TAJDID.ID~Jakarta || Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menolak melaporkan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar secara pidana. Penolakan untuk melaporkan Lili secara pidana itu disampaikan Dewas KPK dalam surat balasan kepada mantan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi KPK Sujanarko, serta dua penyidik nonaktif KPK, Novel Baswedan dan Rizka Anungnata.
Surat tertanggal 16 September 2021 tersebut ditandatangani anggota Dewan Pengawas KPK Indriyanto Seno Adji.
Menanggapi hal tersebut, pakar hukum pidana, Azmi Syahputra mengatakan, dengan surat balasan Dewas KPK itu diketahui bahwa Dewas telah berhasil menemukan cukup bukti termasuk delik pidana yang dilakukan oleh Lili Pintauli dalam kapasitasnya sebagai salah seorang komisioner KPK.
Namun, kata Azmi, anehnya Dewas KPK berdalih dalam surat jawabannya untuk tidak mau melaporkan ke penegak hukum karena bukan kewenangan Dewas KPK.
“Karenanya perlu diragukan komitmen Dewas yang seolah melakukan pembiaran karena tidak membuat kasus ini tuntas dan terang serta kurang mampu menjaga kinerja komisioner KPK,” ujar Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) ini lewat keterang tertulisnya yang diterima tajdid.id, Ahad (19/9).
Demi menjaga nama baik kualitas dan integritas KPK, menurut Azmi semestinya Dewaslah yang langsung otomatis melaporkan pidananya kepada kepolisian, bila memang mereka (Dewas) telah menemukan peristiwa pidana dalam pemeriksaan.
“Bukan pula Dewas melempar kepihak lain atau melakukan tindakan yang terkesan menghindar,” kata alumni Fakultas Hukum UMSU ini.
Dewas itu berkewajiban menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau bertentangan maupun pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang KPK.
Melihat tugas dan filosofi kedudukannya Dewas dalam UU KPK berani dan bersikap tegas, maka kata Azmi, apabila dalam pemeriksaan Dewas ditemukan pelanggaran dalam UU KPK, apalagi ada unsur pidana, maka Dewas melaporkan temuan tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Sehingga fungsi Dewas benar optimal, sebagaimana maksud dari tujuan perubahan UU KPK . Dan penerapan putusan dewas sangat menunjang pelaksanaan kinerja KPK dan menunjukkan pemeriksaan dewas bukan sekedar pemeriksaan yang sifatnya asesoris,” kata Azmi
Berbeda dengan apa yang dilakukan Dewas terkait kasus Lili, Azmi mengatakan apa yang dilakukan dewas tidak besar manfaatnya, karena putusan yang seperti itu tidak efektif atau tidak menyelesaikan masalah.
Tentang hal tersebut, Azmi membuat ilustrasi, bahwa ada terjadi pembunuhan dalam sebuah keluarga, pelakunya sudah terlihat, bahkan sudah ditanyai oleh anggota keluarga dan memang benar pelaku membunuh. Selanjutnya otomatis mau di follow up dilaporkan.
“Pertanyaannya kenapa disuruh keluarga lain atau orang lain yang melapor, padahal saksi faktanya adalah keluarga yang melihat dan telah mendengarkan keterangan pelaku tadi. Semestinya anggota keluarga yang menanyai pelaku tadilah yang lebih tepat melapor ke penegak hukum,”tutur Azmi.
“Jadi, sikap Dewas KPK sangat aneh. Dewas melalui pemeriksaannya sudah menyatakan ada perbuatan pidana, namun Dewas tidak mau melaporkan. Ini kan namanya Dewas menyimpangi tugasnya, merintangi untuk meluruskan kinerja pimpinan KPK yang melakukan tindakan yang dilarang dan telah dinyatakan pula bersalah memenuhi unsur pidana,” imbuh Azmi.
Azmi mengatakan, jika demikian yang terjadi maka kedudukan dewan Pengawas patut diragukan. Malahmenurutnya sikap Dewas dalam surat balasannya seolah terkesan membiarkan dan membela pelaku komisioner KPK yang sudah melakukan tindak pidana.
“Jadi melaporkan pidana ini adalah bagian yang otomatis dari tugas Dewas, yaitu mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK. Dan ini bagian rangkaian tugas dari evaluasi kinerja pimpinan KPK, dimana bila ada ditemukan pidananya maka otomatis Dewas melaporkan,” tegasnya.
Alsan tidak ada dalam kewenangan atau dalam UU KPK, menurut Azmi itu adalah alasan yang dicari-cari, apalagi ketua Dewas sering kali menyatakan di beberapa statemnt dipublik ketiadaan dalam UU tidak jadi alasan bagi Dewas, karena selalu ada kesepakatan dengan pimpinan KPK lantaran memiliki pemikiran yang sama untuk kinerja KPK yang lebih baik.
