terbarukan di Gedung Dakwah Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang sudah menggunakan solar atap sebagai sumber energi alternatifnya.
“Langkah nyata ini mampu mengurangi biaya pemakaian listrik dari fosil. Jika solar panelnya berfungsi secara maksimal, biaya pengeluaran listrik per bulannya bisa lebih hemat Rp 15 juta, dari yang biasanya lebih dari Rp 40 juta per bulan,” ungkap Hening, Wakil Ketua Majelis Lingkungan Hidup (MLH) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.
Gerakan Muhammadiyah dilandasi oleh spirit Al Maun termasuk dalam gerakan melestarikan lingkungan.
“Al Maun adalah salah satu surat di dalam Al Quran yang menjadi spirit gerakan Muhammadiyah untuk memperhatikan dan menyantuni saudara-saudara kita yang fakir, miskin, dan yatim. Kini berkembang menjadi ‘Green Al Maun’, di mana Muhammadiyah melihat fakir, miskin, dan yatim akibat terdampak krisis iklim,” kata Hening.
Muhammadiyah memiliki Majelis Lingkungan Hidup sejak 18 tahun lalu, dengan harapan Muhammadiyah berkontribusi menyadarkan umatnya untuk lebih peduli terhadap lingkungan. Tidak hanya solar atap, gedung ini juga memiliki saluran pengelolaan air limbah yang digunakan kembali untuk menyiram tanaman dan kendaraan.
Pengetahuan tentang energi peserta semakin bertambah dari kunjungan ke Masjid Istiqlal. Masjid terbesar di Asia Tenggara ini dilengkapi dengan solar atap berkekuatan lebih dari 15 kilowatt peak yang memasok 16% kebutuhan listrik masjid. Pemanfaatan solar atap di gedung Masjid Istiqlal ini sudah berlangsung sejak 2019 lalu dengan sistem on grid atau terhubung dengan saluran listrik dari PLN.
Saparwadi, Kepala Humas dan Protokol Badan Pengelola Masjid Istiqlal menyampaikan bahwa pada tahun 2022, Masjid Istiqlal telah mendapatkan penghargaan Green Mosque pertama di dunia dari International Finance Corporation (IFC).
“Bangunan Masjid Istiqlal Jakarta yang memiliki luas 4 hektar dan tanah 9,6 hektar ini, kini sudah menggunakan 504 solar panel yang alhamdulillah telah membantu menghemat anggaran hingga 100 juta rupiah dari total rata-rata 200 juta rupiah perbulannya,” ungkap Saparwadi.
Selain pemanfaatan energi matahari, Masjid Istiqlal juga melakukan konservasi air dengan cara menghemat jumlah debit air wudhu yang keluar dan mengolahnya kembali untuk digunakan menyiram pohon dan tanaman di area masjid.
Dari Masjid Istiqlal, peserta bertemu Romo Pandita Mettiko, di Klenteng Hok Tek Tjeng Sin / Wihara Amarvabhumi. Klenteng yang sudah berusia lebih dari 100 tahun ini bertahan di tengah gedung-gedung pencakar langit di tengah kota Jakarta. Sebuah bukti nyata bagaimana kehidupan duniawi harus diimbangi hubungan manusia dengan Tian / Tuhan dan alam sekitar yang terus menerus berubah.
“Manusia yang memelihara bumi, ia menyediakan jalan ke surga. Lingkungan yang bersih dan lestari akan nyaman ditinggali bagi semua, namun jika rusak maka kita semua terkena dampaknya,“ ungkap Romo Pandita Mettiko.
“Kalau kita tidak bersaudara dalam iman, kita masih bisa bersaudara dalam kemanusiaan, mari bersama-sama kita rawat lingkungan hidup kita,” imbuhnya. (*)
Kontributor: Farah Adiba