TAJDID.ID~Medan || Pakar hukum Dr Alpi Sahari SH MH mengatakan, kinerja Polri yang berhasil mengungkap berbagai kasus perjudian belakangan ini layak untuk diapresiasi.
“Apreasiasi bukan hanya datang dari masyarakat, tapi juga DPR RI,” ujar Dr Alpi yang merupakan Ketua Prodi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Selasa (12/11).
Diungkapkannya, kinerja Polri itu setidaknya telah memfaktakan 3 (tiga) hal:
Pertama, komitmen Polri dalam byond trust PRESISI secara konsisten dan berkelanjutan (sustainable) untuk menciptakan Kamtibmas dan Kamdagri.
Kedua, satya haprabu dalam mengimplementasikan Asta Cita.
Ketiga, kebijakan inklusif Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listiyo Sigit Prabowo beserta soliditas jajarannya dengan membentuk Direktorat Cyber dibeberapa Polda.
“Persoalan perjudian tidak hanya menitiberatkan pada penegakan hukum melalui pengungkapan dan pemberantasan, namun hal yang terpenting terkait dengan formulasi kebijakan hukum legislasi untuk pencegahan terjadinya praktek perjudian yang di era distrupsi telah terjadi pergeseran pola dari yang bersifat konvensional menjadi canggih dengan memanfaatkan teknologi informasi bahkan telah memfaktakan sebagai transnational (antar negara),” jelas Dr Alpi.
DPR Harus Perkuat Legislasi
Menurut Dr Alpi, DPR RI, khususnya Komisi III seharusnya dalam melaksanakan tugas dibidang legislasi berpikir untuk memformulasikan kebijakan hukum agar Indonesia bebas judol yang oleh middelijk daderschap bahwa Indonesia merupakan ‘Black Spot’ praktek judol.
“Legislasi di Indonesia belum secara ketat mengatur bidang hukum ruang angkasa sehingga belum efektif dalam menerapkan prinsip dalam hukum pidana yakni qui per alium facit per seipsum facere videtur,” tegas Dr. Alpi.
Baca juga: Alarm: Indonesia Darurat Judol!
Lebih lanjut Dr. Alpi Sahari yang merupakan pakar hukum dan ahli hukum pidana yang sering diminta selaku saksi ahli ini menyatakan, bahwa dalam praktek penegakan hukum berupa fungsionalisasi hukum pidana yang didasarkan pada asas nullum delictum nulla poena sine praveria yang merupakan otoritas legislasi DPR RI terjadi persoalan, bahkan disparitas, karena legislasi nya belum mematuhi secara ketat asas lex certa dan lex stricta.
Menurutnya, hal ini dapat dilihat dari norm verklaring (membentuk norma) antara lain perjudian on line meniti beratkan pada perbuatan seseorang ”mentransmisi”, ”mendistribusikan” dan ”membuat dapat diaksesnya” secara elektronik konten (muatan) perjudian atau tidak memiliki izin berdasarkan peraturan perundang-undangan. Jenis konten (informasi elektronik/dokumen elektronik) perjudian dapat berupa aplikasi, akun, iklan. Situs dan/atau sistem billing operator bandar.
Lebih lanjut Dr Alpi menjelaskan, penyebaran konten perjudian dapat berbentuk transmisi dari satu perangkat ke perangkat lain, distribusi atau menyebarkan dari satu perangkat/pengguna ke banyak perangkat/pengguna. Artinya bahwa perjudian on line menitiberatkan pada penyebaran kontek perjudian sedangkan perjudian off line menitiberatkan pada tanpa izin menawarkan atau memberikan kesempatan untuk bermain judi.
“Begitu mudahnya situs dan/atau sistem billing operator bandar yang masuk ke wilayah Indonesia menandakan kebijakan legislasi begitu lemah yang seharusnya dipikirkan oleh DPR RI untuk dilakukan penguatan,” ujar Dr Alpi.
Disamping itu, kata Dr Alpi seharusnya DPR RI yang memiliki konstituen di daerah-daerah dapat menggerakkan kampanye anti judi dan/atau judol, sehingga melahirkan sinergitas dan kolaboratif dalam menghadapi persoalan bangsa dan negara.
“Responsibilitas dan transparansi berkeadilan yang dilakukan oleh Kapolri Jenderal Sigit dan jajaran merupakan kekuatan besar bagi bangsa Indonesia untuk menghadapi berbagai gangguan Kamdagri terutama transnational crime sebagai pengejawatahan kedaulatan Negera Republik Indonesia,” pungkasnya. (*)