Site icon TAJDID.ID

Jurnalistik Wasathiyah

Ilustrasi.

Oleh: M. Yoserizal Saragih, S.Ag, M.I.Kom
Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial UIN-SU

 

Tulisan ini mengulas tentang jurnalistik wasathiyah atau moderat yang sedang fenomena digaungkan saat ini. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang pentingnya menanamkan nilai-nilai yang berprinsip wasathiyah.

Istilah moderat akhir-akhir ini sering digunakan karena moderat dapat memberikan pencerahan kepada umat Islam tentang ajaran Islam yang progresif, aktual dan tidak ketinggalan zaman. Walapun terkesan mengalami distorsi, istilah moderat mampu membersihkan nama besar Islam saat ini. Citra Islam yang tadinya dicemari oleh ulah oknum tertentu, terklarifikasi dengan adanya moderat yang santun, ramah dan bersahabat.

Wasathiyah (moderat) adalah ajaran Islam yang mengarahkan umatnya agar adil, seimbang, bermaslahat dan proporsional, atau sering disebut dengan kata moderat dalam semua dimensi kehidupan.Umat Islam adalah khiyarunnas (umat pilihan), yang harus mampu menjadi penengah (wasath). Salah satu permasalahan umat saat ini adalah tidak mau menghargai perbedaan pendapat, mengadu domba, kemudian menyebarkan berita-berita yang ngandung unsur ujuran kebencian, dan lain sebagainya.

Ciri-ciri ajaran Islam wasathiyah yaitu memahami realitas bahwa dalam ajaran Islam ada yang attawabit atau tetap iman, aqidah dan pokok-pokok ibadah dan al mutaghoyyirot atau bisa berubah sesuai perkembangan zaman, aulawiyah yaitu mengerti mana yang harus didahulukan, mengerti cara untuk membuat mudah masyarakat dalam ajaran Islam, selalu melihat ayat-ayat secara komperhensif dan tidak terpotong-potong serta terbuka, mau dialog dengan kelompok lain.

Menurut pandangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Islam Wasathiyah merupakan ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi segenap alam semesta. Islam Wasathiyah adalah Islam tengahuntuk terwujudnya umat terbaik (khairu ummah). Allah Swt menjadikan umat Islam pertengahan (wasath) dalam segala urusan agama, seperti dalam hal kenabian, syari’at dan lainnya.

Berdasarkan penjelasan tersebut, wasatihiyah yang dikenal dengan istilah moderat ini sangat penting diterapkan pada kalangan jurnalistik. Karena kalau kita lihat secara sekilas dunia jurnalistik saat ini terdapat ketimpangan-ketimpangan diluar jalur kodratnya. Di mana,Jurnalistik yang dikenal sebagaiaktivitas atau profesi penulisan untuk suratkabar, majalah, atau situs web berita atau menyiapkan berita untuk disiarkan atau akan disebar luaskan kepada khalayak.

Dengan pengamalan wasathiyah umat Islam baik Indonesia maupun dunia dapat mewujudkan kehidupan keagamaan yang berkemajuan dan toleran, maksudnya dapat membentuk kehidupan kemasyarakatan yang damai dan saling menghargai dalam merealisasikan kehidupan kebangsaan yang inklusif, bersatu dan berkeadapan serta menciptakan kehidupan kenegaraan yang demokratis dan nomokratis.

Maka dari itu, dengan adanya konsep wasathiyan dalam dunia jurnalistik dapat menjadikan penengah di tengah-tengah masyarakat saat ini serta dapat memberikan nilai-nilai kedamaian dan ketentraman dalam kehidupan.
Pengertian Jurnalistik Wasathiyah

Sebelum memahami makna jurnalistik wasathiyah terlebih dahulu kita memahami makna parsial dari jurnalistik dan wasathiyah itu sendiri. Secara etimologi, jurnalistik berasal dari dua suku kata, yakni jurnal dan istik.

Dalam bahasa Perancis, journ berarti catatan atau laporan harian. Sedangkan kata istik merujuk pada kata estetika yang berarti ilmu pengetahuan tentang keindahan.

Secara sederhana jurnalistik diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan setiap hari. Jurnalistik bukanlah pers, bukan pula massa. Jurnalistik adalah kegiatan yang memungkinkan pers atau media massa bekerja dan diakui eksistensinya dengan baik.

Sedangakan dalam kamus jurnalistik diartikan sebagai kegiatan untuk menyiapkan, mengedit, dan menulis untuk surat kabar, majalah, atau berkala lainnya. Menurut Ensiklopedi Indonesia, jurnalistik adalah bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi tentang kejadian dan atau kehidupan sehari-hari (pada hakikatnya dalam bentuk penerangan, penafsiran, dan pengkajian) secara berkala, dengan menggunakan sarana-sarana penerbitan yang ada.

Istilah jurnalistik juga terkandung makna sebagai suatu seni atau keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan informasi dalam bentuk berita secara indah agar dapat diminati dan dinikmati, sehingga bermanfaat bagi segala kebutuhan pergaulan hidup khalayak.

