Site icon TAJDID.ID

Masyarakat Kelas Menengah Diam: Ancaman Senyap bagi Demokrasi di 2025

Oleh: Nashrul Mu’minin

Di tengah gegap gempita teknologi dan arus informasi yang kian deras, demokrasi Indonesia di tahun 2025 menghadapi tantangan baru yang justru datang dari dalam: yakni pasifnya masyarakat kelas menengah. Kelompok yang seharusnya menjadi garda terdepan penjaga nilai-nilai demokrasi ini justru terlena dalam zona nyaman, sambil membiarkan ruang publik dikuasai oleh segelintir elite politik dan pemilik modal. Padahal, Al-Qur’an telah mengingatkan:

*وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ قَالُوا سَمِعْنَا وَهُمْ لا يَسْمَعُونَ*

“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang berkata, ‘Kami mendengar,’ padahal mereka tidak mendengar.” (QS. Al-Anfal: 21).

Ayat ini menggambarkan betapa berbahayanya sikap pasif—mengaku peduli tetapi tak bertindak. Di tahun 2025, ketika demokrasi seharusnya semakin matang, justru ada gejala “kematian perlahan” karena masyarakat kelas menengah—yang notabene terdidik dan terinformasi—memilih untuk diam. Mereka sibuk dengan urusan pribadi, karir, atau sekadar menjadi penonton di media sosial tanpa kontribusi nyata. Padahal, demokrasi hanya hidup jika ada partisipasi aktif.

Ada beberapa faktor yang membuat masyarakat kelas menengah di Indonesia tahun 2025 enggan terlibat dalam proses demokrasi:

Kelelahan Politik

Setelah tahun-tahun sebelumnya diwarnai oleh polarisasi politik yang tajam, banyak dari mereka yang memilih untuk “menghindar” dari diskusi politik. Mereka merasa lelah dengan perdebatan yang tak berujung, sehingga lebih memilih fokus pada kehidupan pribadi. Padahal, Rasulullah ﷺ bersabda:

*مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ*

“Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya.” (HR. Muslim).

Diam di tengah ketidakadilan sama saja dengan membiarkan kerusakan merajalela.

Ilusi Kestabilan Ekonomi

Kelas menengah merasa nyaman selama kebutuhan ekonominya terpenuhi. Mereka abai terhadap ketimpangan sosial karena merasa tidak langsung terdampak. Padahal, Al-Qur’an mengingatkan:
*وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً*

“Dan takutlah kalian akan fitnah (bencana) yang tidak hanya menimpa orang-orang zalim di antara kalian saja.” (QS. Al-Anfal: 25).

Ketika demokrasi melemah, semua lapisan masyarakat—termasuk kelas menengah—akan merasakan akibatnya.

Dominasi Media Sosial yang Pseudo-Aktif

Banyak dari mereka yang merasa sudah “berkontribusi” dengan like, share, atau komen pedas di Twitter/X, tanpa tindakan nyata. Ini adalah *aktivisme semu*—seolah peduli, tetapi tak ada dampak riil. Allah berfirman:

*يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ*

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu lakukan?” (QS. Ash-Shaff: 2).

Jika kondisi ini terus berlanjut, demokrasi Indonesia di 2025 akan menghadapi tiga ancaman besar:

Dominasi Oligarki Politik

Tanpa pengawasan publik yang kritis, kebijakan akan semakin dikendalikan oleh segelintir orang. Al-Qur’an memperingatkan:
*وَلا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ*

“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim, nanti kamu akan disentuh api neraka.” (QS. Hud: 113).

Melemahnya Check and Balance

Ketika masyarakat tidak kritis, DPR, pemerintah, dan lembaga penegak hukum bisa bekerja tanpa tekanan publik. Padahal, Islam mengajarkan:

*كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ*

“Jadilah kalian penegak keadilan.” (QS. An-Nisa’: 135).

 

Krisis Kepemimpinan di Masa Depan

Jika generasi terdidik tak mau terlibat, yang muncul adalah pemimpin-pemimpin berkualitas rendah. Nabi ﷺ bersabda:

*إِذَا ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ*

“Jika amanah telah disia-siakan, maka tunggulah kehancuran.” (HR. Bukhari).

Masyarakat kelas menengah harus bangkit dari pasifitasnya dengan:

Pertama, kritis terhadap kebijakan publik, bukan hanya mengeluh di grup WhatsApp.

Kedua, terlibat dalam pengawasan pemilu dan proses demokrasi lainnya.

Ketiga, memilih pemimpin yang berintegritas, bukan sekadar ikut tren.

Keempat, mendidik generasi muda untuk peduli terhadap nasib bangsa.

Allah berfirman:

*وَلا تَهِنُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ*

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah pula kamu bersedih, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kamu benar-benar beriman.” (QS. Ali Imran: 139).

Demokrasi tidak akan bertahan jika hanya mengandalkan pemerintah atau aktivis. Masyarakat kelas menengah harus turun tangan. Jika tidak, Indonesia 2025 akan menjadi contoh nyata bagaimana sebuah bangsa bisa kehilangan roh demokrasinya—bukan karena diktator, tetapi karena *diamnya orang-orang yang seharusnya bersuara.

“Katakanlah: ‘Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu.'” (QS. At-Taubah: 105).

Penulis adalah Content Writer Yogyakarta

Exit mobile version