• Setup menu at Appearance » Menus and assign menu to Top Bar Navigation
Jumat, September 5, 2025
TAJDID.ID
  • Liputan
    • Internasional
    • Nasional
    • Daerah
      • Pemko Binjai
    • Pemilu
      • Pilkada
    • Teknologi
    • Olah Raga
    • Sains
  • Gagasan
    • Opini
    • Esai
    • Resensi
  • Gerakan
    • Muhammadiyah
      • PTM/A
      • AUM
      • LazisMu
      • MDMC
      • MCCC
      • LabMu
    • ‘Aisyiyah
    • Ortom
      • IPM
      • IMM
      • Pemuda Muhammadiyah
      • KOKAM
      • Nasyiatul ‘Aisyiyah
      • Hizbul Wathan
      • Tapak Suci
    • Muktamar 49
  • Kajian
    • Keislaman
    • Kebangsaan
    • Kemuhammadiyahan
  • Jambangan
    • Puisi
    • Cerpen
  • Tulisan
    • Pedoman
    • Tilikan
    • Ulasan
    • Percikan
    • Catatan Hukum
    • MahasiswaMu Menulis
  • Syahdan
  • Ringan
    • Nukilan
    • Kiat
    • Celotehan
  • Jepretan
    • Foto
No Result
View All Result
  • Liputan
    • Internasional
    • Nasional
    • Daerah
      • Pemko Binjai
    • Pemilu
      • Pilkada
    • Teknologi
    • Olah Raga
    • Sains
  • Gagasan
    • Opini
    • Esai
    • Resensi
  • Gerakan
    • Muhammadiyah
      • PTM/A
      • AUM
      • LazisMu
      • MDMC
      • MCCC
      • LabMu
    • ‘Aisyiyah
    • Ortom
      • IPM
      • IMM
      • Pemuda Muhammadiyah
      • KOKAM
      • Nasyiatul ‘Aisyiyah
      • Hizbul Wathan
      • Tapak Suci
    • Muktamar 49
  • Kajian
    • Keislaman
    • Kebangsaan
    • Kemuhammadiyahan
  • Jambangan
    • Puisi
    • Cerpen
  • Tulisan
    • Pedoman
    • Tilikan
    • Ulasan
    • Percikan
    • Catatan Hukum
    • MahasiswaMu Menulis
  • Syahdan
  • Ringan
    • Nukilan
    • Kiat
    • Celotehan
  • Jepretan
    • Foto
No Result
View All Result
tajdid.id
No Result
View All Result

Ihwal Penggunaan Hisab

M. Risfan Sihaloho by M. Risfan Sihaloho
2022/04/02
in Islam, Kemuhammadiyahan, Muhammadiyah, Nasional
0
Bagikan di FacebookBagikan di TwitterBagikan di Whatsapp

 

Macam-macam Hisab

Secara umum hisab sebagai metode perhitungan awal bulan kamariah dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu (1) hisab urfi, dan (2) hisab hakiki.

1 . Hisab Urfi
Hisab urfi, yang terkadang dinamakan pula hisab adadi atau hisab alamah, adalah metode perhitungan untuk penentuan awal bulan dengan berpatokan tidak kepada gerak hakiki (sebenarnya) dari benda langit Bulan. Akan tetapi perhitungan itu didasarkan kepada rata-rata gerak Bulan dengan mendistribusikan jumlah hari ke dalam bulan secara berselang-seling antara bulan bernomor urut ganjil dan bulan bernomor urut genap dengan kaidah-kaidah tertentu. Dengan kata lain hisab urfi adalah metode perhitungan bulan kamariah dengan menjumlahkan seluruh hari sejak tanggal 1 Muharam 1 H hingga saat tanggal yang dihitung berdasarkan kaidah-kaidah yang keseluruhannya adalah sebagai berikut:

