Site icon TAJDID.ID

Kiat Menjaga Benteng Hati dari Serbuan Serdadu Setan

Bagi diri seorang muslim dan mukmin, hati itu seperti benteng dan setan adalah serdadu musuh  yang  selalu berniat menyusup dan berupaya menaklukannya.

Lantas, jika ada pertanyaan, bagaimana seseorang dapat mengusir setan yang senantiasa mengancam benteng hatinya ? Apakah cukup dengan mengingat Allah yang Maha Kuasa secara terus-menerus seraya mengucapkan lafadz: “la hawla wala quwwata illa billah” (tidak ada kekuatan atau kekuatan kecuali pada Allah)”?

Jawabannya, tentu tidak segampang itu.  Secara taktikal, seorang muslim harus memiliki kemampuan untuk melindungi benteng hatinya dari agresi serdadu setan yang setiap saat selalu mengancam.

Kemampuan protektif ini harus didasarkan kesadaran dan pengetahuan tentang struktur dan konstruksi benteng hatinya secara baik, terutama dimana letak titik-titik  akses atau pintu-pintu masuk yang memungkinkan serdadu setan akan menyelinap. Hanya dengan mengetahui dan berikhtiar menjaga pintu-pintu itu, seseorang dapat mempertahankan benteng hatinya dari penetrasi godaan serdadu setan terkutuk.

Secara anatomi, bangunan benteng hati manusia itu memiliki dua jenis pintu  yang tidak lain merupakan perwujudan dari dua  tendensi watak  yang dimiliki manusia, yakni potensi sifat kebaikan dan sifat  keburukan.

Bagi muslim dan mukmin sejati, perlu kiranya mengetahui apa-apa saja pintu hati yang baik dan yang buruk itu, serta bagaimana mestinya sikap yang diambil terhadap kedua jenis pintu itu.

Praksisnya, muslim dan mukmin sejati harus senantiasa berupaya untuk membuka selebar-lebarnya pintu-pintu kebaikan hati, sehingga benteng hati makin kokoh dan bercahaya.

Dalam waktu bersamaan muslim dan mukmin sejati juga harus mampu berusaha mengunci dan menutup serapat-rapatnya pintu-pintu keburukan hati, dengan harapan bias mengantisipasi dan melawan serangan dari serdadu setan yang tiada henti-hentinya ingin menaklukan benteng hatinya tersebut.

Dalam artikel ini akan diidentifikasi beberapa pintu keburukan hati yang sangat rawan jika tidak diawasi secara seksama.

 

Marah atau Amarah.

Marah merupakan suatu bentuk emosi yang memang lumrah atau alami ada pada setiap manusia, namun wujudnya berbeda-beda. Siapapun kita, tentu pernah merasakan marah, bahkan mungkin tidak jarang kita merasakan kemarahan dan emosi yang sangat.

Memang sifat marah merupakan tabiat yang tidak mungkin luput dari diri manusia, karena mereka memiliki nafsu yang cenderung ingin selalu dituruti dan enggan untuk diselisihi keinginannya.

Rasulullah SAW bersabda, “Aku ini hanya manusia biasa, aku bisa senang sebagaimana manusia senang, dan aku bisa marah sebagaimana manusia marah”

Namun harus dipahami, bahwa marah yang berlebihan dan  tidak terkontrol dengan baik membuat seseorang mudah melakukan tindakan yang melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya. Ditambah dengan hasutan daripada setan dan iblis, jadilah seseorang yang pemarah menjadi mudah diajak pada perbuatan maksiat yang merugikan.

Seseorang yang tidak bisa mengontrol amarahnya dengan baik, menjadikan dirinya mudah terjerumus pada hal-hal yang tidak baik dan merugikan baik diri sendiri maupun orang lain.  Titik akhir daripada perbuatan marah yang merugikan dan berujung dosa itu tak lain adalah balasan daripada Allah SWT berupa adzab.

Marah yang berlebih tidak hanya merugikan diri sendiri tapi juga orang lain. Efek marah bahkan bisa langsung berdampak pada tubuh kita sendiri baik dampak dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Marah berlebih juga bisa menimbulkan berbagai macam penyakit yang tentu akan sangat merugikan.