Secara luas, pengertian jurnalistik adalah seni dan keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayaknya, sehingga terjadi perubahan sikap, sifat, pendapat, dan perilaku khalayak sesuai dengan kehendak para jurnalisnya.

Menurut A.W. Wijaja menyatakan bahwa jurnalistika adalah suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan dengan cara menyiarkan berita ataupun ulasannya mengenai berbagai pristiwa atau kejadian sehari-hari yang aktual dan faktual dalam waktu secepat-cepatnya. Menurut F. Fraser Bond dalam An Introduction to Journalism menyebutkan bahwa jurnalistik adalah segala bentuk yang membuat berita dan ulasan mengenai berita sampai pada kelompok pemerhati.

Sain itu, Roland E. Wolseley menyebutkan dalam Understanding Magazines bahwa jurnalistik adalah pengumulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan, dan penyebaran informasi umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematik dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada surat kabar, majalah, dan disiarkan di stasiun siaran.

Erik Hodgind, juga menybutkan bahwa jurnalistik adalah pengiriman informasi dari sini ke sana dengan benar, seksama, dan cepat, dalam rangka membela kebenaran dan keadilan berpikir yang selalu dapat dibuktikan. Menutut pendapat Haris Sumadiria, jurnalistik adalah kegiatan menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa jurnalistik adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan peristiwa atau berita melalui media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya.

Sedangkan,makna wasathiyah adalah berasal dari Alqur’an yang berarti umat yang tengah-tengah. Maksud umat tengah-tengah adalah umat yang bersikap adil, tidak berada di (ekstrem) kiri atau kanan. Wasathiyah merupakan kerangka berpikir, bersikap dan bertingkah laku yang ideal, penuh keseimbangan dan propesional dalam syariat Islam yang tertanam dalam pribadi muslim.

Secara etimologi kata wasath berarti sesuatu yang ada di tengah, atau sesuatu yang memiliki dua belah ujung yang ukurannya sebanding. Sedangkan secara epistimologi makna wasath adalah nilai-nilai Islam yang di bangun atas dasar pola pikir yang lurus dan pertengahan, tidak berlebihan dalam hal tertentu.

Secara bahasa makna wasathiyah itu sendiri adalah kata wasath berarti sesuatu yang ada di tengah. Dalam Mufradât Alfâzh Al-Qur’ân menyebutkan secara bahasa bahwa kata wasath ini berarti sesuatu yang memiliki dua belah ujung yang ukurannya sebanding.Namun, makna al-wasathiyah adalah sikap mengikuti yang lebih utama, lebih pertengahan, lebih baik dan lebih sempurna.

Adapun makna istilah wasathiyah ini biasanya digunakan dengan menggunakan dasar dalil dari QS. al-Baqarah ayat 143. Makna ummatan wasathan pada surat al- Baqarah ayat 143 adalah umat yang adil dan terpilih. Maksudnya, umat Islam ini adalah umat yang paling sempurna agamanya, paling baik akhlaknya, paling utama amalnya. serta Allah swt telah menganugerahi ilmu, kelembutan budi pekerti, keadilan, dan kebaikan yang tidak diberikan kepada umat lain. Oleh sebab itu, mereka menjadi ummatan wasathan, umat yang sempurna dan adil yang menjadi saksi bagi seluruh manusia di hari kiamat nanti.

Menurut Al-Asfahaniy menyebutkan bahwa wasathan dengan sawa’unyaitu tengah-tengah diantara dua batas, dengan keadilan, yang tengah-tengan atau yang standar atau yang biasa- biasa saja, wasathan juga bermakna menjaga dari bersikap ifrath dan tafrith. Kata-kata wasath dengan berbagai derivasinya dalam Alqur’an berjumlah 3kali yaitu surat al-Baqarah ayat 143, 238, surat al-Qalam ayat 48.

Yusuf Qardawi juga mengatakan bahwa wasathiyah merupakan ungkapkan dengan istilah tawazun (seimbang). Yang kami maksudkan adalah bersikap tengah-tengah dan seimbang antara dua aspek yang saling berseberangan; di mana salah satu aspek tidak mendominasi seluruh pengaruh dan menghilangkan pengaruh aspek yang lain; di mana salah satu aspek tidak mengambil hak yang berlebihan sehingga mempersempit hak aspek yang lain.

Adapun makna seimbang di antara kedua aspek yang berlawanan, adalah membuka ruang masing-masing aspek secara luas; memberikan hak masing-masing secara adil dan seimbang, tanpa penyimpangan, berlebih-lebihan, pengurangan, tindakan yang melampaui batas atau merugikan.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dari itu, jika digabungkan dengan jurnalistik akan menjadi jurnalistik wasathiyah (moderasi) yang berarti jurnalistik yang memadukan ataupun jurnalistik yang mengadopsi nilai-nilai dalam konteks maupun realita yang ada sesuai dengan ajaran Alqur’an dan Hadis sehingga dapat memberikan hak masing-masing secara adil serta seimbang tanpa ada penyimpangan yang berlebihan ataupun pengurangan dari suatu tindakan yang merugikan orang lainnya.

