Site icon TAJDID.ID

Blusukan Jokowi, Abdul Hakim Siagian: Presiden Wajib Berlaku Adil kepada Seluruh Rakyat

TAJDID.ID~Medan || Aksi blusukan Presiden Joko Widodo atau Jokowi  ke sejumlah rumah warga di Sunter Agung, Tanjung Priok, Jakarta Utara pada Kamis tengah malam (15/7/2021)untuk membagikan sembako dan paket obat terus menuai kritikan dari pelbagai pihak.

Baca Juga: Kritisi Blusukan Jokowi, Epidemiolog: Bukti Penanganan Pandemi Amburadul

Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara Bidang Hukum dan HAM, Dr Abdul Hakim Siagian SH MHum menilai apa yang ditunjukkan oleh presiden itu adalah tesis lama yang terus dipraktikkan, dimana sering dalam menyikapi pelbagai masalah, bahkan krisis atau darurat solusinya cuma blusukan.

Bukan cuma itu, kata Abdul Hakim, aksi presiden tersebut tersebut terkesan tidak adil dan diskriminatif. Pada hal, kata adil pada Pancasila dua kali disebut dalam konteks yang berbeda, yakni sila kedua dan kelima.

Ditegaskannya, salah satu kewajiban presiden adalah mematuhi dan menjalankan amanat Pancasila tersebut dan seluruh undang-undang, termasuk  UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan yang dibuatnya sendiri.

“Itulah yang nyatanya sudah dilanggar, diabaikan dan tidak dipatuhi, artinya konstitusi dan sumpahnya,” ujar Abdul Hakim Siagian, Sabtu (17.7/2021).

Ironisnya, Pasal 55 Ayat (1) UU Kekarantinaan Kesehatan mengamanatkan negara menjamin kebutuhan dasar rakyat selama lockdown, tapi Jokowi lebih memilih PPKM lalu membagi-bagikankan sembako kepada sebagian kecil warga sambil diliput media.

Membagi-bagi obat dan kebutuhan rakyat itu memang sangat bagus dan itulah kewajibannya (presiden) yang lain. Namun, kata Abdul Hakim Siagian, itu harus dilakukan secara adil, sesuai dengan sila kedua dan kelima Pancasila.

“Artinya, tidak diskriminatif, apalagi hanya seuprit. Sebagai kepala negara yang bersangkutan wajib berlaku adil kepada seluruh rakyat,” tegasnya.

Abdul Hakim Siagian juga menyinggung soal dana bansos yang dikorupsi. Ia mendesak hukuman maksimal pada semua yang terlibat.

Kemudian, karena informasi itu hak asasi, Abdul Hakim mendesak agar hasil auditnya segera dipublikasikan, apalagi puluhan juta menurut menterinya fiktif.

“Data fiktif ini menyempurnakan bobroknya simduk dan itu kejahatan korupsi yang sangat biadab,” pungkasnya. (*)

 

Exit mobile version