TAJDID.ID~Medan || Keluhan warga terhadap kebisingan live music di Coju Coffee, Medan, semakin meluas. Aktivitas hiburan malam tersebut dinilai mengganggu ketenangan lingkungan sekitar, namun hingga kini belum ada tindakan tegas dari pemerintah.
Founder Ethics of Care, Farid Wajdi, menilai persoalan ini bukan sekadar soal volume suara, melainkan mencerminkan lemahnya kepekaan pemerintah terhadap hak-hak dasar warga.
“Ketika musik yang seharusnya membawa keceriaan justru membuat warga tidak bisa tidur, pertanyaannya bukan lagi seberapa keras suaranya, tetapi seberapa tuli aparat terhadap keluhan masyarakatnya,” ujar Farid di Medan, Selasa (8/10).
Menurutnya, warga sekitar telah berulang kali menyampaikan protes, bahkan melalui jalur resmi. Namun, respons pemerintah dinilai lamban dan terlalu birokratis. Ia menyoroti pernyataan Komisi III DPRD Medan yang meminta warga melayangkan surat resmi sebelum menindaklanjuti laporan.
“Pejabat publik itu dipilih dan digaji untuk mendengar sebelum diminta, bukan hanya bertindak setelah disurati,” tegasnya.
Farid menekankan, Pemerintah Kota Medan—terutama Satpol PP, Dinas Pariwisata, dan DPRD Medan—harus lebih peka dan proaktif. Satpol PP memiliki mandat menjaga ketertiban umum, sementara Dinas Pariwisata wajib memastikan tempat hiburan beroperasi sesuai izin, jam operasional, serta standar akustik yang melindungi warga.
Ia mengingatkan, warga yang terganggu oleh kebisingan adalah pembayar pajak yang memiliki hak atas ketenangan hidup. Ketika pemerintah tidak mampu menjamin hal itu, berarti kontrak sosial antara warga dan negara telah dilanggar.
“Pemerintah tidak boleh bersembunyi di balik alasan ‘belum ada surat resmi’. Pengawasan terhadap usaha yang berpotensi mengganggu lingkungan adalah tanggung jawab inheren dari fungsi mereka sebagai pelayan publik,” katanya.
Secara hukum, lanjut Farid, kebisingan bukanlah hal sepele. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996, ambang batas kebisingan di kawasan permukiman dibatasi pada 55 desibel siang hari dan 45 desibel malam hari. Melebihi ambang batas tersebut, dapat dikategorikan sebagai pelanggaran lingkungan.
Selain itu, Pasal 503 KUHP juga menegaskan bahwa membuat hingar-bingar yang mengganggu ketenteraman malam hari dapat dikenai sanksi pidana.
Farid menyerukan agar Satpol PP segera turun ke lapangan tanpa menunggu perintah politik, Dinas Pariwisata meninjau ulang izin Coju Coffee, dan DPRD Medan aktif membela aspirasi konstituen.
“Pemerintahan yang baik bukan diukur dari banyaknya kafe atau investasi yang tumbuh, tapi dari seberapa damai warganya bisa tidur di rumah sendiri,” pungkasnya. (*)