Site icon TAJDID.ID

Hak Asasi Manusia Menurut Perspektif Islam

Abul A`la Maududi

Oleh: Abul A`la Maududi 


Tidak bisa dipungkiri, Islam sesungguhnya mendahului semua paham dan kepercayaan di atas bumi ini dalam meletakkan aturan dan peraturan yang bertujuan untuk menjaga kehormatan dan martabat manusia.

Hal ini dijelaskan dalam firman Allah: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (Al-Isra 17:70)

Hak Asasi Manusia

Harus dipahami, bahwa setiap orang memiliki hak asasi manusia tertentu karena dia adalah manusia, tidak peduli dia warga Negara mana, apakah dia seorang yang beriman atau tidak, atau apakah dia tinggal di hutan atau di gurun.

Karenanya sudah menjadi kewajiban setiap Muslim untuk mengakui hak-hak berikut:

  1. Hak untuk Hidup
  2. Hak atas Keamanan Hidup
  3. Menghormati Kesucian Wanita
  4. Hak atas Standar Hidup Dasar
  5. Hak Individu atas Kebebasan
  6. Hak atas Keadilan
  7. Kesetaraan Manusia
  8. Hak untuk Bekerja Sama dan tidak untuk Bekerja Sama 

 

Hak untuk Hidup

Hak dasar pertama dan terpenting adalah hak untuk hidup. Al-Qur’an yang agung mengatakan: “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.” (Al-Ma’idah 5:32)

Kelayakan mengambil hidup sebagai pembalasan atau hukuman atas perbuatan pembunuhan atau melakukan subversi maupun korupsi hanya dapat diputuskan oleh pengadilan yang tepat. Selama perang hanya pemerintah yang mapan yang dapat memutuskannya.

Dalam hal apapun, Al-Qur’an menjelaskan: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya). (Al-An`am 6: 151)

Pembunuhan dengan demikian dibedakan dari perusakan kehidupan yang dilakukan untuk mengejar keadilan. Rasulullah SAW telah menyatakan pembunuhan sebagai dosa terbesar setelah politeisme. Dia berkata, “Dosa terbesar adalah menghubungkan sesuatu dengan Allah dan membunuh manusia.”

Dalam ayat-ayat Al-Qur’an ini dan hadits Nabi (damai dan berkah besertanya) kata ‘jiwa’ (nafs) telah digunakan secara umum. Ini tidak hanya merujuk pada suku, ras, agama, atau negaranya sendiri. Perintah itu berlaku untuk semua manusia.

 

Hak atas Keamanan Hidup

Segera setelah ayat dalam Al-Qur’an yang disebutkan sehubungan dengan hak untuk hidup, Allah berfirman: “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. “ (Al-Ma’idah 5:32).

Ada beberapa bentuk penyelamatan seseorang dari kematian. Jika seseorang sakit atau terluka, merupakan kewajiban untuk memberinya pertolongan medis. Jika dia sekarat karena kelaparan, itu adalah tugas seseorang untuk memberinya makan. Jika dia tenggelam, adalah tugas seseorang untuk menyelamatkannya.

Oleh karena itu, dianggap sebagai kewajiban seseorang untuk menyelamatkan setiap nyawa manusia, karena hal itu diatur dalam Al-Qur’an.

 

Kesucian Wanita

Unsur penting ketiga dalam piagam hak asasi manusia yang diberikan oleh Islam adalah kehormatan perempuan, yang harus dihormati dan dilindungi setiap saat, terlepas dari asal usulnya.

Seorang Muslim tidak boleh melecehkannya secara fisik dalam keadaan apa pun. Semua hubungan promiscuous dilarang baginya. Peringatan Al-Qur’an tentang hal ini adalah: “Jangan mendekati (batas) perzinahan.” (Al-Isra ’17:32)

Hukuman berat telah dijatuhkan untuk kejahatan ini, dan tidak ada keadaan yang meringankan yang ditunjukkan. Karena pelanggaran kesucian seorang wanita dilarang dalam Islam, seorang Muslim yang melakukan kejahatan ini tidak dapat lepas dari hukuman – baik dia menerimanya di dunia ini atau di akhirat.

Terlepas dari penyimpangan individu, tidak pernah ditemukan dalam sejarah Islam bahwa Muslim melakukan kejahatan terhadap perempuan ini. Tidak pernah terjadi bahwa setelah penaklukan negara asing tentara Muslim memperkosa wanita.

 

Hak atas Standar Hidup Dasar

Berbicara tentang hak ekonomi, Al-Qur’an memerintahkan para pengikutnya: “Dan pada harta-harta mereka (kaya) ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (adh-Dhariyat 51:19)

Kata-kata dari perintah ini menunjukkan bahwa itu kategoris dan tidak memenuhi syarat. Lebih lanjut, perintah ini diberikan di Makkah dimana tidak ada masyarakat Muslim yang ada dan dimana Muslim kebanyakan berhubungan dengan non-Muslim.

Menurut ayat ini, siapa pun yang meminta bantuan dan menderita kekurangan memiliki hak untuk mendapatkan harta dan kekayaan seorang Muslim, terlepas dari asal-usulnya. Jika seseorang berada dalam posisi untuk membantu dan orang yang membutuhkan meminta bantuan atau jika seseorang mengetahui bahwa dia membutuhkan, maka adalah tugasnya untuk membantunya.

 

Hak Individu atas Kebebasan

Islam dengan tegas melarang praktik primitif menangkap seorang manusia bebas untuk menjadikannya budak atau menjualnya sebagai budak.

