Site icon TAJDID.ID

Tugas Kejujuran dan Intelektual

Oleh: Jufri

Ketua PD Muhammadiyah Kota Tebing Tinggi

 

Di tengah gemerlap gelar dan kepakaran, tugas intelektual kerap terasa menjauh dari denyut kehidupan. Padahal, kehadiran akal seharusnya makin peka ketika berjumpa dengan kenyataan: rakyat yang lelah, alam yang luka, dan kebijakan yang tak selalu berpihak. Dalam sunyi seperti itu, diam sering disangka kebijaksanaan, padahal ia bisa berubah menjadi pembiaran.

Kerusakan lingkungan deforestasi, banjir, longsor, krisis air, tidak hadir begitu saja. Ia tumbuh dari pilihan-pilihan manusia, dari cara kita memaknai pembangunan, dan dari keberanian yang sering diurungkan. Menyebutnya sebagai takdir tanpa upaya memahami sebab-sebabnya adalah cara halus untuk menghindari tanggung jawab.

Kejujuran intelektual menuntut kesediaan menjaga jarak: cukup dekat untuk merasakan derita rakyat, cukup jauh untuk tetap jernih menilai kekuasaan.

Data tidak berhenti pada angka, kebijakan tidak selesai di meja rapat, dan pembangunan tidak berakhir pada grafik pertumbuhan. Di ujungnya selalu ada manusia dan alam yang menanggung akibat.

Dalam tradisi nilai yang kita warisi, akal berjalan bersama etika dan iman. Ilmu bukan sekadar alat menjelaskan, tetapi juga sarana menjaga. Tanpa nilai, kecerdasan mudah kehilangan arah; tanpa keberanian, pengetahuan kehilangan makna.

Sejarah kelak tidak bertanya seberapa tinggi gelar yang kita sandang, melainkan seberapa jujur kita menjaga kebenaran.

Dalam perkara lingkungan dan kemanusiaan, intelektual dipanggil bukan untuk menjadi yang paling aman, tetapi yang paling bertanggung jawab. (*)

Silaturahmi Kolaborasi Sinergi Harmoni

Exit mobile version