Jurnalistik wasathiyah ini juga bisa dikatakan sebagai jurnalistik yang bersifat adil, penengah, seimbang, bermasalahat dan lain sebagainya.

Jurnalistik dalam Arus Globalisasi

Saat ini jurnalistik mengalami perubahan kini teknologi menyebabkan pergeseran pada pola produksi, konsumsi dan distribusi berita. Era globalisasi saat ini praktik jurnalis menjadi kontekstual dengan adanya arus globalisasi. Karena media kini mejadi pusat perhatian masyarakat abad 21.

Dalam era global ini bisa dibilang memberikan pengaruh pada semua bidang kehidupan manusia tak terkecuali jurnalistik. Munculnya internet dengan basis teknologi memunculkan hal baru bagi media seperti; TV, radio, media cetak sebagai tradisional media. Hal ini menjadikan bertambahnya chenel baru bagi para jurnalis untuk menyebarkan berita informasi kepada masyarakat yaitu; internet yang disebut sebagai the new media yang memberikan otonomi kepada user untuk menjadi audience aktif, bahkan secara pada keadaan tertentu, audience memiliki posisi sejajar dengan jurnalis.

Jadi, pengaruh dari the new media saat ini biasa kita rasakan hal ini dapat kita lihat dari perubahan channel informasi dari media tradisional ke media online. Selain itu, mucul konsep citizen media yang yang mendapat tanggapan sceptis dan optimis dari maistream media. Saat ini semua media tradisional di Indonesia sedang berlomba membuat versi online seiring dengan perkembangan jumlah pemakai internet di Indonesia, dimana saat ini sudah mencapai mencapai 196,7 juta jiwa/25% dari total penduduk Indonesia. Ini artinya dunia jurnalistik di Indonesia sedang memasuki era baru globalisasi informasi yang tentunya tidak akan bisa terhidar dari tantangan-tantangan yang ada.

Dalam menghadapi era baru globalisasi informasi tersebut, membangun jurnalistik dengan konsep wasathiyah atau moderat sangatlah penting,karena tugas dari seorang junalis itu adalah untuk menyatakan kebenaran, yang bersifat adil, seimbang, proporsional, serta bermaslahat. Di mana dunia jurnalitik saat ini telah mengalami banyak perubahan-perubahan akibat pengaruh dari globalisasi serta kemajuan teknologi, disini terkadang timbul permasalahan akibat hal tersebut, misalnya terjadi pengaburan nilai-nilai dari suatu berita itu sendiri. Sehingga konsep wasathiyah atau moderat sangatlah penting bagi dunia jurnalistik.

Pentingnya Jurnalistik Wasathiyah

Pentingnya peran Islam moderat (wasathiyah Islam) dalam menjalankan kehidupan baik berbangsa, negara maupun dalam profesi jurnalistik yang menyangkut kehidupan ummat manusia. Di tengah-tengah arus globalisasi saat ini, di sinilah kita memerlukan pemikiran yang jernih dalam melakukan suatu tindakan yang bersifat seimbang. Dalam hal ini kita harus melakukan usaha-usaha yang dapat memperkuat ajaran Islam sehingga menjadi jurnalistik yang bersifat wasathiyah atau moderat.

Menurut Soebagijo dalam buku jagat wartawan Indonesia menyebutkan Zainal Abidin Ahmad sebagai salah satu tokoh pers yang mewakili pers Islam. Ia mengatakan bahwa wartawan yang melandaskan perjuangan ajaran-ajaran Islam.

Jadi, konsep wasathiyahjurnalistik Islam sebetulnya sudah ada sejak lama, namun gambaran lebih jelas tentang itu dirumuskan pada cirinya wasathiyah Islam meliputi keadilan, moderasi, toleransi, kewarganegaraan, keteladanan, islah dan sebagainya.

Jurnalistik yang bersifat moderat atau wasathiyah ini dapat memperkuat wajah Islam serta membawa kedamaian dalam kehdupan baik dalam dunia maupun akhirat. Karena wasathiyah merupakan jakan tengah yang selalu menawarkan kedamian bukan kekacauan, bukan untuk mengadudomba ataupu lainnya, sehingga jurnalistik wasathiyah dapat membawa kehidupan dalam negeri yang berkemajuan dengan berlandaskan keadilan.

Oleh karena itu, dengan adanya jurnalistik wasathiyah (moderat) dapat meningkatkan kualitas dunia pemberitaan serta menjadi suatu dorongan untuk mencapai kerukunan yang damai. Setiap jurnalis itu kebenaran sangatlah penting, karena Islam bukan saja sekedar agama yang mengatur masalah ibadah ritual saja. Namun, juga membentuk worldview (pandangan hidup) atau ideologi yang termasuk dalam jurnalistik.

