TAJDID.ID~Medan || Lonjakan kejahatan jalanan di Kota Medan kembali memantik keprihatinan publik. Aksi begal dan pencurian kendaraan bermotor dengan kekerasan terus terjadi dan menjadikan sejumlah ruas kota terasa tidak aman, terutama pada malam hari. Kondisi ini dinilai menuntut respons cepat dan terukur dari aparat penegak hukum.
Data Polrestabes Medan menunjukkan, pada periode 9–31 Oktober 2025 terjadi 159 kasus kriminal dengan 219 tersangka yang berhasil diamankan. Dari jumlah tersebut, 22 tersangka merupakan pelaku begal, dan 11 di antaranya ditembak karena melawan saat penangkapan. Sementara dalam 15 hari terakhir Oktober, tercatat 103 kasus kriminal, termasuk 9 kasus begal dengan 14 tersangka
Menanggapi situasi ini, Founder Ethics of Care sekaligus Anggota Komisi Yudisial RI 2015–2020, Farid Wajdi, menilai bahwa angka tersebut merupakan alarm serius yang tidak boleh diabaikan.
“Data itu bukan sekadar statistik. Itu adalah cerminan ketakutan warga yang semakin nyata. Medan saat ini sedang memasuki fase darurat kejahatan jalanan dan tidak boleh ada sikap biasa-biasa saja,” tegas Farid.
Ia menyebut sebagian besar pelaku adalah residivis dan pengguna narkoba aktif, menunjukkan adanya problem struktural dalam sistem hukum maupun mekanisme pembinaan pasca-pidana.
“Jika residivis kembali beraksi, berarti efek jera tidak berjalan. Ini persoalan sistemik, bukan sekadar kriminalitas individual,” ujarnya.
Titik Rawan dan Tantangan Penegakan Hukum
Farid menyebut wilayah Medan Sunggal, Tembung, dan Percut Sei Tuan kini menjadi titik panas kriminalitas. Namun ia menilai kehadiran polisi saja tidak cukup tanpa strategi terpadu yang melibatkan pemerintah kota dan partisipasi masyarakat.
“Penegakan hukum harus tegas, konsisten, dan tetap dalam koridor hukum serta HAM. Polisi wajib memastikan setiap tindakan, termasuk tembakan peringatan atau tindakan tegas terhadap pelaku yang melawan, dilakukan sesuai SOP,” jelasnya.
Rekomendasi Langkah Penanganan
Farid memaparkan lima langkah strategis yang harus segera ditempuh untuk memulihkan keamanan Kota Medan:
Pertama. Penegakan hukum tanpa kompromi. Farid menegaskan, pelaku begal, khususnya residivis, harus dijatuhi hukuman maksimal sesuai Pasal 365 KUHP agar menghasilkan efek jera.
Kedua. Penguatan patroli dan teknologi pengawasan. Farid mengatakan, penggunaan kamera dan sensor pada Mobil Patroli Perintis Samapta perlu diperluas, sementara CCTV publik harus terintegrasi dengan sistem komando kepolisian.
Ketiga. Rehabilitasi residivis dan pengguna narkoba. Menurut Farid, pengawasan ketat dan pembinaan keterampilan dinilai penting agar mereka tidak kembali pada siklus kejahatan.
Keempat. Kolaborasi multi-sektor.
Pemko Medan disebut wajib memastikan penerangan jalan, pos keamanan, dan dukungan terhadap community policing berjalan optimal.
Kelima. Transparansi dan akuntabilitas Polrestabes Medan. “Laporan operasi, jumlah tangkapan, barang bukti, hingga proses hukum harus disampaikan secara berkala kepada publik,” tegas Farid.
“Revolusi Keamanan” untuk Medan
Menurut Farid, persoalan begal di Medan bukan lagi kriminalitas biasa, melainkan masalah struktural yang membutuhkan keberanian dan strategi menyeluruh.
“Warga berhak aman. Aparat wajib tegas. Medan tidak bisa lagi memberi ruang terhadap kompromi. Jika tidak ada langkah konkret, kita hanya akan mendengar berita ‘lagi begal’, ‘lagi ditangkap’, ‘lagi ditembak’ tanpa akhir,” katanya.
Ia menegaskan, keamanan kota tidak hanya ditentukan oleh kepolisian, tetapi juga efektivitas pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat.
“Ini momentum bagi Medan untuk melakukan revolusi keamanan. Jika semua pihak bergerak bersama, kota ini bisa kembali aman seperti seharusnya,” tutup Farid. (*)

