TAJDID.ID~Medan || Kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) FISIP UMSU, Dewata Sakti, mengungkapkan kekecewaannya melihat transformasi gerakan kader Muhammadiyah di Sumatera Utara yang cenderung mengalami kemandekan.
Dewata Sakti mengatakan, sebagai rumah gerakan Mahasiswa Muhammadiyah, IMM merupakan sebuah wadah yang begitu ideal disediakan oleh Muhammadiyah dalam melakukan tranformasi regenerasi.
Dituturkannya, dimulai ber-Ikatan Pelajar Muhammadiyah pada jenjang SMP dan SMA sampai kuliah. Kemudian pada tahap kuliah diberi pilihan ber-Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Setelah itu bisa ber-Pemuda Muhammadiyah dan bagi yang perempuan bisa berNasyiatul Aisyiyah serta bisa juga berkiprah di ortom-ortom lainnya yang bisa meningkatkan skill seorang kader seperti Tapak Suci dan Hizbul Wathan,
“Kerangka berproses ini sangat baik kita pandang secara penjenjangan, tetapi hari ini kita melihat ada sedikit permasalahan dilatarbelakangi ego kepentingan pribadi antar sesama lembaga laboratorium kader dan hal ini dianggap biasa oleh berbagai kalangan,” ujar Dewata Sakti, Rabu (7/6/2023).
“Menurut saya cara berpikir yang salah telah merasuki dalam jalan Da’wah dan Membesarkan Muhammadiyah,” imbuhnya.
Dewata Sakti menilai, sikap suuzon yang begitu besar menghantui antar sesama lembaga dan hal ini membuat mandeknya transformasi gerakan. Salah satunya dalam mendiasporakan kader di tempat-tempat strategis yang akan membantu pengembangan dan penguatan gerakan secara eksternal.
“Sikap ini adalah suatu bentuk stagnasi dalam pergerakan dan mengancam kemunduran berpikir, serta ketertinggalan oleh lembaga lain diluar Muhammadiyah dalam wilayah instrumen pengambil kebijakan,” tegas Dewata Sakti.
“Khususnya wilayah Sumatera Utara, beberapa kali Muhammadiyah gagal mengantarkan kader representatifnya sebagai perwakilan di DPD RI. Seharusnya, ini menjadi PR besar dan sekaligus tanda tanya di tengah potensi kader Muhammadiyah yang begitu besar di Sumatera Utara,” tambahnya.
Maka dari itu, menurut Dewata Sakti sekarang ini sangat penting mengintegrasikan antar lembaga Ortom dalam rangka tujuan yang sama, yaitu jalan dakwah dan membesarkan Muhammadiyah. Harus ada kejelasan, bagi mereka yang dibesarkan oleh Muhammadiyah dan diantarkan menuju lembaga strategis adalah kader-kader murni yang jelas prosesnya dalam berkader.
“Sekaligus memegang prinsip ‘Hidup-Hidupilah, Jangan Mencari Hidup Di Muhammadiyah”. Maknanya adalah ketika lembaga strategis itu telah diraih kebermanfaatan mereka harus menyentuh sendi-sendi kehidupan warga Persyarikatan Muhammadiyah, bukan hanya sekedar simbol layaknya patung yang dipajang,” pungkasnya. (*)