Dalam Islam memang tidak mengenal istilah jurnalistik, akan tetapi disebutkan senyak 138 kali dalam Alqur’an dengan beragam kata yang berakar dari kata naba’ yang berarti kabar berita. Hal ini menjadikan salah satu landasan pentingnya jurnalistik yang bersifat wasathiyah. Karena tugas seorang junalis itu adalah untuk menyatakan kebenaran.

Membangun Jurnalistik Wasathiyah

Alqur’an menegaskan bahwa Islam merupakan ajaran yang universal yang mana misi kebenarannya melampaui batas-bata suku, bangsa, etnis dan bangsa. Selain itu Islam juga sebagai agama terakhir atau penutup, secara instrinsik jangkauan penyebarannya punharus mendunia. Secara history sosiologis pada abad ini ummat Islam sadar bahwa Islam benar-benar tertantang untuk memasuki panggung penyebaran Islam berskala global, yang disebabkan oleh kemajuan teknologi dan informatika.

Berdasarkan hal tersebut, maka kita sekiranya penting untuk mewujudkan jurnalistik yang bersifat moderat atau wasathiyah sesuai dengan perkembangan zaman. Maka dari itu, perlu adanya langkah ataupun strategi dalam membangun jurnalistik wasathiyah dengan muatan pemikiran keagamaan secara filosofis maupun epistimologis. Untuk menanamkan nilai-nilai yang bersifat wasathiyah ataupun moderat ada beberapa langkah yang dapat digunakan seorang jurnalistik yaitu, sebagai berikut;

1. Sebagai ummat Islam yang baik kita meyakini bahwa setiap manusia drai segi ontologis atau penciptaanya mempunyai karama atau kemulian, apaun warna kulitnya, rasnya, suku, bangsa maupun agamanya. Oleh karen itu, hak kemuliannya sebagai hamba ciptaan Allag Swt harus saling melindungi, memelihara tanpa terkecuali dengan pelanggaran yang telah ditetapkan dalam hukum-hukum Allah (syariat Islam).

2. Bersikap apresiatif dengan fakta keberagaman serta belapang dada, karena perbedaan agama serta keyakinan adalah suatu qadrat dari Allah Swt. Oleh sebab itu, tidaklah mungkin seorang muslim melakukan pemaksaan, intimidasi, apalagi teror terhadap orang lain.

3. Dalam menujudkan transformasi serta perubahan kepada kebaikan dan kebenaran, baik pada diri sendiri (pribadi/induvidu) maupun masyarakat, lakukan dengan cara persuasif sert berkomunikasi yang elegan, bukan indoktrinasi. Disertai sebuah pemahaman bahwa, Allah tidak membebani kita untuk bertanggungjawab atas kekufuran orang-orang kafir atau kesesatan orang-orang yang sesat.

4. Bersikap amanah ataupun jujur dalam beragama tidak saja pada ritual-ritual murni, tapi juga dalam hal-hal yang potensial mencampuradukkan ajaran agama-agama seperti natalan dan do’a bersama atas nama kebersamaan, kebangsaan atau kearifan lokal dan seterusnya. Toleransi tidak bermakna kesediaan mengikuti ritual dan peribadatan di luar keyakinan masing- masing umat beragama. Dengan demikian, masing-masing pemeluk agama merasa legowo dan tidak ada yang merasa tidak dihormati, apalagi dilecehkan, hanya karena sesama anak bangsa berpegang teguh dengan keyakinan dan keimanannya masing-masing.

Agama Islam berperan sebagai pandangan hidup. Karena ia mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku seseorang. Baik dalam kapasitasnya sebagai peribadi/privat maupun pemegang kebijakan pada lembaga tertentu atau publik. Jurnalistik, khususnya di Indonesia sudah seharusnya mengacu pada konsep wasathiyah atau moderat dengan tujuan agar dapatmengantisipasi adanya penyebaran berita yang mengandung ujuran kebencian yang kian marak serta mengundang kekacauan.

***

Berdasarkan pembahasan di atas, bahwauntuk memperjuangkan nilai-nilai ajaran Islam yang moderat dalam kehidupan keagamaan, kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan. Sikap moderat atau wasathiyah yang merupakan bentuk manifestasi ajaran Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi segenap alam semesta.

Sikap moderat ini perlu diperjuangkan untuk lahirnya khairu ummah (umat terbaik). Berdasarkan penjelasan dari pembahasan sebelumnya bahwa jurnalistik wasathiyahtersebut adalah jurnalistik yang bercirikan atau berprinsipkan pada Tawâzun (berkeseimbangan), Tasâmuh (toleransi), I’tidâl (lurus dan tegas), Musâwah (egaliter), Tathawwur wa Ibtikâr (dinamis dan inovatif), Tahadhdhur (berkeadaban), dan qudwathiyah (keteladanan atau pelopor). Selain itu jurnalistik wasathiyah disebut juga sebagai jurnalistik yang bersifat sebagai penengah, adil, berketeladanan, bermaslahat dan proporsional.