  1. Tahun Hijriah dihitung mulai 1 Muharam tahun 1 H yang jatuh bertepatan dengan hari Kamis 15 Juli 622 M atau hari Jumat 16 Juli 622 M (ada perbedaan pendapat ahli hisab urfi tentang ini).
  2. Tahun Hijriah dibedakan menjadi tahun basitat (tahun pendek) dan tahun kabisat (tahun panjang).
  3. Jumlah hari dalam satu tahun untuk tahun basitat adalah 354 hari, dan tahun basitat itu ada 19 tahun selama satu periode 30 tahun.
  4. Jumlah hari dalam satu tahun untuk tahun kabisat adalah 355 hari, dan tahun kabisat itu ada 11 tahun dalam satu periode 30 tahun.
  5. Jumlah seluruh hari dalam satu periode 30 tahun adalah 10631 hari.
  6. Tahun kabisat adalah tahun-tahun kelipatan 30 ditambah 2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21, 24, 26, dan 29 (namun ada banyak variasi jadwal tahun kabisat selain ini).
  7. Umur bulan dalam 1 tahun menurut hisab urfi berselang-seling antara 30 dan 29 hari.
  8. Bulan-bulan yang bernomor urut ganjil dipatok usianya 30 hari.
  9. Bulan-bulan bernomor urut genap dipatok usianya 29 hari, kecuali bulan Zulhijah, pada setiap tahun kabisat diberi tambahan umur satu hari sehingga menjadi 30 hari.

Konsekuensi dari metode penetapan bulan kamariah seperti dikemukakan di atas adalah bahwa mulainya bulan kamariah dalam hisab urfi tidak selalu sejalan dengan kemunculan Bulan di langit: bisa terdahulu atau bisa bersamaan atau bisa terlambat dari kemunculan Bulan di langit. Misalnya bulan Ramadan dalam hisab urfi ditetapkan umurnya 30 hari karena merupakan bulan bernomor urut ganjil (bulan ke-9), padahal bulan Ramadan berdasarkan kemunculan Bulan di langit bisa saja berumur 29 hari.

Kelemahan hisab urfi adalah:

  1. Tidak ada kepastian tentang tanggal 1 Muharam 1 H apakah bertepatan dengan hari Kamis 15 atau hari Jumat 16 Juli 622 M dan perbedaan itu akan mengakibatkan perbedaan penetapan awal bulan baru.
  2. Tidak ada kesepakatan tentang jadwal tahun kabisat, sehingga perbedaan itu akan berakibat perbedaan perhitungan dan mulai awal bulan baru.
  3. Hisab urfi dapat mengakibatkan mulai bulan baru sebelum Bulan di langit lahir atau sebaliknya bisa terjadi belum masuk bulan baru pada hal Bulan di langit sudah terlihat secara jelas; hal itu karena mulai dan berakhirnya bulan urfi tidak selalu sejalan dengan gerak faktual Bulan di langit.
  4. Dengan penggunaan hisab urfi untuk waktu 2571 tahun, kalender Hijriah urfi harus dikoreksi karena kelebihan satu hari sebagai akibat dari sisa waktu 2,8 detik tiap bulan belum didistribusikan ke dalam bulan dan tahun. Sisa waktu itu terakumulasi dalam tempo tersebut mencapai satu hari.
  5. Kurang sejalan dengan sunnah Nabi saw tentang Ramadan, karena hisab urfi mematok usia Ramadan 30 hari secara tetap, sementara Rasulullah saw sendiri Ramadannya terkadang 30 hari dan terkadang 29 hari sesuai dengan gerak sebenarnya Bulan di langit, dan bahkan Ramadan beliau lebih banyak 29 hari [menurut Ibn ¦ajar (w. 852 H / 1449 M) dari sembilan kali Ramadan yang dialaminya, hanya dua kali beliau puasa Ramadan 30 hari, selebihnya 29 hari].

Baca juga:

  • Sidang Isbat Tahun ini Muhammadiyah Tak Diundang

  • Sebut Hisabnya Muhammadiyah Lain daripada yang Lain, Ainun Najib Akhirnya Minta Maaf

 

2 . Hisab Hakiki

Hisab hakiki adalah metode penentuan awal bulan kamariah yang dilakukan dengan menghitung gerak faktual (sesungguhnya) Bulan di langit sehingga bermula dan berakhirnya bulan kamariah mengacu pada kedudukan atau perjalanan Bulan benda langit tersebut. Hanya saja untuk menentukan pada saat mana dari perjalanan Bulan itu dapat dinyatakan sebagai awal bulan baru terdapat berbagai kriteria dalam hisab hakiki untuk menentukannya.

