TAJDID.ID~Medan || Mahasiswa Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Sumatera Utara menyoroti secara serius laporan harta kekayaan Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Labuhanbatu dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun pelaporan 2024.
Setelah menelusuri data yang disampaikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan dipublikasikan melalui situs e-LHKPN, MAKI Sumut menduga isi laporan tersebut tidak mencerminkan kondisi riil di lapangan. Kepala Kantor BPN Labuhanbatu hanya mencantumkan satu aset tidak bergerak, tanpa menyertakan kendaraan pribadi, surat berharga, maupun harta bergerak lainnya. Bahkan, kas yang dilaporkan sangat terbatas, sementara utang yang tercatat lebih besar dibandingkan total harta yang dimiliki.
Namun, hasil penelusuran MAKI Sumut di lapangan menunjukkan gambaran yang berbeda. Sumber terpercaya mengungkapkan bahwa pejabat tersebut menjalani gaya hidup yang tidak sejalan dengan isi laporan LHKPN. Beberapa informasi bahkan menyebutkan adanya kendaraan pribadi dan aset properti yang tidak tercatat dalam laporan resmi tersebut.
Sekretaris MAKI Sumut, Dedek Situmorang, lewat keterangan persnya menyebut kondisi ini sebagai indikasi ketidakjujuran yang perlu segera diusut tuntas. Menurutnya, ketika laporan harta kekayaan tidak mencerminkan kenyataan, bukan hanya integritas pejabat yang dipertaruhkan, tetapi juga kredibilitas lembaga tempatnya bertugas.
“Ini bukan sekadar laporan yang kurang lengkap, tapi diduga kuat ada upaya menyembunyikan kekayaan. Dalam catatan resmi, tidak ada kendaraan pribadi. Namun di lapangan, kita temukan fakta yang berbeda. Tidak mungkin seorang kepala kantor di sektor strategis seperti pertanahan tidak memiliki kendaraan, tidak memiliki tabungan, dan melaporkan kekayaan bersih dalam kondisi negatif. Hal ini jelas tidak masuk akal,” tegas Dedek.
MAKI Sumut meminta Kepala Kantor BPN Labuhanbatu untuk memberikan klarifikasi resmi terkait dugaan ketidaksesuaian tersebut demi menjaga transparansi dan akuntabilitas publik. Selain itu, MAKI juga mendesak KPK dan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara untuk segera membentuk tim audit independen guna menelusuri dan memverifikasi harta kekayaan yang dilaporkan, termasuk aset yang mungkin atas nama keluarga atau pihak ketiga.
“Negara harus memastikan seluruh pejabat publik mematuhi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 dan Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2015 yang mewajibkan pelaporan harta kekayaan secara jujur dan lengkap,” tambah Dedek.
MAKI juga menyerukan Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN, Nusron Wahid, untuk mengambil langkah tegas bila ditemukan pelanggaran dalam pelaporan harta kekayaan di lingkup kementerian. Penonaktifan atau pencopotan jabatan harus menjadi langkah nyata demi menjaga integritas birokrasi.
“Jika persoalan ini tidak segera ditindaklanjuti, maka pesan yang dikirim ke publik sangat buruk: seolah-olah pejabat dapat menyembunyikan hartanya dan tetap aman menjalankan tugas di jabatan strategis. Ini yang tidak boleh terjadi. Negara harus hadir dan membersihkan birokrasi dari mereka yang tidak jujur,” pungkas Dedek.
MAKI Sumut menegaskan bahwa LHKPN adalah alat kontrol penting, bukan sekadar formalitas tahunan. Ketika isi laporan tidak sesuai dengan realitas, publik berhak curiga dan negara wajib mengambil tindakan. Jika dibiarkan, ketidakjujuran ini akan menjadi budaya yang menormalisasi penyimpangan kekuasaan. (*)