Jurnalistik Sebagai Penengah

Menurut Ibnu Faris dalam kitab Maqayisul Lughah menjelaskan bahwa makna أوسطه (auwasathiyah) berarti paling tengah. Hal ini terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 143 bahwa sebagai ummat yang pertengahan dan dalam QS. Al-Hasy ayat 6 menjelaskan bahwa adalah kaum yang paling mulia dan bermartabat adalah kaum penengah.

Jalan tengah atau tawasut merupakan pengamalan serta pemahaman yang ifrat atau tidak berlebihan dalam beragama dan tafrit atau mengurangi ajaran agama. Jadi, dalam bidang dunia jurnalistik menanamkan nilai-nilai tawasut dan menghindari berbuatan yang bersifat radikalisme serta menyebarkan atau menyiarkan suatu berita dengan menanamkan nilai-nilai yang mengandung pesan keIslaman yang valid dan komfrehensif kepada khalayak.

Pemahaman dan pengetahuan yang berprinsipkan nilai-nilai tawasut yang disiarkan tersebut, akan melahirkan sikap moderat pada khalayak. Sehingga tidak terjerumus pada sikap atau prinsip yang berlebih-lebihan (tatarruf)serta mudah saling menyalahkan satu dengan lainnya. Pemahaman yang menjunjung tinggi terhadap wasathiyah atau moderat bisa kita dapatkan dengan menanamkan nilai-nilai tawasut pada suatu pemberitaan. Saat ini banyak kita lihat berbagai media dalam menyampaikan suatu berita terkadang bersikap tatarruf atau berlebih-lebihan sehingga nilai-nilai tawasutnya tersamarkan. Oleh sebab itu, dengan adanya tawasut dapat menjadikan jalan tengah dalam menyampaikan sesuatu tanpa ada saling mencela dan mengejek.

Dalam proses penyampaian berita sangat penting untuk menjunjung tinggi apa yang terdapat dalam bermoderasi beragama. Karena dalam konsep moderat atau wasathiyah dalam nilai-nilai tawasut mengandung pesan tidak saling menyalahkan satu dengan lainnya.

Dalam hal ini, dapat menambah pemahaman serta membentuk kepribadian khalayak yang inklusif, dapat berdialog/berdiskusi dengan baik, serta menghargai perbedaan pendapat yang ada. Sikap dalam menerima pandangan atau pendapat yang berbeda dapat menjadikan modal pokok dalam moderasi beragama. Sikap terbuka yang diadopsi para jurnalistik dalam menyiarkan suatu informasi dapat membawa suana yang sejahtera dan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat.

Jurnalistik yang Tawazun (Seimbang)

Seimbang atau tawazun merupakan keseimbangan atau kesetaraan dalam menjalankan agama kedalam seluruh aspek kehidupan. Maksdunya prinsip moderat ini dapat diwujudkan dalam bentuk kersetaraan dalam aspek pemahaman dan pengamalan agama secara seimbang yang meliputi semua aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi, prinsip yang dapat membedakan antara penyimpangan (inhiraf) dan perbedaan (ikhtilaf). Kesimbangan hungan antara manusia dengan Allah (habluminallah) serta hubungan antara manusia dengan manusia (habluminnas), kemudian seimbang dalam berpendapat.

Hal ini, jika dikaitkan dengan jurnalistik, dalam menyiarkan suatu pristiwa harus seimbang atau tawazun dengan prinsip ini, sehingga dapat mengarahkan masyarakat menjadi ummat manusia yang bermoderasi serta dapat menjadikan kehidupan yang damai. Di mana tugas jurnalistik yang dikenal sebagai penyampai informasi/menyiarkan suatu berita yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia sangat penting untuk menerapkan prinsip tawazun atau seimbang ini.

Berdasarkan hal tersebut, kita dapat memahami bahwa nilai keseimbangan atau tawazun yang ada, kita bisa lihat dengan kesetaraan para jurnalis dalam menyiarkan suatu berita. Penerapan yang dilakukan oleh para jurnalistik bisa kita lihat diberbagai media baik cetak maupun elektronik. Di mana kita dapat memproleh nilai-nilai keseimbangan tersebut melalui apa yang telah disiarkan oleh jurnalistik terutama jurnalistik berbasis Islam. Sikap tawazun ini sangat penting dalam kehidupan kita sebagai seorang muslim kita harus bisa memilih titik yang setara atau seimbang dalam menghadapi suatu persoalan.

Jurnalistik Yang Adil (I’tidal)

Adil atau i’tidah adalah salah satu prinsip moderat atau wasathiyah yang sangat penting dalam dunia jurnalistik. Adil atau i’tidal merupakan menempatkan sesuatu pada tempatnya atau pada haknya untuk memperoleh apa yang menjadi miliknya serta menjalankan kewajiban dan bertanggung jawab berlandaskan profesionalitas serta berpegang teguh pada prinsip ta’dul.

