TAJDID.ID~Medan || Partai Golkar resmi memberikan rekomendasi dan mengusung Wali Kota Medan Bobby Afif Nasution untuk maju dalam kontestasi Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sumatera Utara (Sumut) 2024.
Menaggapi hal tersebut, pemerhati politik, Shohibul Anshor Siregar mengatakan, semua orang di Indonesia pasti sangat tahu bahwa, jika bukan karena faktor kedahsyatan dinasti politik, sebagaimana pada pilkada Kota Medan 2020, maka dipastikan Bobby Nasution tidak akan begitu mudah merebut kesempatan emas itu dari tangan Musha Rajekshah (Ijeck).
“Ketua DPD Tingkat I Golkar Sumatera Utara itu kita ketahui telah berniat dan mendeklarasikan tekadnya untuk maju pd Pilgub 2024. Sebagai langkah awal untuk itu Ijeck telah melakukan konsolidasi kepengurusan partai dan menargetkan jutaan kader baru terutama dari generasi muda. Ijeck kemudian semakin memperkuat tekad itu dengan maju sebagai calon legislatif pada pemilu 2024 dan berhasil terpilih,” ujar dosen FISIP UMSU ini, Rabu (18/6/2024).
Menurut Shohibul, semua kader Golkar sangat faham makna dan tujuan dari langkah-langkah strategis itu. Jika akhirnya kesempatan yang dinanti dan dirancangnya itu kandas karena tak berdaya dan digilas oleh politik dinasti, maka dapat dibayangkan kekecewaan dirinya dan kader, terutama di grassroot.
“Sebetulnya bukan Ijeck saja yang merasakan dampak politik dinasti ini. Partai-partai lain juga, dalam kondisi politik yang normal, diyakini memiliki obsesi dapat diidentifikasi sebagai calon potensil maju pada Pilgubsu 2024,” ungkap Shohibul.
Kompensasi Politik
Shohibul menyarankan kepada Ijeck agar menerima kenyataan ini dengan legowo saja sebagai bagian dari trend baru politik Inmdonesia abad 21. “Kepada Bobby Nasution saya harapkan berusaha memperjuangkan semacam kompensasi politik bagi sejumlah kader partai yang terpaksa mengurungkan niatnya menjadi peserta kompetisi pilgubsu 2024, dengan memanfaatkan pengaruh mertuanya, Joko Widodo,” ucapnya.
“Kompensasi poliik yang saya maksudkan ialah memperjuangkan figur-figur yang disingkirkannya menjadi menteri pada kabinet Prabowo-Gibran 2024-2029,” imbuh Shohibul.
Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PW Muhammadiyah Sumut ini menjelaskan, Sumatera Utara sangat memerlukan “our man in the centre of power” (orang kita di pusat kekuasaan) untuk ikut memperjuangkan kepentingan Sumatera Utara ke depan. Misalnya, dalam hal revisi pola bagi hasil sumber-sumber amat strategis antara pemerintah pusat dan daerah yang hingga kini amat tidak adil dan bersifat kolonialistik.
“Dilihat dari nilai-nilai adat dan jasa politik, Bobby Nasution sangat berkewajiban untuk itu,” tegas Shohibul.
“Saya sendiri menginginkan, dan saya rasa amat pantas, jika figur seperti Ijeck, Gus Irawan Pasaribu, dan beberapa figur berkapasitas nasional lainnya seperti Prof Dr H Syahrin Harahap, MA, Ivan Iskandar Batubara, Prof Dr H Hasyimsyah Nasution, MA, Dedi Iskndar Batubara, RE Nainggolan dan Nurdin Lubis (keduanya mantan Sekda Provsu) menjadi menteri kabinet,” tambahnya.
Menurut Shohibul. Bobby Nsution tampaknya harus diberi stimulus wawasan politik nasional untuk memperkuat pradigma (pakem) pembangunan daerah dengan tidak berjuang hanya untuk diri sendiri. Sumatera Utara, kata Shohibul, jika diamati dengan cermat, dari satu ke lain dasa warsa mengalami degrdasi peran dalam konstelasi nasional hanya karena sistim.
“Bobby Nasution, dengn fasilitas kedinastiannya, saya rasa berkewajiban untuk berusha keras untuk itu,” pungkas Shohibul.(*)