Atas dasar itu terdapat beberapa macam hisab hakiki sesuai dengan kriteria yang diterapkan masing-masing untuk menentukan awal bulan kamariah. Berbagai kriteria dimaksud adalah:

  1. Ijtimak sebelum fajar (al-ijtima’ qabla al-fajr). Kriteria ini digunakan oleh mereka yang memiliki konsep hari dimulai sejak fajar, bukan sejak matahari terbenam. Menurut kriteria ini, apabila ijtimak terjadi sebelum fajar bagi suatu negeri, maka saat sejak fajar itu adalah awal bulan baru, dan apabila ijtimak terjadi sesudah fajar, maka hari itu adalah hari ke-30 bulan berjalan dan awal bulan baru bagi negeri tersebut adalah sejak fajar berikutnya. Faham seperti ini dianut oleh masyarakat Muslim di Libia. Dalam konteks pembuatan kalender internasional, penganut hisab ini menjadikannya sebagai kriteria kalender internasional dengan rumusan apabila ijtimak terjadi sebelum fajar pada titik K (=Kiribati: bagian bumi paling timur), maka seluruh dunia memasuki bulan baru. Apabila pada titik K itu ijtimak terjadi sesudah fajar, maka hari itu merupakan hari ke-30 bulan berjalan dan awal bulan baru adalah esok harinya. Di lingkungan Muhammadiyah hisab ini dianut oleh Ustaz M. Djindar Tamimy.
  2. Ijtimak sebelum gurub (al-ijtima’ qabla al-gurūb). Kriteria ini menentukan bahwa apabila ijtimak terjadi sebelum matahari tenggelam, maka malam itu dan esok harinya adalah bulan baru, dan apabila ijtimak terjadi sesudah matahari terbenam, maka malam itu dan esok harinya adalah hari penggenap bulan berjalan, dan bulan baru dimulai lusa. Penganut hisab ini memulai hari sejak saat matahari terbenam, dan hisab ini tidak mempertimbangkan apakah pada saat matahari terbenam bulan berada di atas ufuk atau di bawah ufuk.
  3. Bulan terbenam sesudah terbenamnya matahari (moonset after sunset) pada suatu negeri. Menurut kriteria ini, apabila pada hari ke-29 bulan kamariah berjalan, matahari terbenam pada suatu negeri lebih dahulu daripada Bulan dan Bulan lebih belakangan, maka malam itu dan esok harinya dipandang sebagai awal bulan baru bagi negeri itu, dan apabila matahari terbenam lebih kemudian dari Bulan dan Bulan lebih dahulu, maka malam itu dan esok harinya adalah hari-30 bulan kamariah berjalan, dan bulan baru dimulai lusa. Dalam kriteria ini tidak dipertimbangkan apakah ijtimak sudah terjadi atau belum. Kriteria ini diajukan oleh Ahmad Muhammad Syakir (1892-1951) pada tahun 1939 dalam upayanya untuk menyatukan penanggalan Hijriah sedunia dengan menjadikan Mekah sebagai marjaknya. Kemudian dipakai oleh kalender Ummul Qura (kalender resmi pemerintah Arab Saudi) pada fase ketiga dalam perjalanan kalender tersebut, yaitu antara tahun 1998 s/d 2003. Namun kemudian kriteria ini direvisi oleh kalender tersebut karena kasus bulan Rajab 1424 H di mana pada hari ke-29 Jumadal Akhir, yaitu hari Rabu tanggal 27-08- 2003, matahari terbenam (pada pukul 18:45 waktu Mekah) lebih dahulu dari Bulan yang terbenam pada pukul 18:53, padahalsaat itu belum terjadi ijtimak (yang berarti bulan belum cukup umur) sebab ijtimak baru terjadi pukul 20:26 waktu Mekah. Jadi ternyata bahwa tidak selalu apabila Bulan tenggelam sesudah matahari, ijtimak terjadi sebelum matahari tenggelam. Bisa terjadi ijtimak belum terjadi meskipun Bulan tenggelam sesudah matahari tenggelam. Revisi yang dilakukan oleh Kalender Ummul Qura adalah dengan menambahkan syarat bahwa ijtimak terjadi sebelum terbenamnya matahari dan inilah yang berlaku sekarang. Dengan demikian kriteria kalender ini menjadi sama dengan kriteria yang disebutkan pada angka 5) di bawah, hanya saja dalam kalender Ummul Qura ukuran tenggelamnya Bulan adalah piringan bawahnya.
  4. Imkan rukyat (visibilitas hilal). Menurut kriteria ini, bulan baru dimulai apabila pada sore hari ke-29 bulan kamariah berjalan saat matahari terbenam, Bulan berada di atas ufuk dengan ketinggian sedemikian rupa yang memungkinkannya untuk dapat dilihat. Para ahli tidak sepakat dalam menentukan berapa ketinggian Bulan di atas ufuk untuk dapat dilihat dan ketiadaan kriteria yang pasti ini merupakan kelemahan kriteria bulan baru berdasarkan imkan rukyat.
  5. Hisab hakiki dengan kriteria wujudul hilal. Menurut kriteria ini bulan kamariah baru dimulai apabila pada hari ke-29 bulan kamariah berjalan saat matahari terbenam terpenuhi tiga syarat berikut secara kumulatif, yaitu (1) telah terjadi ijtimak, (2) ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam, dan (3) pada saat matahari terbenam Bulan (piringan atasnya) masih di atas ufuk. Apabila salah satu dari kriteria tersebut tidak dipenuhi, maka bulan berjalan digenapkan tiga puluh hari dan bulan baru dimulai lusa. Kriteria ini digunakan oleh Muhammadiyah dan argumennya dapat dilihat pada Bab IV buku ini. Kriteria ini juga digunakan oleh kalender Ummul Qura sekarang, hanya marjaknya adalah kota Mekah. Dalam konteks pembuatan kalender Islam internasional, kalender Ummul Qura dengan kriteria seperti ini diusulkan dalam sidang “Temu Pakar II untuk Pengkajian Perumusan Kalender Islam” tanggal 15-16 Oktober 2008 sebagai salah satu nominasi kalender yang akan dipilih dari empat usulan kalender yang diajukan untuk menjadi kalender Hijriah internasional.

