TAJDID.ID~Medan || Aktivis dan pakar hukum Bambang Widjojanto (BW) mengatakan, Pemilu adalah sala satu prasarat penting dalam negara yang demokratis. Artinya, tidak ada negara yang disebut demokratis kalau tidak melaksanakan pemilu.
“Tapi itu prasarat yaag pertama. Ada prasarat keduanya, yakni bukan sekeder melakasanakan pemilu. Pada Pasal 22E Ayat 1 UUD 10145 dijelaskan bahawa salah satu syarat penting pemilu itu adalah prosesnya bukan hanya Luber, tapi juga harus Jurdil,” ujar mantan pimpinan KPK ini saat menjadi narasumber dalam kegiatan Pendidikan Politik bagi Pemilih pada Pemilu 2024 dengan tema “Mengawal Pemilihan Umum yang Berintegritas” yang dilaksanakan Fakultas Hukum UMSU di Mr. Boey’s Cafe, Jalan Bilal No. 9 Medan, Jumat (26/1/2024).
Baca juga: Fakultas Hukum UMSU Gelar Pendidikan Politik bagi Pemilih pada Pemilu 2024
Dalam konteks memastikan Jurdil tersebut itulah keterlibatan partisipasi publik menjadi sebuah keniscayaan,” imbuhnya.
Bambang mengungkapkan, banyak hasil survei yang mengungkapkan di setiap pemilu sering kali terjadi kecurangan. Dan menurut hasil salahsatu survei di akhir tahun 2023 yang lalu ada 3 lembaga yang potensial melakukan kecurangan, salahsatunya adalah penyelenggara pemilu sendiri. Sedangkan dua lainnya adalah Pemerintahan Daerah dan aparatur negara.
“Jadi, Keniscayaan kecurangan itu sudah tidak terbantahkan. Kecurangan itu bukan cuma sekedar mitos dan potensi, tapi sudah benar-benar faktual,” tegasnya.
Bambang menyinggung soal pernyataan yang dikemukakan Jokowi soal bolehnya berpihak presiden dan menteri pada pemilu. Menurutnya, pernyataan Jokowi itu mengkonfirmasi beberapa hal.
Pertama, mengkonfirmasi bahwa benar Jokowi ingin cawe-cawe. “Jadi dirinya sendiri mengkonfirmasi cawe-cawenya dengan mengatakan tidak ada alasan untuk tidak berkampanye dan boleh berpihak,” kata Bambang.
Kedua, mengkonfirmasi proses intervensi yang selama ini sudah terjadi. “Dan itu juga memberi signal kepada orang-orang yang ada di bawah beliau (Jokowi) untuk bersma-sama ikut dengannya mendukung salahsatu paslon,” kata Bambang.
Karena itu, Bambang mengatakan tidak ada hal yang urgen kecuali berupaya mengatisipasi kecurangan pemilu dengan melibatkan suluruh elemen masyarakat yang peduli.
“Selama ini kita cuma banyak ingin melakukan sesuatu untuk melawan kecurangan itu. Tapi untuk melakukan banyak hal itu kita tidak ditopang oleh ilmu pengetahuan, maka sebagian yang kita lakukan itu cuma riak dan buih yang cuma bersatu di bibir pantai, tapi tidak memberikan dampak apa-apa,” ujar Bambang.
“Kita memang berkumpul, tapi sering kita yang berkumpul cuma jadi bagian pinggiran dari kerumunan. Kita belum bisa menyatukan barisan dan menkonsolidasi kekuatan, akhirnya yang bisa lakukan cuma berdengung seperti buzzer,” imbuhnya.
Karena itu, Bambang mengutarakan ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengatisipasi kecurang.
Pertama menaikkan calll emergency, apakah kita ingin membiarkan kecurangan yang sudah sedemikian faktual ini akan terus terjadi terus menerus.
Kedua, memilih bentuk keterlibatan. Salah satunya adalah menjadi bagian dari proses itu. “Apa itu? Kita bisa terlibat sebagai saksi atau menjadi pemantau langsung atau menjadi gerakan independen yang bersama-sama mengawal pemilu,” tegasnya.
Ketika, kampanye anti kecurangan. “Kita jangan bosan terus mengkampanyekan bahwa praktik kecurangan itu adalah musuh bersama. Kita harus pro aktif menyuarakan ancaman dari kecurangan. Kalau sempat ada ribuan ataupun jutaan orang yang menyuarakan tentang terjadinya kecurangan pemilu, maka mudah-mudahan itu bukan lagi sekedar suara dengung, tapi benar-benar akan akan menjadi suara rakyat yang sesungguhnya,” kata Bambang.
Tidak cukup sampai di situ, menurut Bambang keterlibatan dalam gerakan melawan kecurangan harus ditopang oleh skill dan kompetensi mengetahui modus operandi kecurangan dan kompleksitas kejahatan Pemilu.
“Ini penting, agar kita tidak cuma seolah-olah terlibat, tapi sungguh-sungguh terlibat,” tegasnya.
Bambang membeberkan sejumlah modus operandi yang menyebabkan independensi untuk menentukan pilihan itu tidak bisa dilakukan.
Pertama, dengan modus bujuk rayu melalui bantuan. Dan itu yang dilakukan negara melalui bantuan sosial.
“Bantuan sosial sih bagus, tapi bahayanya kemudian itu dipersonalisasi dan dipolitisasi seolah-olah itu bantuan sosial dari seseorang, pada hal itu uang negara,” ujar Bambang.
“Itu lah yang terjadi. Misalnya ada yang bilang kalau Anda pilih A maka anda tidak akan lagi mendapat bansos. Tapi kalau anda pilih B maka bansos akan tetap lanjut,” imbuhnya.
Bambang juga sempat mengungkapkan temuan tentang mudus operandi baru pendistribusian bantuan sosial yang terjadi baru baru ini. Dikatakannya, sekarang bansos bukan lagi disalurkan dengan cara-cara konvensional melalui perangkat struktural pemerintahan saja, tapi juga telah menggunakan cara-cara baru yang lebih canggih, misalnya dengan memanfatkan jasa kurir ojek online untuk mengantarkan bantuan sosial langsung kepada masyarakat tertentu.
“Bahkan bentuk serangan fajarnya juga bukan lagi bentuk aplop, tapi di transfer langsung melalu ATM,” kata Bambang.
Terakhir Bambang mengajak seluruh lapisan masyarakat datang pada tanggal 14 Februari 2024 ke TPS secara merdeka, tanpa ada intervensi dari pihak-pihak tertentu.
“Yakinkan dan pastikan pada tanggal 14 Februari itu tidak ada siapapun yang bisa mengintervensi bilik suara kita, karena kalau tidak kita akan tetap terperosok dalam rezim otoritarianisme untuk 20 tahun bahkan 30 tahun ke depan,” pungkasnya. (*).