Bagi sebagian orang menganggap bahwa dengan marah, dirinya tampak lebih berwibawa. Tentu saja, anggapan  ini keliru, sebab pemarah tidak akan disukai siapa pun. Mereka akan menghindari orang yang pemarah karena takut disakiti. Rasulullah SAW bersabda, “Manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah manusia yang dijauhi karena perangai jahatnya.”

Karena itu, siapa yang merasa dirinya cepat marah, selayaknya menyadari bahwa kewibawaan seseorang tidak diraih dengan watak cepat marah. Abu Hurairah ra melaporkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Orang kuat bukan diukur dengan bertarung. Orang kuat adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Rasulullah SAW memberikan nasehat kepada kita agar dapat mengendalikan kemarahan. Salman al-Farisi RAberkata, “Janganlah marah! Kalaupun Anda marah, kendalikan lisan dan tangan Anda.”

Begitulah. Kemarahan adalah hantu jiwa yang bisa melemahkan akal sehat seseorang, sehingga tentara setan segera mengambil kesempatan untuk menyerang.

Iri Dengki

Dalam ajaran Islam, iri dengki (hasad) adalah salah satu penyakit hati dan akhlak tercelah. Iri dengki adalah sebuah emosi yang timbul karena merasa kurang senang, kurag bersyukur dengan apa yang dimilikinya dan cemburu dengan apa yang didapatkan atau dimiliki oleh orang lain karena dia anggap hal tersebut lebih dari apa yang dimilikinya. Iri dengki merupakan sebuah sifat yang termasuk kedalam salah satu penyakit hati menurut Islam.

Allah SWT telah melarang umatnya untuk iri kepada sesamanya dalam hal kemewahan, dan kenikmatan dunia yang hanya sesaat, karena segala yang Allah berikan telah sesuai dengan usaha masing-masing hambanya.

Dalam sebuah ayat, Allah SWT. berfirman : “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. Karena bagi orang laki-laki ada sebahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisa ayat 32)

Dalam firman-Nya, Allah SWT melarang hambanya untuk berbuat iri dengki kepada sesamanya, baik itu laki-laki ataupun perempuan, karena masing-masing dari mereka mendapatkan bagian dari apa yang mereka usahakan. Hendaknya manusia selalau memohon karunia dari Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Dan dalam sebuah hadist, dari Abu Hurairah ra., ia berkata, SWT : “Jagalah dirimu dari hasad, karena sesungguhnya hasad merusak kebaikan, sebagaimana api yang memakan kayu bakar.” (HR. Abu Daud)

Dalam Islam kita memang tidak diperbolehkan untuk merasa iri hati terhadap kemewahan dan kenikmatan dunia yag dimiliki oleh orang lain. Namun, kita diperbolehkan merasa iri dalam perihal ilmu dan bersedekah.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda : “Tidak ada iri hati kecuali terhadap dua perkara, yakni seorang yang diberi Allah harta lallu dia belanjakan pada jalan yang benar (sedekah), dan seorang diberi Allah ilmu dan kebijaksanaan lalu dia melaksanakan dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)

Dalam hadits tersebut dapat kita ketahui, bahwa sebagai umat muslim kita hanya diperbolehkan untuk merasa iri dalam hal kebaikan, seperti iri dengan seseorang yang mempunyai ilmu lebih dari kita sehingga kita dapat termotivasi untuk belajar lebih giat. Perlu diingat, bahwa tidak ada batasan umur untuk menuntut ilmu bagi seseorang, meskipun orang tersebut telah berumur dan tidak sedang menempuh pendidikan. Dan dalam Islam, kita diperbolehkan iri dalam hal bersedekah, misalnya : ketika ada orang yang bersedekah lebih sering dari kita, hal tersebut diperbolehkan karena bersedekah merupakan perbuatan baik.

Lalu, apabila kita merasa kagum dengan apa yang menjadi milik orang lain, hendaklah berdoa memohon keberkahan kepada Allah SWT. agar terhindar dari rasa iri dengi. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu’ alaihi wa sallam dalam hadits berikut ini :

“Apabila seseorang melihat dirinya, harta miliknya atau saudaranya, sesuatu yang menarik hatinya (dikaguminya) maka hendaklah dia mendoakannya dengan limpahan barokah. Sesungguhnya pengaruh iri adalah benar.” (HR. Abu Ya’la).

