Site icon TAJDID.ID

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

Kadaluarsa

Karya: Rifqi Septian Dewantara

 

Semua bentuk cinta
Sudah aku simpan rapi
Di gudang rumahku

Bertumpuk
kulipat-lipat
kususun-susun
Kolase roman itu
Agar tak terjamah oleh siapapun

Aku gembok
Kunci dan serepnya kubuang
Di palung laut terdalam

Cintaku adalah angan-angan yang usang
Berdebu, tak tersentuh
Digerogoti rayap
Hingga tak tersisa satu pun hati
yang aku redam di dalamnya

Cinta cukup menjadi memori
Yang berserak-serakan dan terlintas
Dalam setiap ucap manusia
Menjadi racau dalam kata-kata
Menjadi racun dalam ingatan

Tuhan, aku tahu
Kau memang menakdirkanku abadi dalam kesendirian, dan kini aku telah menerimanya sebagai luapan emosi yang mengerti arti kadaluarsa.

2024

Sang Pembual

Karya: Rifqi Septian Dewantara

 

Pada coretan puisi pilu,
pada tulisan yang menyesak tangisan.

Dan tak lagi bersuara; tak ada aku di sana, aku tak berada

Aku telah wafat di tengah tumpukan kepercayaan yang kau hancurkan

Aku berusaha kembali; sekali lagi.
Namun sia-sialah, aku menarik napasku kembali—aku mati dengan payah.

Aku terjepit di antara kebohongan yang indah
aku; seperti jeritan tak bersuara,
seperti warna yang tak berwarna, seperti labirin tanpa akhir

Dengan segala kemungkinan yang baru; inilah aku, untuk aku yang tiada.

Sungguh, kebohongan menuntunmu sampai binasa!

Dalam embusan terakhir,
semoga kau terbuntang, runyam!

2024

 

Tragedi Wabah C-19

Karya: Rifqi Septian Dewantara

 

Ambulans mondar-mandir di telingamu
masuk kiri, keluar kanan
esok mati, lusa di kuburan

Kabar kematian tiada henti mengucurkan;
suntikan dana tiada sampai kemiskinan

Waspada! penyakit menular menyebut-nyebut namamu!

Di depan gerbang, seorang perawat keteteran
Di setiap kesedihan, pahlawan-pahlawan berguguran

Tidak ada kendali
Tidak ada aksi
Tidak ada solusi
Tidak ada pasti
Tidak akan terhenti

Tidak akan berhenti;
Ambulans mondar-mandir di telingaku
Hari ini, siapa lagi yang mati?

2024

 

Anomi

Karya: Rifqi Septian Dewantara

 

Lihatlah searah lajur; orang mabuk sedang berkendara, meliuk lengkung tak beratur, dihantamnya balai-balai, terus-menggerus lantak berhamburan

Ketika ditanya oleh aparat, dia bilang sedang sekarat, ketika saksi mata bantu menjabat, dia bilang keparat!

Hidup orang mabuk selalu benar. Katanya, dia tidak ingin diatur, alasannya punya aturan sendiri. Bocah jalanan langsung menghardiknya: apakah napasmu masih teratur?

Berbaris tak berurut, laman-laman berjejer terikat-paut. Orang mabuk viral di surat kabar, bergentayangan di rumah kediaman. Pihak keluarga mengalun tangis, saat melihat berita tragis.

2024

Pesan Koin Kepada Genggam

Karya: Rifqi Septian Dewantara

 

Aku adalah serpih—dinominakan harga yang bernilai, dibayar melalui rajah, hingga terkikis; pun kusam, lalu terkenang suaka sejarah

Aku adalah saksi—yang mengguncang sekelap mata, yang mengubah tradisionil, yang menjadi telah jadi, yang nyata lewat peradaban

Aku sungguh riil—jika telapakmu berinteraksi dengan yang lain. Aku sungguh-sungguh riil jika pecahanku tidak lepas dari wujud-wujud yang menempel

Aku hidup di antara benda mati. Aku ada, sebab kalian. Aku berjalan di sela-sela sakumu, dompetmu, atau selip-selipan rahasiamu.

Kalau pun aku kusam, aku berarti tercemar dari kantong kemiskinan; yang tidak dirawat dalam kasih sayang dan di hampar ke tempat-tempat kotor; tercemar oleh berbagai kepentingan, atau terkontaminan dari identitas-identitas buruk

Karenanya, sudah menjadi kewajibanku untuk tidak setia kepada genggaman. Dan jika boleh menutur kepada genggam, aku ingin berkata:

“Kalaupun kau setia, pasti kau akan lupa. Entah kau lupa menaruhnya, atau aku hilang di ambil orang..”

2024

Tahun Baru Penuh Cinta

Karya: Rifqi Septian Dewantara

Tahun baru sudah aku rasakan, mulutku berlepotan memakan jagung bakar, tahun baru sudah kami lewatkan, malam itu ranjang-ranjang berserakan.

2024

 

Rifqi Septian Dewantara asal Balikpapan, Kalimantan Timur Mei 1998. Karya-karyanya pernah tersebar di beberapa media online dan buku antologi bersama seperti Media Indonesia, BeritaSatu, Suara Merdeka, Borobudur Writers & Cultural Festival, Bali Politika, dll. Kini, bergiat dan berkarya di Halmahera, Maluku Utara.

Exit mobile version