Maksud ta’dul dalam artian bersikap jujur, objektif, dan bersikap adil kepada semua orang kapanpun dan di manapun demi menjaga kemaslahatan atau kebaikan bersama. Makna keadilan menurut pemuka agama adalah adil dalam artian adanya persamaan atau keseimbangan hak bagi setiap manusia. Kemudian adil dalam artian seimbang atau setara maksudnya tidak memihak kepada salah satu individu/kelompok saja untuk mengorbankan yang lain, akan tetapi sama rata. Selain itu, adil dalam menunaikan setiap hak pemiliknya artinya menempatkan sesuatu pada tempatnya sesuai dengan takarannya masing-masing. Serta adil dalam memelihara kewajaran atas eksistensi yang ada.

Keadalian dalam hal ini merupakan salah pokok yang sangat penting dalam bidang jurnalistik. Karena dalam dunia jurnalistik melibatkan intraksi sosial serta melibatkan banyak orang di mana setiap orang mempunyai hak dan kewajibannya masing-masing dan semuanya mempunyai hak untuk dihormati dan dihargai dengan apa yang dimilikinya. Prinsip adil atau i’tidal ini tidaklah dimaknai persamaan segala bidang saja, melainkan dimaknai dengan persamaan hak dalam kebaikan walaupun dengan tugas yang berbeda-beda. Sikap i’tidal dalam bidang jurnalistik bisa dikatakan adil dalam menyampai suatu fakta jangan ada kebohongan, kemudian adil dalam berbuat dengan sesama tim, serta adil dalam menyatakan pendapat kepada khalayak. Sehingga dengan prinsip i’tidal ini akan membawa kehidupan ummat manusia yang damai dan sejahtera serta bermaslahat dengan rukunan.

Jurnalistik Yang Toleransi (Tamasuh)

Tasamuh atau toleransi ini merupakan bagian dari konsep wasathiyah atau moderat prinsip ini sangat penting diterapkan dalam kehidupan. Seperti kita ketahui bahwa toleransi atau tasamuh adalah mengakui dan menghormati perbedaan, baik dalam aspek keagamaan dan berbagai aspek kehidupan lainnya . Tasamuh atau dikenal dengan kata toleransi sangat penting dalam menjalin atau membalut hubungan antar sesama, dalam arti bahwa walaupun berbeda-beda mazhab atau pandangan, namun tetap dapat menjalin kehidupan yang rukun, damai dan tenteram.

Jurnalistik yang merupakan gudang informasi bagi khalayak, tentu akan dapat memahami bahwa toleransi atau tasamuh dalam ummat beragama dalam arti bahwa hidup berdampingan dengan baik berprinsipkan saling menghormati. Karena toleransi tidak dapat mencampuradukkan pemahaman yang beragam melainkan sikap lapang dada agar sehingga dapat menerima keragaman dan membiarkan keragaman tersebut berjalan sesuai dengan keunikannya masing-masing.

Tasamuh atau toleransi tidak hanya dilihat dari segi pemahaman dan keyakinan saja. Namun, dikenal juga secara sosiologis dalam artian bahwa sikap menerima pendapat orang lain yang lebih baik namun tetap berpegang teguh pada prinsip diri sendiri. Prinsip tasamuh ini penting dalam menjalankan kehidupan bersosial serta kehidupan masyarakat yang memiliki kultur yang brbeda-beda.

Sifat tasamuh ini, juga terdapat dalam QS. Al-Maidhah ayat 2 bahwa saling tolong-menolong, merangkul serta menghargai satu sama lainnya. Jadi, ayat tersebut menjadi gambaran bahwa pentingnya saling menghargai perbedaan termasuk cara pandang dalam bidang keagamaan.

Oleh sebab itu, jurnalistik dalam menyampaikan suatu infomasi harus memprioritaskan pendekatan persuasif kultur, diskusi sarta tidak boleh menimbulkan sesuatu kekerasan sehingga informasi yang disebarkan mudah diterima di kalangan khalayak. Dengan prinsip ini dapat menjadikan ummat yang berlandaskan nilai-nilai moderasi dalam beragama. Dan menjadikan ummat yang cinta damai serta berkerukunan.

Jurnalistik Yang Egaliter/Kesetaraan (Al-Musawah)

Dalam kontek jurnalistik di tengah-tengah arus globalisasi saat ini, tidak ada istilah dikotomisasi para jurnalistik. Karena sudah ada Undang-Undang pers untuk jurnalistik itu sendiri. Semua jurnalistik diberlakukan sama rata tidak pandang status sosialnya. Maka dari itu, prinsip egaliter atau kesetaraan (al-muswah) mengharuskan untuk menerapkan nilai-nilai besatu dalam perbedaan (unity in diversity), yang berarti bahwa bersatu walaupun berbeda-beda serta menjadikan warna yang berbeda menjadi satu warna.