Tamak

Dalam logika manusia secara umum, semakin banyak yang didapat tentu semakin baik. Tetapi tidak dalam Islam. Sifat tamak justru menjatuhkan seorang manusia pada kehinaan hakiki.

Umar bin Khathab berkata, “Tamak adalah kemiskinan dan putus asa darinya adalah kekayaan. Karena siapa yang berputus asa terhadap apa yang dimiliki oleh manusia, niscaya dia tidak akan membutuhkannya.”

Dengan kata lain, orang yang tamak akan melemah, membeo dan menghujamkan dirinya pada kehinaan jika bertemu dengan apa yang diharap-harapkannya selama hidupnya, entah itu berupa harta kekayaan, jabatan dan lain sebagainya.

Disaat yang sama, dirinya merasa tidak keberatan mesti harus diinjak-injak harga dirinya, meski harus menjilat ludah sendiri, asalkan harta, tahta dan fasilitas yang diharapkannya dapat dimiliki.

Fudhail bin Iyadh berkata, “Jika seseorang tamak pada sesuatu, niscaya dia akan memintanya (pada orang lain), maka lenyaplah agamanya. Sedangkan rakus akan membuat jiwa buas, sehingga kamu tidak suka kehilangan sesuatu. Ia akan memenuhi berbagai kebutuhan untukmu. Jika ia telah memuhi berbagai kebutuhan untukmu, maka dia akan menggiringmu kemanapun yang dia inginkan. Dia akan menguasaimu, maka kamu akan tunduk padanya.”

Masih menurut Fudhail bin Iyadh, “Di antara cintamu kepada dunia adalah kamu memberi salam kepadanya (kepada orang yang memberi) jika kamu lewat padanya, dan kamu akan menjenguknya jika dia sakit. Tapi kamu tidak pernah memberi salam kepadanya ikhlas karena Allah dan tidak pernah menjenguknya ikhlas karena Allah. Seandainya kamu tidak punya kebutuhan, maka itu lebih baik bagimu.”

Hal ini terjadi karena memang dalam tamak tidak ada ruang bagi hati untuk qanaah, ridha. Sebaliknya tumbuh subur angan-angan, hawa nafsu dan beragam hasrat yang tak terkendali terhadap dunia.

Sifat tamak juga bias membahayakan dan merusak agama. Al-Tirmidzi meriwayatkan dari Ka’ab ibn Malik al-Anshari RA, beliau berkata: Rasulallah SAW  bersabda, “Tidaklah dua ekor srigala yang lapar dikirimkan pada seekor kambing itu lebih berbahaya daripada tamaknya seseorang pada harta dan kedudukan dalam membahayakan agamanya.” (HR. al-Tirmidzi)

Imam Ibnu Rajab al-Hambali menjelaskan bahwa ini adalah permisalan yang agung yang diumpamakan oleh Nabi Muhammad  SWA bagi kerusakan agama seorang muslim akibat rakus terhadap harta dan kedudukan dunia dan bahwa kerusakannya tidak lebih berat dari rusaknya kambing yang dimangsa oleh dua ekor serigala lapar.

Allah SWT mengingatkan kita untuk tidak terlalu cinta akan dunia. Harta itu adalah ujian.

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar” (QS at-Taghabun:15).

Berlebih-lebihan

Sikap ghuluw (melampaui batas atau berlebih-berlebihan) dalam agama adalah sikap yang tercela dan dilarang oleh syariat. Sikap ini tidak akan mendatangkan kebaikan bagi pelakunya; juga tidak akan membuahkan hasil yang baik dalam segala urusan. Terlebih lagi dalam urusan agama.

Banyak sekali dalil-dalil al-Qur’ân dan Sunnah yang memperingatkan dan mengharamkan ghuluw atau sikap melampaui batas tersebut.

