Site icon TAJDID.ID

Bakal Hapus Kewajiban Sertifikat Halal, Abdul Hakim Siagian: Omnibus Law Produk Ateis!

Abdul Hakim Siagian.

TAJDID.ID-Medan || Rencana omnibus law yang sarat kontroversi kian kencang menuai polemik. Beragam penolakan itu datang dari elemen rakyat, karena tercium bau busuknya “pesanan” asing. Kelompok buruh adalah salahsatu yang paling keras memprotes dan menolak rencana omnibus law tersebut, disebabkan sangat merugikan mereka.

Diantara dari rencana omnibus law adalah terkait Rancangan Undang-undang Lapangan Kerja yang kabarnya bakal menghapus pasal-pasal yang tersebar di 32 undang-undang. Salah satunya pasal-pasal di UU Jaminan Produk Halal. Apa saja yang dihapus?

Berdasarkan Pasal 552 RUU Cipta Lapangan Kerja,  sejumlah pasal di UU Jaminan Halal akan dihapus yaitu Pasal 4, Pasal 29, Pasal 42, Pasal 44.

Mengomentari hal tersebut, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara bidang Hukum dan HAM, Dr Abdul Hakim Siagian SH MHum mengatakakan, tentang UU Jaminan Produk Halal (JPH) yang baru saja efektif berlaku dalam Pasal 4 dinyatakan produk yang masuk dan beredar di Indinesia wajib memiliki sertifikat halal.

Menurut Dosen Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara ini, Oleh omnibus law  itulah yang ingin dihilangkan. Artinya dengan tegas omnibus law  menolak semua produk hukum agama/syariah, salah satu alasannya disebut karena diskriminatif.

“Jadi boleh juga saya sebut corak RUU ini produk ateis atau anti Tuhan,” ujarnya di Medan, Rabu (22/1/2020)

Tentang omnibus law, hingga hari ini Hakim belum menemukan naskah akademiknya, pada hal itu menjadi keharusan dalam membentuk UU.

Hakim menegaskan, dengan tidak adanya naskah akademiknya, maka dapat dipastikan tidak akan ditemukan apa landasan filosofis, sosiologis/empirik dari RUU ini. Landasan filosofis adalah Pancasila dan UUD 45, artinya tak boleh lahir atau ada UU yang menihilkan nilai-nilai Pancasila, misalnya sila pertama (Ketuhanan yang Maha Esa-red).

“Landasan sosioligis-empirik adalah kajian ilmiah objektif dari masyarakat yang menginginkan, meminta, membutuhkannya dengan metodologi yang dapat dipertanggungjawabkan,” sebutnya.

Jadi adanya draf yang sudah beredar itu,  bila benar, menurut Hakim harus ditolak, sebab tanpa kajian naskah akademis. Apalagi akan menghilangkan berbagai UU salah satunya UU JPH sebag bentuk pengamalan Pancasila, sekali gus melindungi rakyat.

Sementara tentang omnibus Law, Hakim mensinyalir merupakan kemurahan hati pemerintah pada investor, khususnya asing dengan membuka pintu selebar-lebarnya, mengadopsi ideologi liberalisme dan dengan mengabaikan Pancasila, UUD 45.

“Oleh karena itu RUU omnibus law ini harus ditolak dan dihentikan, sebab nyata-nyata akan ‘menyiksa’ pekerja dengan menghidupkan kembali perbudakan modern via UU, dan jelas-jelas melanggar Pancasila dan UU 45, khusus pasal 29, 33 dan seterusnya,” tegasnya, (*)

Exit mobile version