TAJDID.ID~Medan || Pakar komunikasi kebencanaan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Dr Rudianto MSi mengatakan, pandemi Covid-19 bukan bencana biasa, tapi adalah sebentuk Trans System Social Ruptures (TSSR) yang ciri penyebarannya ke seluruh penjuru dunia dengan cepat, tidak jelas asal-muasalnya dan potensi korbannya dalam jumlah besar.
Dalam konteks TSSR, solusi kumunitas lokal dan parsial tidak memadai dalam penanganan bencana Pandemi Covid-19. TSSR mensyaratkan herd-immunity harus menyeluruh, tidak hanya pada satu daerah, satu wilayah dan satu negara, tapi seluruh dunia.
“Coba kita perhatikan, ada negara yang sudah mengumumkan sudah bebas Covid-19, namun kemudian tiba-tiba melonjak lagi. Ini artinya, selama negara lain belum selesai penanggulangan Covid-19 nya, maka tidak ada jaminan sebuah negara betul-betul terbebas dan tidak berpotensi kembali melonjak,” ungkap Rudianto ketika jadi narasumber dalam Webinar KOMUNITALK yang diselenggarakan Magister Ilmu Komunikasi UMSU, Sabtu (14/8).
Oleh karena itu, Wakil Rektor III UMSU ini menegaskan, bahwa pandemi Covid-19 menuntut keterlibatan banyak pihak dalam mencari solusinya.
Lebih lanjut disampaikannya, komunikasi kebencanaan Pandemi Covid-19 adalah salah satu aspek yang penting diperhatikan, antara lain tentang pengelolaan informasi bencana, akurasi dan kecepatan data, koordinasi antar lembaga, keterlibatan media massa dan kepedulian situasi.
Menurut Rudianto, dalam konteks inilah jurnalisme responsif pandemi Covid-19 urgen untuk dikembangkan. Misalnya, terkait pemberitaan Covid 19, sorotan pers mestinya lebih proporsional.
“Artinya tidak melulu menampilkan versi elit politik dan pengambil kebijakan, tapi juga pemberitaan media seharusnya memberikan ruang lebih dan fokus pada masyarakat. Contohnya, tentang vaksinasi yang faktanya masih mengalami persoalan di tengah-tengah masyarakat, mestinya harus lebih disorot oleh pers, agar kemudian bisa dicari solusinya,” kata Rudianto.
Kemudian, lanjut Rudianto, tantangan lain dari jurnalisme responsif pandemi Covid-19 itu adalah bagaimana terus berupaya mencegah disinformasi dan hoaks yang marak terjadi di tengah-tengah masyarakat.
“Peran dan tanggungjawab media sangat besar untuk membendung disinformasi dan hoaks . Kuncinya, mereka harus mampu meningkatkan profesionalisme sehingga mampu mengedukasi publik dengan menyajikan berita yang akurat, berimbang, memihak kebenaran dan kepentingan rakyat,” sebutnya.
Selain itu, kata Rudianto, jurnalisme responsif pandemi harus juga tercermin dari independensi media yang senantiasa proaktif mengontrol kebijakan dan komitmen pemerintah dalam menanganai Covid-19. (*)