“Begitupun semestinya ketua Dewas dengan melaporkan salah satu komisioner KPK yang perbuatannya telah memenuhi unsur pidana guna memperbaiki organ komisioner KPK agar lebih berintegritas dan berkualitas,” kata Azmi.
BIla Dewas bekerja setengah-setengah begini, kata Azmi, jangan salahkan kalau ada pikiran liar dari masyarakat, yang beranggapan Dewas seolah-olah ada maksud tersembunyi untuk tidak menindaklanjuti, dalam hal ini tidak melaporkan secara pidana.
“Atau bahkan di duga ini akal-akalan menghindar saja dari Dewas atau kelompok yang super power untuk melindungi kelompok tertentu dalam jajaran pimpinan komisoner KPK,” tutup Azmi.
***
Diketahui, Dewas KPK menolak melaporkan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar secara pidana. Lili diketahui sebelumnya divonis melanggar kode etik karena menyalahgunakan pengaruhnya dan berkomunikasi dengan Wali Kota nonaktif Tanjungbalai, M Syahrial terkait perkara jual beli jabatan di Tanjungbalai yang sedang ditangani KPK.
Penolakan untuk melaporkan Lili secara pidana itu disampaikan Dewas KPK dalam surat balasan kepada mantan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi KPK Sujanarko, serta dua penyidik nonaktif KPK, Novel Baswedan dan Rizka Anungnata. Surat tertanggal 16 September 2021 tersebut ditandatangani anggota Dewan Pengawas KPK Indriyanto Seno Adji.
Dalam suratnya, Dewas KPK menyatakan, permasalahan pelaporan itu tidak berhubungan dengan tugas Dewas KPK seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
“Bahwa permasalahan yang Saudara sampaikan tidak terkait dengan tugas Dewan Pengawas KPK sebagaimana tertuang dalam Pasal 37 B Undang-Undang No 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” bunyi surat itu dikutip pada Sabtu (18/9/2021).
Dewas KPK menyatakan perbuatan pidana yang diduga dilakukan Lili merupakan delik biasa, bukan delik aduan. Dengan demikian, siapapun dapat melaporkan perbuatan itu ke penegak hukum, dan tidak harus Dewan Pengawas KPK yang melaporkannya.
Dewas KPK menyebut pihaknya bukanlah aparatur sipil negara (ASN). Atas dasar itu, Dewas tidak punya kewajiban melaporkan adanya perbuatan pidana seperti diatur dalam Pasal 108 ayat (3) KUHAP.
Selain itu, Dewas KPK beranggapan permintaan pegawai untuk melaporkan berdasarkan prinsip fairness tidak tepat.
Sebab pelaporan ke aparat hukum yang dilakukan Dewas berpotensi menimbulkan benturan kepentingan, mengingat Dewas melalui majelis etik telah memeriksa dan memutus dugaan perkara tersebut.
“Bahwa tidak ada ketentuan dalam Peraturan Dewan Pengawas tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku yang mewajibkan Dewan Pengawas untuk melaporkan dugaan perbuatan pidana yang dilakukan oleh Insan Komisi Pemberantasan Korupsi melaporkannya,” seperti dikutip dari surat itu.
Sebelumnya, pegawai nonaktif KPK meminta Dewan Pengawas KPK melaporkan Lili Pintauli Siregar secara pidana pada Rabu (1/9/2021). Hal ini lantaran pelanggaran yang dilakukan Lili dinilai sudah masuk pelanggaran pidana.
“Bahwa sudah menjadi prinsip mendasar bagi lembaga pengawas termasuk BPKP, BPK, dan lembaga pengawas lainnya, bahwa apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, lembaga pengawas wajib melaporkannya ke penegak hukum,” kata perwakilan pegawai, Novel Baswedan, Kamis (2/9/2021).
Novel mengatakan laporan pidana ini didasarkan kepada putusan Dewas yang menyatakan Lili terbukti secara sah telah menyalahgunakan pengaruhnya untuk kepentingan pribadi dan berhubungan dengan pihak lain yang perkaranya sedang ditangani oleh KPK. Hal itu diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dan b Perdewas 2 tahun 2020.
Atas putusan itu, Novel Baswedan mengatakan, secara tidak langsung Dewan Pengawas KPK menyatakan Lili Pintauli telah melakukan perbuatan yang dilarang dalam Pasal 36 UU KPK.
“Pelanggaran terhadap Pasal 36 UU 20 Tahun 2002 artinya telah terjadi pelanggaran pidana,” kata Novel. (*)