Allah SWT berfirman: Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulu (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus”. (al-Mâ`idah:77)

Dalam hadits yang diriwayatkan dari `Abdullah bin Abbâs RA, dia berkata: Pada pagi hari di Jumratul Aqabah ketika itu Rasulullah SAW berada di atas kendaraan, beliau berkata kepadaku: “Ambillah beberapa buah batu untukku!” Maka aku pun mengambil tujuh buah batu untuk beliau yang akan digunakan melontar jumrah. Kemudian beliau berkata:ِ “Lemparlah dengan batu seperti ini!” . Lantas beliau melanjutkan: “Wahai sekalian manusia, jauhilah sikap ghuluw (melampaui batas) dalam agama. Sesungguhnya perkara yang membinasakan umat sebelum kalian adalah sikap ghuluw mereka dalam agama.” (HR Ibnu Majah)

Ghuluw dalam agama itu sendiri adalah sikap dan perbuatan berlebih-lebihan melampaui apa yang dikehendaki oleh syariat, baik berupa keyakinan maupun perbuatan.

Dalam Islam, ada beberapa bentuk sifat lain yang mirip dengan ghuluw, diantaranya:

`Abdullah bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu meriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda: “Celakalah orang-orang yang ekstrim!” Beliau mengucapkannya tiga kali.” (HR Muslim)

Anas bin Malik Radhiyallahu anhu meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kamu memberat-beratkan dirimu sendiri, sehingga Allah Azza wa Jalla akan memberatkan dirimu. Sesungguhnya suatu kaum telah memberatkan diri mereka, lalu Allah SWT memberatkan mereka. Sisa-sisa mereka masih dapat kamu saksikan dalam biara-biara dan rumah-rumah peribadatan, mereka mengada-adakan rahbaniyyah (ketuhanan/kerahiban) padahal Kami tidak mewajibkannya atas mereka.” (HR Abu Daud).

Dalam hadits lain pula Nabi SAW: “Sesungguhnya agama ini mudah. Dan tiada seseorang yang mencoba mempersulit diri dalam agama ini melainkan ia pasti kalah (gagal).” (HR Bukhari)

Allah SWT berfirman: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” [al-Baqarah/2:190].

Dalam ayat lain Allah SWT telah berfirman: “Itulah batasan-batasan hukum Allah, maka janganlah kalian melampauinya.” (al-Baqarah/2:187)

Allah SWT berfirman: “Katakanlah (hai Muhammad): “Aku tidak meminta upah sedikitpun padamu atas da’wahku dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan.” (QS Shad:86)

Diriwayatkan dari Umar bin al-Khaththab RA ia berkata, “Kami dilarang bersikap memaksa-maksa diri”.

Kebodohan

Tidak diragukan lagi, kebodohan merupakan salah satu perkara yang amat dibenci dalam Islam. Kebodohan adalah termasuk jenis penyakit hati yang amat disukai setan. Karena disaat seseorang mengumbar kebodohan, maka serdadu setan akan leluasa menerobos gerbang benteng hatinya.

Namun harus dipahami, bahwa ada perbedaan antara ketidaktahuan dan kebodohan. Kebodohan biasanya senantiasa bersama dengan orang yang malas, sedangkan ketidaktahuan disebabkan karena memang belum belajar dan tidak mengerti mengenai perkara tersebut.

Secara tegas Nabi Muhammad SAW mengatakan: “Apabila perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah kiamat. (HR Al-Bukhari dari Abi Hurairah).

Rasulullah SAW telah memperediksi bahwa kelak akan datang masa dimana orang-orang yang bodoh yang lebih banyak berbicara. Sehingga ia berbicara mengenai ilmu yang tidak ada dasarnya, orang bodoh akan selalu ingin terlihat pintar sehingga ia akan berbicara tanpa paham betul.apa maknanya. Sebagaimana hal tersebut telah diperingatkan dalam hadits:

Sesungguhnya di depan Dajjal ada tahun-tahun banyak tipuan –di mana saat itu– orang jujur didustakan, pembohong dibenarkan, orang yang amanah dianggap khianat, orang yang khianat dianggap amanah, dan di sana berbicaralah Ruwaibidhoh.

Nabi SAW ditanya, apa itu Ruwaibidhoh? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Orang yang bodoh (tetapi) berbicara mengenai urusan orang banyak/ umum. (Hadits dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Abu Ya’la, dan Al-Bazzar, sanadnya jayyid/ bagus. Dan juga riwayat Ibnu Majah dari Abu Hurairah. Lihat Kitab Fathul Bari, juz 13 halaman 84  ).

