Site icon TAJDID.ID

Pidato Prabowo

Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato di Sidang Majelis Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Selasa (23/9/2025).

Oleh: M. Risfan Sihaloho

Pemred TAJDID.ID

 

Orator sejati, kata William Jennings Bryan, adalah mereka yang mengatakan apa yang dipikirkan dan merasakan apa yang dikatakan. Ucapan itu menemukan konteksnya pada pidato Presiden Prabowo Subianto di Sidang Majelis Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Selasa (23/9/2025).

Pidato itu bukan sekadar rangkaian kalimat diplomatik. Ia adalah orasi dengan intonasi yang tegas, diksi yang kuat, dan gestur yang percaya diri. Tak heran bila publik ramai membicarakannya. Terlepas dari pro dan kontra atas substansi yang disampaikan, banyak rakyat Indonesia merasa bangga: akhirnya, seorang presiden tampil gagah di podium internasional, sesuatu yang lama dirindukan dan jarang terlihat pada era sebelumnya.

Namun, pertanyaan pentingnya adalah: apakah performa di panggung dunia itu cukup? Jawabannya: tentu tidak. Panggung diplomasi internasional adalah etalase, bukan fondasi. Dunia boleh berdecak kagum, tetapi rakyat di dalam negeri menunggu bukti nyata dari kepemimpinan. Orasi berapi-api akan segera terdengar kosong bila tidak disusul kebijakan konkret yang menyentuh keseharian rakyat—dari harga beras, kepastian kerja, hingga keadilan hukum.

Momentum ini penting bagi reputasi Indonesia. Dunia kini melihat kita dengan kacamata baru: percaya diri, berani, dan lantang. Tapi reputasi tidak dibangun oleh kata-kata, melainkan konsistensi tindakan. Tugas besar Presiden Prabowo adalah menyinkronkan kelihaian retorika dengan kapasitas kepemimpinan. Jangan sampai orasi di podium PBB jadi sekadar “panggung retorik” tanpa resonansi nyata di tanah air.

Seorang orator hebat mampu menggerakkan hati. Tetapi seorang pemimpin sejati harus mampu menggerakkan bangsa. Pidato bisa menjadi awal, tapi sejarah hanya akan mencatat tindakan.

Kini, publik menunggu apakah Presiden Prabowo mampu menjahit kata-kata visioner itu menjadi kenyataan yang dirasakan rakyat. Karena di balik tepuk tangan dunia, selalu ada bisikan kritis rakyat: Jangan hanya pandai berkata, buktikan dengan kerja nyata. (*)

Exit mobile version