TAJDID.ID~Medan || Untuk meningkatkan peran Pemikiran Islam dalam memajukan umat dan peradaban diperlukan adanya upaya mengembangkan ilmu i kearah penerapannya, yang dapat disebut sebagai “Dirâsah Tathbiqiyyah”.
Demikian disampaikan Prof. Dr. Syahrin Harahap, MA, Guru Besar UIN Sumatera Utara pada Diskusi Dosen Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam di Ruang Seminar Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam Jl. Wiliam Iskandar Medan Estate Medan, Kamis (4/4/2024).
Dalam diskusi yang bertajuk “Menuju Dirâsah Tathbiqiyyah: Revitalisasi Pemikiran Islam dalam Pengembangan Peradaban” itu Prof. Syahrin mengatakan bahwa pemikiran memiliki peran yang sangat penting dalam ajaran Islam, karena selain al-Qur’ân dan al-Hadîs, Pemikiran menempati posisi yang sangat penting dalam bangunan ajaran Islam.
“Kebanyakan pesan-pesan al-Qur’ân dan al-Hadîs belum tentu bisa dipahami dan didaratkan dalam kehidupan umat dan peradaban, jika tidak dibantu dengan sarah, tafsir, dan teknik implementasi yang dirumuskan dalam pemikiran (ijtihâd),” ujar Prof Syahrin.
Saat ini, kata Prof Syahrin, pemikiran Islam menghadapi tiga tantangan. Pertama, image terhadapnya bahwa pemikiran Islam itu terlalu elitis dan mengawang- awang, sehingga sering dipersepsikan jauh dari umat dan tidak langsung ikut dalam pergulatan peradaban.
“Padahal senyatanya perkembanagan dan pergulatan peradaban umat manusia justru dihiasi dengan pemikiran dan dialog,” kata Prof Syahrin.
Kedua, adanya kritik dari sebagian tokoh dan ulama yang menyerang pemikiran, sebagaimana tergambar dalam karya al-Ghazali, Hujjatul Islâm, Tahâfut al-Falasifah. Meskipun kritik itu telah mendapat klarifikasi dari Filsosof Muslim yang sangat berwibawa, Ibnu Rusyd dalam karyanya Tahâfut al-Tahâfut, namun pengaruh kritik tersebut masih dirasakan hingga sekarang.
Ketiga, pemikiran Islam juga mengalami pelemahan dengan adanya pendapat sebagian ulama, berdasarkan klaim pemahaman terhadap hadîs Rasul junjungan bahwa siapa yang menafsirkan al-Qur’ân dengan pemikiraannya (ra’yi-nya), maka disiapkan tempatnya dalam neraka.
“Kritik dan bahkan ancaman yang sangat keras ini terus mempengaruhi para penekun pemikiran hingga sebagian mereka mengambil jalan mengurungkan pemikiran-pemikirannya tentang Islam, dan pada gilirannya menyebabkan pemikiran Islam menjadi terlalu elitis dan terbatas bagi sebagian cendekiawan dan umat saja,” ungkapnya.