Dalam Islam nilai utama dalam dunia jurnalistik adalah menghargai keberagaman karena dalam Islam tersebut menghargai keragaman merupakan sebuah keniscayaan atau sunnatullah yang harus kita imani dan percaya adanya Allah Swt. Keberagaman cintipaan Allah swt, seperti warna kulit, suku, bangsa, bahasa serta sistem berpikir, dan lainnya. Oleh sebab itu, setiap orang harus mengharagai perbedaan tersebut. Dari pentingnya saling menghargai satu sama lainnya tersebut. Prinsip al-musawah atau kesetaraan ini penting untuk diterapkan dalam menjalin kehidupan bersosial atau bermasyarakat. Karena ini merupakan salah satu contoh yang prinsip yang terdapat dalam konsep wasathiyah atau moderat. Dalam prinsip ini semua orang berhak serta berkesempatan untuk mengembangkan dirinya tanpa didiskriminalisasi.

 

Jurnalisti Yang Dinamis dan Inovatif (Tatawwur WaIbtikar)

Prinsip ini sangan penting diterapkan dalam bidang junalistik karena pirnsip ini merupakan pokok penting dalam konsep moderat atau wasathiyah. Dinamis dan inovatif atau tatawwur wa ibtikar ini merupakan prinsip selalu terbuka untuk melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan zaman serta menciptakan hal baru untuk kemaslahatan dan kemajuan umat manusia.

Selain itu, sikapdinamis dan inovatif atau tatawwur wa ibtikar merupakan sikap terbuka terhadap perkembangan zaman serta melakukan hal-hal yang baru untuk kemaslahatan dalam memajukan kehidupan manusia. Sehingga melahirkan suatu inovasi, artinya memperkenalkan ide-ide baru, pelayanan serta cara baru yang lebih manfaat untuk kehidupan ummt manusia. Inovasi dalam hal ini, sangatlah penting dalam memecahkan suatu permasalahan dalam kehidupan bermasyarakat.

Dengan adanya inovasi pada jurnalistik maka akan dapat membawa perubahan yang positif dalam meningkat kualitas dalam bidang jurnalis. Misal pada media sosial yang berperan serupa dengan jurnalistik.

Kehadiran jejaring media sosial seperti facebook, twitter, myspace, instagram, dan lain sebagainya. Sangat berpengaruh pada dunia jurnalistik, kini para jurnalistik dapat dengan cepatnya berkomunikasi dengan narasumber memalai jejaring sosial tersebut.

Bagi jurnalistik hal ini, merupakan suatu inovasi dalam dunia pers tersebut. Dengan demikian, berinteraksi langsung dengan masyarakat. Karena sebagian besar operasi berita online berasal dari jejaring sosial saat pengguna merekomendasikan dan membagikan cerita individual, bukan publikasi individual, satu sama lain.

Berdasarkan perjelasan tersebut, bahwa dengan adanya konsep dinamis dan inovatif atau tatawwur wa ibtikar tersebut, dapat membawa suatu perubahan pada bidang jurnalistik dan pers.

Jurnalistik yang berkeadaban (Tahaddur)

Berkeadaban atau tahaddur merupakan konsep prinsip wasathiyah atau moderat. Hal ini sangat penting dalam dunia jurnalistik. Tahaddur atau berkeadaban disini disebut sebagai sikap yang mengedepankan akhlak alkarimah, identitas, karakter, integritas sebagai ummat yang terbaik dalam berkehidupan bermasyarakat dan berkeadaban. Termasuk dalam dibidang jurnalistik, perbuatan baik yang selalu memperhatikan pentingnya berakhlakulkarimah.

Maka dari itu, pentingnya menerapkan prinsip wasathiyah dalam bentuk tahaddur atau berkeadaban ini akan membawa suatu peradaban yang baru serta dapat membawa suatu perubahan pada ummat manusia yang beradab dan berakhlak. Pembentukan akhlakulkarimah menjadi suatu kewajiban yang harus dijalankan insan pers dalam menuju ummat yang damai dan sejahtera.

Jurnalistik yang menerapkan akhlakulkarimah yang membentuk sikap moderasi yaitu harus saling menghormati, saling tolong menolong, dan lain sebagainya. Kemudian tidak menimbulkan suatu pertikaian atau perdebatan dalam pandangan yang berbeda. Karena di era saat ini di mana ummat Islam dituntut untuk bersikap moderat atau wasathiyah. Ummat Islam sebagai ummat yang moderat harus mampu mengintegrasikan dua dimensi yang berbeda.

Jadi, moderat ala Islam menuntut seorang muslim agar mampu menyikapi sebuah perbedaan, dalam artian bahwa apa yang menjadi perbedaan dari tiap-tiap pandangan maupun aliran tidaklah perlu disama-samakan, dan apa yang menjadi persamaan diantara masing-masing pandangan/pendapat ataupun aliran tidak boleh dibeda-bedakan atau dipertentangkan.

Karena perbedaan merupakan bagian dari sunatullah yang tidak bisa dirubah dan dihapuskan. Hal ini sudah menjadi bagian dari takdir Allah swt. Tinggal kita sebagai ummat manusia saja yang harus belajar bagaimana merealisasikan diri kita sendiri. Maka dari itu, jurnalistik bisa dikatakan sebagai tahaddur atau berkeadaban apabila menjunjung tinggi akhlak mulia, karakter, identitas, dan integritas sebagai khairu ummah dalam kehidupan kemanusiaan dan peradaban. Prinsip dalam konsep ini akan dapat meberikan warna baru bagi masyakarat.

