TAJDID.ID~Jakarta || Memasuki usia ke-80 tahun Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia, apresiasi diberikan kepada para hakim dan aparatur peradilan yang selama ini menunjukkan dedikasi serta integritas tinggi dalam menegakkan hukum.
Menurut Azmi Syahputra, Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti, sejumlah putusan hakim yang adil dan konsisten telah menjadi mercusuar keadilan sekaligus menjadi penopang kepercayaan publik kepada lembaga peradilan.
“Namun di balik cahaya putusan yang memberikan harapan tersebut, hari jadi MA ini sejatinya menjadi momentum refleksi. Masih ada bayangan problem klasik yang perlu dibenahi seperti keterlibatan oknum dalam mafia peradilan, suap hingga OTT hakim,” ujar Azmi, Selasa (19/8).
Azmi menilai, fenomena ketidakkonsistenan putusan hakim, lambannya penyelesaian perkara, serta dugaan tekanan eksternal terhadap hakim merupakan alarm bahwa proses reformasi peradilan belum sepenuhnya berjalan. “Keadilan tidak boleh menjadi sesuatu yang bisa dibeli. Reformasi peradilan jangan hanya bersifat seremonial, tetapi komitmen untuk memperkuat transparansi, akuntabilitas dan integritas harus nyata,” tegasnya.
Momentum Milad ke-80 MA ini, lanjutnya, harus dijadikan pijakan untuk mempertegas kembali komitmen reformasi peradilan, memperkuat mekanisme kontrol internal, membuka transparansi putusan, serta melakukan modernisasi berbasis teknologi secara terintegrasi.
“Integritas hakim adalah tiang negara. Jika itu retak, maka runtuhlah kepercayaan pada hukum. Pengadilan harus menjadi tempat berlindung bagi masyarakat saat semua pintu tertutup, bukan sebaliknya menjadi tempat kekecewaan,” tegas Azmi.
Ia mengingatkan, hakim dan seluruh aparatur peradilan harus terus berbenah diri, menyalakan kepekaan sosial, serta menjaga cahaya keadilan demi membangun kembali kepercayaan publik.
“Reformasi peradilan bukan sekadar jargon, tetapi harus terpatri dalam perilaku, kehidupan dan seluruh kinerja aparatur peradilan guna menghadirkan pengadilan yang bermartabat dan negara yang berdaulat,” katanya. (*)