Oleh: Shohibul Anshor Siregar
Ibrahim Sakty Batubara, seorang aktivis, akademisi, dan politisi, telah meninggal dunia hari ini, 19 Agustus 2025, setelah berjuang melawan penyakit yang dideritanya selama beberapa tahun. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, sahabat, rekan seperjuangan, dan masyarakat luas.
Sejak remaja, Ibrahim Sakty Batubara aktif pada Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) di Tapanuli Selatan, tempatnya mengasah dasar-dasar kepemimpinan. Semangatnya terus berkobar saat menjadi mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU). Ia kemudian menjadi pemimpin pada Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di tingkat kota Medan dan provinsi Sumatera Utara.
Ibrahim Sakty Batubara terpilih beberapa periode sebagai Ketua Umum Dewan Mahasiswa UMSU, menunjukkan kualitas kepemimpinannya yang diakui luas. Prinsipnya diuji saat Orde Baru ketika ia ditangkap dan ditahan selama berbulan-bulan di Jalan Gandi, Medan, tanpa proses peradilan. Ia dikenal memiliki semangat kritis dalam memperjuangkan evaluasi pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945.
Ia juga mengasah kemampuan menulisnya sebagai jurnalis di koran Mertju Suar, Medan. Setelah itu, ia menjadi dosen Pancasila di UMSU dan UMA, di mana ia memukau mahasiswa dengan penjelasannya tentang sejarah Pancasila serta analisisnya tentang tata dunia yang tidak adil di bawah hegemoni Barat.
Setelah Reformasi 1998, Ibrahim Sakty Batubara terjun ke dunia politik dengan membangun jaringan Partai Amanat Nasional (PAN) di Medan. Karier politiknya berkembang dari tingkat kota sebagai anggota DPRD dan Wakil Ketua DPRD Kota Medan, hingga ke tingkat provinsi sebagai anggota DPRD Sumatera Utara dan Ketua DPD PAN Sumatera Utara. Ia juga mencapai tingkat nasional sebagai anggota DPR-RI dan pengurus DPP PAN.
Dari jalur aktivis kemahasiswaan, ia berhasil mengajak dan mencetak politisi-politisi andal, di antaranya Adi Munasib, Parluhutan Siregar, Putrama Al-Khairi, dan Kamaluddin Harahap.
Sebagai anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara, ia menunjukkan komitmen kuat pada pengembangan pendidikan. Dalam satu kesempatan, ia berhasil mengalokasikan dana APBD untuk perbaikan sekolah. Ketika pihak sekolah memberinya uang sebagai “ucapan terima kasih,” ia mengembalikannya dan menyumbangkan uang tersebut untuk kemajuan sekolah, menunjukkan integritasnya yang tinggi.
Allahummagfirlahu warhamhu, wa’afihi, wa’fuanhu. (*)