Apa yang dikemukakan di atas memperlihatkan bahwa hanya dua kriteria terakhir (nomor 4 dan 5) yang menjadikan keberadaan Bulan di atas ufuk sebagai syarat untuk memasuki bulan kamariah baru di samping kriteria ijtimak sebelum magrib. Sedangkan tiga kriteria penentuan awal bulan pertama tidak mensyaratkan keberadaan Bulan di atas ufuk saat matahari terbenam pada hari konjungsi. Keberadaan Bulan di atas ufuk itu penting mengingat ia adalah inti makna yang dapat disarikan dari perintah Nabi saw melakukan rukyat dan menggenapkan bulan 30 hari bila tidak dapat dilakukan rukyat. Bulan yang terlihat pastilah di atas ufuk saat matahari terbenam dan Bulan pasti berada di atas ufuk saat matahari terbenam apabila bulan kamariah berjalan digenapkan 30 hari.

Hanya saja dalam hisab imkan rukyat yang menuntut keberadaan Bulan harus pada posisi yang bisa dirukyat menimbulkan kesukaran untuk menentukan apa parameternya untuk dapat dirukyat, sehingga terdapat banyak sekali pendapat mengenai ini. Untuk itu hisab hakiki wujudul hilal lebih memberikan kepastian dibandingkan dengan hisab imkan rukyat. (*)

Sumber: Buku “PEDOMAM HISAB MUHAMMADIYAH”, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah 1430 H/2009.

