Site icon TAJDID.ID

Haedar Nashir Minta Kaum Muda Muhammadiyah Contoh KH Ahmad Dahlan

Ketum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir. (foto: muhammadiyah.or.id)

TAJDID. ID-Malang || Kaum muda Muhammadiyah harus mencontoh dari kesuksesan KH. Ahmad Dahlan dalam mengemban misi dakwah pencerahan di tanah air.

Demikian pesan yang disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir di hadapan puluhan cendekiawan muda Muhammadiyah dari seluruh tanah air saat memberikan pidato kunci dalam acara Kolokium Nasional Interdisipliner Cendekiawan Muda Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Malang pada Jumat (6/3) pagi.

Haedar menegaskan, kaum muda Muhammadiyah sekarang punya peran strategis. Keberaadaan dan keberlangsunan Muhammadiyah ke depan ada di tangan kalian.

“Ingat, KH. Ahmad Dahlan sudah memulai kepopulerannya dengan berdakwah Islam dan tajdid keagamaan yang di luar kelaziman, bahkan melampaui zamannya. Beliau telah meraih pencerahan di usia paling muda,” ujar Haedar.

Haedar mengisahkan bahwa pada tahun 1897 saat KH. Ahmad Dahlan dalam usia yang relatif muda, beliau telah melakukan pembaharuan di bidang keagamaan. Ide-ide pencerahan pendiri Muhammadiyah itu pada mulanya mendapatkan banyak penolakan dari para tetua Kauman, Yogyakarta. Salah satu ide yang menjadi kontroversi adalah tentang pembentulan arah kiblat.

“Dahlan muda saat itu dia lahir dalam kultur santri yang tradisional, namun setelah itu beliau hadir sebagai seorang pembaharu. Beliau juga dua ke Mekkah, Arab. Saat itu di Arab sedang ranum dengan wahabiyah, tapi Dahlan pulang ke tanah air dan tidak terjebak dengan wahabiyah dia pulang menjadi seorang mujaddid,” terang Haedar.

Haedar mengatakan bahwa KH. Ahmad Dahlan merupakan seorang cendekiawan yang mampu mengkapitalisasi ilmu yang dimilikinya untuk membaca arah zaman yang akan dihadapi. Setelah membaca kompas zaman, menurut Haedar, KH. Ahmad Dahlan mampu mengkonstruksikannya menjadi mesin yang berkemajuan.

“Harus seperti Kyai Dahlan, kaum cendekiawan mesti berpikir subtantif sampai pada tahap hakikat. Sekarang kita berada dalam simulakra. Di mana banyak realitas buatan. Kalau tidak hati-hati, maka kita hanya akan melihat apa yang nampak, dan melupakan apa yang tidak nampak, yang sebetulnya itu hakikat dari kebenaran. Karena itu, cendekiawan Muhammadiyah harus berpikir jernih mampu melihat hakikat segala realitas,” tegas Haedar. (*)


Sumber: muhammadiyah.or.id

Exit mobile version