 

Jurnalistik Yang Berketeladanan (Qudwatiyah)

Keteladanan atau kepeloporan yang disebut qudwatiyah adalah melakukan qudwatiyah dalam bidang kebaikan-kebaikan demi kemaslahatan ummat manusia dengan mangadopsi prinsip wasathiyah. Sehingga seseorang atau sekelompok orang dapat dikatakan sebagai moderat apa bila mampu menjadi pelopor atau kemaslahatan ummat manusia serta dapat menjadi teladan bagi diri sendiri maupun untuk orang lain. Karena keteladanan merupakan sebagai konsistensi antara perkataan dengan perbuatan.

Seseorang yang lebih menilai ata apa yang dikerjakan dibanding apa yang dikatakan maksudnya bahasa perbuatan lebih akurat dibandingkan bahasa lisan (lisan al-hal afshah min lisan al-maqal). Sehingga konsistensi perkataan dengan perbuatan akan melahirkan kepercayaan, sehingga dapat menjadi teladan dan pelopor kebaikan bagi orang lain.

Prinsip qudwathiyah ini sangat penting untuk dijadikan teladan dalam bidang jurnalistik. Karena seperti kita ketahui bahwa dalam menyampaikan suatu berita harus memperhatikan apa yang di ucapkan serta harus sesuai dengan perbuatan. Menyapaikan informasi baik bentuk lisan maupun perbuatan dengan cara mengajak ataupun menghimbau masyarakat dengan cara menanamkan nilai-nilai yang bersifat positif.

Berdasarkan perjelasan di atas, prinsip-prinsip moderat atau wasathiyah tersebut seharusnya dapat menyatu dalam paradigma perbuatan seorang muslim baik individu maupun kelompok dalam bidanng kehidupan termasuk dalam dunia jurnalistik karena prinsip ini dapat manjadi manifestasi Islam yang rahmatan lil ‘alamiin. Karena sikap moderasi dapat menciptakan kedamaian. Kedamaian tidak hanya diajarkan oleh agama Islam saja namun, agama-agama yang lainnya juga yang ada dimuka bumi ini.

Nilai-nilai murni dari ajaran Islam itu sendiri merupakan bagian dari konsep moderat atau wasathiyahitu sendiri. Dengan demikian dalam konteks ini hendanya kita dapat memberikan keselamatan, memberikan kedamaian, serta menciptakan kerukunan dalam lingkungan bersosial.

Prinsip-prinsip wasathiyah atau moderat sudah seharusnya tertanam dan terealisasikan dalam perilaku dan sikap seorang muslim baik dalam diri sendiri maupun kelompok dalam berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang jurnalistik.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penjelasan di atas, maka dari itu dapat disimpulkan bawa jurnalistika adalah suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan dengan cara menyiarkan berita ataupun ulasannya mengenai berbagai pristiwa atau kejadian sehari-hari yang aktual dan faktual dalam waktu secepat-cepatnya.

Sedangkan makna wasathiyah merupakan kerangka berpikir, bersikap dan bertingkah laku yang ideal, penuh keseimbangan dan propesional sesaui dengan syariat Islam yang tertanam dalam pribadi seorang muslim.

Maka dari itu, yang dikatakan jurnalistik wasathiyah atau moderat ini adalah jurnalistik yang mengadopsi nilai-nilai yang berlandaskan tingkah laku yang ideal, penuh kesetaraan sesuai dengan ajaran yang terdapat Alqur’an dan hadis baik dalam konteks pemberitaan ataupun peliputan realita yang ada sesuai dengan ajaran Islam, sehingga dapat memberikan hak masing-masing secara adil serta seimbang tanpa ada penyimpangan yang berlebihan ataupun pengurangan dari suatu tindakan yang merugikan orang lainnya.

Jarnalistik wasatihyah ini dianggap penting dalam melawan arus pengaruh dari globalisasi dan perkembangan zaman. Sehingga, dengan adanya jurnalistik wasathiyahdapat membawa warna kehidupan ummat manusia ke arah yang lebih baik lagi. Di mana jurnalistik moderat atau wasathiyah yang dimaksud dalam kajian ini adalah jurnalistik yang menerapkan nilai-nilai tawasut (penengah), tawâzun (berkeseimbangan), tasâmuh (toleransi), i’tidâl (lurus dan tegas), musâwah (egaliter/kesetaraan), tathawwur wa ibtikâr (dinamis dan inovatif), tahaddur (berkeadaban), dan qudwathiyah (keteladanan atau pelopor).Selain itu jurnalistik wasathiyah disebut juga sebagai jurnalistik yang bersifat atau berprinsip berketeladanan, bermaslahat dan proporsional. (*)

Exit mobile version