Islam sendiri mengartikan kebodohan sebagaimana zaman Jahilliyah, ketika itu banyak orang yang tersesat karena kebodohannya. Sehingga kemudian Allah menurunkan wahyu pertamanya yakni surat Al-Alaq ayat 1-5. Dalam ayat pertamanya bermakna “Bacalah”, artinya bahwa manusia harus selalu belajar agar tidak terjerumus dalam kebodohan. Sebagaimana firman Allah SWT berikut :

“Sesungguhnya sejelek-jeleknya binatang di sisi Allah SWT adalah orang-orang yang tuli dan bisu (dalam menerima kebenaran), yaitu orang-orang yang tidak berakal.” (QS. Al-Anfal : 22)

Kebodohan memiliki bahaya yang sebenarnya bahkan tidak anda sadari. Namun, akan sangat rugi jika kita terperangkap dalam kebodohan tanpa mau berusaha untuk keluar.

Pada suatu ketika  Rasulullah SAW pernah ditanya, “Siapa manusia yang paling cerdas ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Manusia yang paling cerdas adalah yang mengendalikan hawa nafsunya, dan beramal untuk akhiratnya.” (HR. Muslim).

Hadits di atas  memberikan petunjuk bahwa, seorang Muslim seluruhnya cerdas. Dengan catatan, ia tidak memperturutkan hawa nafsunya.Artinya, pakai akal, teliti, mau bekerja keras, sabar dalam usaha, tekun dalam do’a dan tawakkal terhadap keputusan Allah. Kemudian, semua itu dilakukan demi untuk kebaikan kehidupan akhiratnya. Bukan untuk mencari kekayaan, kedudukan, apalagi sekedar kebanggaan.

Di dalam al-Qur’an, insan yang cerdas disebut Ulul Albab. Menurut beberapa ayat, seperti pada Surah Ali Imran ayat 190-191. Ulul Albab adalah orang yang memadukan dzikir dan fikir sampai mampu mengungkap fakta paling inti dari kehidupan ini, hingga sampailah ia pada satu kesimpulan bahwa Allah Maha Kuasa yang segala ciptaan-Nya tidak ada yang sia-sia.

Tergesa-gesa dan Semborono

Tergesa-gesa adalah kondisi psikogis seseorang yang secara emosional ingin cepat-cepat melakukan sesuatu, kosong dari pertimbangan fikiran. Karena tanpa pertimbangan terlebih dahulu, maka aktivitas yang dilakukannya juga tidak produktif.

Apa yang terjadi dengan beberapa sahabat Rasulullah SAW seperti dalam kisah di atas juga menggambarkan, bahwa bila shalat dilakukan dengan tidak tenang dan terburu-buru akan merefleksikan shalat yang tidak khusyu’. Shalat tidak khusyu’ tentunya bukanlah shalat yang produktif, karena tidak menghasilkan pahala, kecuali hanya capek semata.

Artinya: “Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perIihatkan kepada kalian tanda-tanda (azab-Ku), Oleh karena itu, janganlah kalian minta kepada-Ku untuk mendatangkannya dengan segera.” (Q.S. Al-Anbiya:37)

Imam al-Manawiy dalam Syarh al-Jami’ al-Shaghir menjelaskan, bahwa tergesa-gesa dilarang karena hal itu akan mendatangkan was-was. Ketergesa-gesaan menghalangi keteguhan dan pemikiran matang. Al-Manawiy menambahkan bahwa tergesa-gesa itu sebenarnya adalah trik syaitan untuk menggoda manusia agar menjadi orang yang ragu dan kosong pikirannya.

Imam Hasan al-Bashri mengatakan: ”Setiap shalat yang hatinya tidak hudlur maka shalat itu lebih cepat mengundang siksa”. Ketergesa-gesahan inilah yang menyebabkan hati tidak bisa hudlur. Amru bin ‘Ash mengatakan tergesa-gesa yang dilarang adalah terburu-beru pada sesuatu selain keta’atan tanpa ada rasa khouf pada Allah.

Seperti halnya sifat malas atau berlambat-lambat dalam sesuatu urusan, Islam juga sangat mencela sifat terburu-buru dan semberono.

