Site icon TAJDID.ID

Puisi~puisi Riska Widiana (2)


MATAHARIKU PADAM

 

gugurlah wahai daun-daun
Tak ada yang marah padamu
Siapa yang berani melawan kehendak Tuhan kita
Meskipun kita terus menangis meratapi
Nyawa-nyawa adalah milik Tuhan esa

 

Gugurlah wahai-wahai daun-daun bila sampai usia
Aku berusaha rela melepas apapun bila masanya tiba
Merengkuh takdir yang tiba-tiba meniup nyala terang di dadaku

 

Kubiarkan pada hari itu seluruh bunga-bunga mati
Di samping rumah tempat di mana kenangan pernah terpatri
Tangan ibu mengolah menumbuhkan bunga-bunga di samping rumah kami
Sudah berwarna kecoklatan dan kering
Bahkan sudah ada beberapa yang menemui janjinya untuk pergi

 

Seperti matanya yang selalu berbinar bila menatap kehidupan pada mata anak-anaknya perlahan layu
Dia adalah pemilik matahari dalam dadaku

 

Tepat ketika sore itu mungkin daun-daun kembali gugur
Entahlah, aku tidak melihatnya
Sebab yang terakhir kali kulihat adalah perlahan matahari di dadaku meredup

 

Wajah ibu kian sayu
Tepat pada hari itu ibu menutup matanya yang selalu berbinar
Kini telah jauh meninggalkan kami
Ke pada jarak-jarak yang tak bisa kami tapaki saat ini

 

Riau, 2021

Ilustrasi. (net)

KATAKANLAH  “AKU MENCINTAIMU”

 

Katakanlah sesuatu ke padaku, aku sudah selamat dari gerimis yang menghujani dada ini. Katakanlah sesuatu
Sebelum waktu-waktu melahirkan beribu kebencian
Sebelum penyesalan memotong-motong bahagiamu
Mencekik setiap ingatan itu
Aku menunggu kata-kata itu
Sebelum aku pulang, mengemas kenang pada hari ini
Lalu apa yang tersisa
Bukankah ingatan tetap menganga dan tumbuh subur
Lalu di mana kata-kata aku mencintaimu itu
Saat seluruh gelap-gelap dalam harapan mengepung tubuhmu
Dan kau terperangkap dalam jeruji penyesalan tanpa ujung
Aku tak mampu menyelamatkan
Maka dari itu katakanlah ..
Katakanlah ..
Aku mencintaimu

 

Riau, 2021

Ilustrasi. (net)

AROMA PAGI

Aku suka aroma pagi
Sebab embun-embun seperti mata ibu yang berbinar dan bening
Daun-daun hijau seperti kasih ibu yang selalu segar
Cuaca pagi seperti jiwanya yang jernih

 

Tapi saat itu suatu petang
Gelap-gelap mulai merayap
Usia ibu menemui malam
Dia pulang ke tempatnya paling abadi
Sebelum pagi yang kesebut sebagai mata ibu
Sebab seperti matanya yang jernih menjelaskan ketulusan yang murni
Tapi pagi yang kusebut itu telah sirna
Setelah malam membawanya pergi jauh

 

Riau, 2021

 

Ilustrasi net.

PERJALANAN MENUJU RUMAH

 

Selepas duka memeluk tubuhku
Tak ada lagi hangat yang mendekap
Sebab ibu telah pergi
Kehangatan sirna

 

Perjalanan pulang menuju rumah
Membawa kaku tubuh ibu
Aku menatap pekat malam sepanjang jalan
Seperti perasaanku yang kental membeku
Sebab aku tidak mengerti apakah ini sedih atau apa
Duka itu seperti sebuah beban yang berat menjatuhi kepala

 

Sepanjang perjalanan
Orang-orang sepertu kayu-kayu bisu
Bangunan-bangunan seperti tiada
Perjalananu malam itu seperti tidur dan bermimpi
Dalam sekejap separuh jiwaku seperti runtuh
Setelah aku sadar bahwa ibu benar-benar menemui janjinya ke pada Tuhan

 

Riau, 2021

Riska Widiana. Kelahiran tahun 1997. Kini berdomisili di Riau kabupaten Indragiri hilir. Mulai aktiv menulis pada tahun 2020 hingga kini. Beberapa karyanya pernah termuat di sinar indonesia baru, tirastimes. Tajdid. Co.id. kami anak pantai, cakra dunia, bmrfoxdan beberapa antologi serta dalam komunitas kepenulisan lainnya. Memiliki karya antologi solo ( dalam kata aku mencipta) antologi bersama ( analekta rasa ) kini sedang tergabung dengan komunitas menulis yaitu kepul (kelas puisi alit ) dan kelas menulis bagi pemula. Bisa di hubungi lebih lanjut dengan akun sosial media : fb. Riskawidiana, ig. riskawidiana97 dan alamat email. riskatembilahan@gmail.com.

 

 

Exit mobile version