Page 2 of 2
Prev12
Previous Post

Hadapi Teknologi yang Kiat Pesat, Rektor UM Bandung Sebut 4 Kemampuan Ini Harus Dikuasai

Next Post

Perbedaan Penetapan Awal Ramadhan, Prof Abdul Mu'ti: Bukan Soal Salah Benar, Tapi Soal Keyakinan dan Pilihan

Related Posts

XLSMART Hadirkan Program Apresiasi Spesial di Hari Pelanggan Nasional 2025

XLSMART Hadirkan Program Apresiasi Spesial di Hari Pelanggan Nasional 2025

5 September 2025
101
Membaca Pola Aksi Demonstrasi

Membaca Pola Aksi Demonstrasi

4 September 2025
163
Kalau Mau Cari Uang Jadilah Guru dan Pedagang

Kalau Mau Cari Uang Jadilah Guru dan Pedagang

4 September 2025
108
Muhammadiyah Surabaya turut Ikrar Jogo Suroboyo Menguatkan Persatuan Jauhi Permusuhan

Muhammadiyah Surabaya turut Ikrar Jogo Suroboyo Menguatkan Persatuan Jauhi Permusuhan

4 September 2025
109
Terpilih Secara Aklamasi, Bani Pratama Pimpin PMII UNIMED Periode 2025–2026

Terpilih Secara Aklamasi, Bani Pratama Pimpin PMII UNIMED Periode 2025–2026

3 September 2025
118
Mahasiswa Kessos FISIP UMSU Hidupkan Semangat Kemandirian UMKM Lewat Program “Kencleng Baper”

Mahasiswa Kessos FISIP UMSU Hidupkan Semangat Kemandirian UMKM Lewat Program “Kencleng Baper”

3 September 2025
169
Next Post
Urung Jadi Wamen, ini Alasan Abdul Mu’thi

Perbedaan Penetapan Awal Ramadhan, Prof Abdul Mu'ti: Bukan Soal Salah Benar, Tapi Soal Keyakinan dan Pilihan

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

TERDEPAN

  • Tiga Puisi Tentang Nabi Muhammad SAW Karya Taufiq Ismail

    Tiga Puisi Tentang Nabi Muhammad SAW Karya Taufiq Ismail

    50 shares
    Share 20 Tweet 13
  • Said Didu Ingin Belajar kepada Risma Bagaimana Cara Melapor ke Polisi Biar Cepat Ditindaklanjuti

    42 shares
    Share 17 Tweet 11
  • Din Syamsuddin: Kita Sedang Berhadapan dengan Kemungkaran yang Terorganisir

    39 shares
    Share 16 Tweet 10
  • Putuskan Sendiri Pembatalan Haji 2020, DPR Sebut Menag Tidak Tahu Undang-undang

    36 shares
    Share 14 Tweet 9
  • Kisah Dokter Ali Mohamed Zaki, Dipecat Usai Temukan Virus Corona

    36 shares
    Share 14 Tweet 9

© 2019 TAJDID.ID ~ Media Pembaruan & Pencerahan

Anjungan

  • Profil
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kirim Tulisan
  • Pasang Iklan

Follow Us

No Result
View All Result
  • Liputan
    • Internasional
    • Nasional
    • Daerah
      • Pemko Binjai
    • Pemilu
      • Pilkada
    • Teknologi
    • Olah Raga
    • Sains
  • Gagasan
    • Opini
    • Esai
    • Resensi
  • Gerakan
    • Muhammadiyah
      • PTM/A
      • AUM
      • LazisMu
      • MDMC
      • MCCC
      • LabMu
    • ‘Aisyiyah
    • Ortom
      • IPM
      • IMM
      • Pemuda Muhammadiyah
      • KOKAM
      • Nasyiatul ‘Aisyiyah
      • Hizbul Wathan
      • Tapak Suci
    • Muktamar 49
  • Kajian
    • Keislaman
    • Kebangsaan
    • Kemuhammadiyahan
  • Jambangan
    • Puisi
    • Cerpen
  • Tulisan
    • Pedoman
    • Tilikan
    • Ulasan
    • Percikan
    • Catatan Hukum
    • MahasiswaMu Menulis
  • Syahdan
  • Ringan
    • Nukilan
    • Kiat
    • Celotehan
  • Jepretan
    • Foto

© 2019 TAJDID.ID ~ Media Pembaruan & Pencerahan

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In