Dzun Nun (Tsauban bin Ibrahim) rahimahullahu berkata, “Ada empat perkara buruk yang menghasilkan buah: tergesa-gesa yang buahnya adalah penyesalan, kagum pada dirinya sendiri yang buahnya adalah kebencian, keras kepala yang buahnya adalah kebingungan, dan rakus yang buahnya adalah kemiskinan”.

Dari Anas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sifat perlahan-lahan (sabar) berasal dari Allah. Sedangkan sifat ingin tergesa-gesa itu berasal dari setan.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam musnadnya dan Baihaqi dalam Sunanul Qubro).

Sejatinya sifat tergesa-gesa juga merupakan sikap gegabah, kurang berpikir dan berhati-hati dalam bertindak. Sifat ini menghalangi pelakunya dari ketenangan dan kewibawaan. Dan menjadikan pelakunya memiliki sifat menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Dan mendekatkan pelakunya kepada berbagai macam keburukan, dan menjauhkannya dari berbagai macam kebaikan. Dia adalah temannya penyesalan. Dan katakanlah, bahwa siapa saja yang tergesa-gesa maka dia akan menyesal”.

Takut Miskin

Diantara trik setan menggoda manusia adalah selalu menakut-nakuti dengan kemiskinan. Setan membuat manusia merasa selalu kekurangan padahal karunia Allah itu sangat banyak. Allah berfirman: “Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir) ; sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripadaNya dan karunia. Dan Allah Mahaluas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui” (Al-Baqarah: 268]

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa manusia ditakut-takuti kemiskinan sehinga menjadi pelit terhadap hartanya. Beliau berkata, “Setan menakut-nakuti kalian akan kemiskinan, agar kalian menahan harta ditangan kalian dan tidak kalian infakkan untuk mencari ridha Allah

Manusia semakin takut dengan kemiskinan karena sifat dasar manusia sangat cinta terhadap harta dan harta adalah godaan (fitnah) terbesar manusia. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya pada setiap umat ada fitnah (ujiannya) dan fitnah umatku adalah harta” [HR. Bukhari]

Kunci agar bisa lepas dari godaan setan ini adalah tetap merasa qana’ah dan giat bekerja. Seseorang akan  terus merasa kurang dan miskin apabila tidak merasa qana’ah dan selalu melihat orang lain yang berada di atasnya dalam urusan dunia. Mayoritas pergaulannya adalah orang-orang yang lebih kaya sehingga ia tidak merasa qanaah, karenanya kita diperintahkan untuk selalu melihat yang berada di bawah kita dalam urusan dunia. Rasulullah SAW  bersabda: “Lihatlah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau lihat orang yang berada di atasmu. Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kunci lainnya adalah agar kita giat bekerja, kreatif dan tidak gengsi dalam mencari harta. Apapun pekerjaaannya yang penting halal, maka laksanakan saja tanpa harus gengsi. Inilah bentuk tawakkalnya burung, sebagaimana dalam hadits: “Seandainya kalian sungguh-sungguh bertawakal kepada Allah, sungguh Allah akan memberi kalian rezeki sebagaimana Allah memberi rezeki kepada seekor burung yang pergi dalam keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang “ (HR.Tirmidzi, hasan shahih)

Kemudian godaan setan akan kemiskinan akan membawa implikasi munculnya sifat pelit dan kikir pada manusia, kehilangan empati dan enggan berzakat, berinfak serta bersedekah membantu sesama. Pada hal Rasulullah bersabda bahwa sedekah tidak akan mengurangi harta seseorang: “Harta seorang hamba tidak akan berkurang karena shadaqah.” (HR. Tirmidzi)

Justru, Syaikh Muhammad Al-Mubarakfuri menjelaskan bahwa harta yang disedekahkan akan bertambah berkahnya. “Harta yang disedekahkan akan diberkahi  atau diberikan kebaikan yang banyak”  (Tuhfatul Ahwadzi).

***

Itulah beberapa bentuk pintu keburukan hati yang wajib dijaga dan diawasi oleh muslim dan mukmin sejati agar benteng hatinya tetap kokoh dan tidak jebol oleh serangan godaan pasukan setan yang terkutuk. (*)


Artikel ini dirangkai dari pelbagai sumber.

Exit mobile version