Terkait dengan hal ini, dengan tegas Nabi SAW mengatakan: “Ada tiga kategori orang yang saya sendiri akan menjadi penggugat pada Hari Penghakiman. Dari ketiganya, orang yang memperbudak orang bebas, lalu menjualnya dan membelanjakan uang ini. “ (al-Bukhari dan Ibn Majah)

Hadits ini tidak membatasi atau membatasi hukum ini untuk bangsa, ras, atau agama tertentu.

 

Hak atas Keadilan

Ini adalah hak yang sangat penting dan berharga, yang telah diberikan Islam kepada manusia. Al Qur’an telah menetapkan: “Jangan biarkan kebencianmu terhadap orang menghasutmu untuk menyerang” (Al-Ma’idah 5: 3), dan “Jangan biarkan permusuhan terhadap setiap orang menghasutmu sehingga kamu menyimpang dari berurusan dengan adil. Jadilah adil; yang paling dekat dengan kewaspadaan ”(Al-Ma’idah 5: 8)

Menekankan poin ini Al-Qur’an kembali mengatakan: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan”. (An-Nisa ‘4: 135).

 

Kesetaraan Manusia

Islam tidak hanya mengakui prinsip kesetaraan absolut antara laki-laki tanpa memandang warna kulit, ras atau kebangsaan, itu menjadikannya kenyataan penting.

Allah Yang Mahakuasa telah menetapkan dalam Al-Qur’an: “Wahai manusia, kami telah menciptakan Anda dari laki-laki dan perempuan.” Dengan kata lain, semua manusia adalah saudara. Mereka semua adalah keturunan dari satu ayah dan satu ibu. Al-Qur’an mengatakan; “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al-Hujurat 49:13)

Artinya, pembagian manusia menjadi bangsa, ras, kelompok, dan suku adalah demi perbedaan, sehingga orang dari satu ras atau suku dapat bertemu dan berkenalan dengan orang-orang yang termasuk dalam ras atau suku lain dan saling bekerjasama.

Pembagian umat manusia ini tidak dimaksudkan agar satu bangsa bangga akan keunggulannya atas yang lain, atau agar satu bangsa merendahkan bangsa lain.

Artinya, keunggulan seseorang atas sesamanya hanya atas dasar kesalehan, kemurnian akhlak dan akhlak yang tinggi, dan bukan warna kulit, ras, bahasa atau kebangsaan. Oleh karena itu, orang-orang tidak dibenarkan untuk mengambil sikap superior atas manusia lainnya. Orang benar juga tidak memiliki hak khusus atas orang lain.

Hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam salah satu ucapannya:

“Tidak ada orang Arab yang memiliki keunggulan atas non-Arab, juga tidak seorang non-Arab memiliki keunggulan atas orang kulit hitam, atau pria kulit hitam memiliki keunggulan atas pria kulit putih. Anda semua adalah anak-anak Adam, dan Adam diciptakan dari tanah liat. ” (HR al-Baihaqi).

Dengan cara ini Islam menetapkan prinsip kesetaraan seluruh umat manusia dan menjadi akar dari semua perbedaan berdasarkan warna kulit, ras, bahasa atau kebangsaan.

Menurut Islam, Allah telah memberi manusia hak persamaan sebagai hak kesulungan. Oleh karena itu, tidak seorang pun boleh didiskriminasi atas dasar warna kulitnya, tempat lahirnya, ras atau bangsa tempat ia dilahirkan.

 

Hak untuk Bekerja Sama dan tidak untuk Bekerja Sama

Islam telah menetapkan prinsip umum yang sangat penting dan penerapan universal. Al-Qur’an mengatakan: “…daan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Al-Ma’idah 5: 2)

Ini berarti bahwa siapa pun yang melakukan pekerjaan yang mulia dan benar, terlepas dari apakah dia tinggal di Kutub Utara atau Kutub Selatan, berhak untuk mengharapkan dukungan dan kerjasama aktif dari umat Islam.

Dan sekiranya ada yang mempraktikkan sifat buruk dan agresi, sekalipun dia adalah kerabat terdekat atau tetangga, maka sesungguhnya dia tidak memiliki hak atas dukungan dan bantuan kita atas nama ras, negara, bahasa atau kebangsaan, juga tidak seharusnya dia mengharapkan Muslim untuk bekerja sama dengan dia.

Boleh jadi orang yang jahat dan keji mungkin saudara kita sendiri, tetapi dia bukan dari kita, dan dia tidak dapat memperoleh bantuan atau dukungan dari kita selama dia belum bertobat.

Di sisi lain, orang yang melakukan kebajikan dan kebenaran mungkin tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan Muslim, tetapi Muslim akan menjadi Sahabat dan pendukungnya; atau setidaknya mengapresiasinya.

 

Kesimpulan

Demikianlah gambaran singkat dari hak-hak yang 1400 tahun yang lalu Islam berikan kepada peradaban manusia, kepada mereka yang berperang satu sama lain dan kepada warga negaranya.

Tentunya hal itu menyegarkan dan memperkuat keyakinan kita pada Islam, dimana ketika kita menyadari bahwa di zaman modern ini yang meklaim telah melahirkan kemajuan yang menakjubkan, dunia belum mampu menghasilkan hukum yang lebih adil dan setara daripada yang diberikan Islam 1400 tahun yang lalu.

Namun di sisi lain, sangat menyedihkan untuk menyadari bahwa masih banyak kaum muslimin tetap saja sering teramat terpesona dan menjadikan Barat sebagai rujukan maupun panutan, termasuk dalam memandang Hak Asasi Manusi. (*)


Artikel ini dikonversi dari  pidato almarhum Abul A`la Maududi, cendekiawan Muslim terkemuka dunia yang diterbitkan oleh Islamic Foundation, Inggris.

Exit mobile version