TAJDID.ID~Medan || Anda mengenal Soetan Sjahrir? Dia adalah Perdana Menteri pertama Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan. Ia mengemban jabatan itu antara tahun 1945 hingga tahun 1947.
Soetan Sjahrir lahir pada tahun 1909 dan meninggal tahun 1966. Dengan demikian ia menjadi pemimpin eksekutif tertinggi pemerintahan justru dalam usia muda, yakni 36 tahun.
Pernyataan itu disampaikan oleh Shohibul Anshor Siregar dalam ceramahnya pada seminar “Manifestasi Darma Pemuda Sebagai Agent of Change dan Kontrol Guna Menyongsong Generasi Emas 2030” yang diselenggarakan Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) FISIP UMSU, Medan, Jum’at, 22 Desember 2023.
Soetan Sjahrir, tambah dosen FISIP UMSU ini, tidak ditenteng oleh ayahnya ke Jakarta, apalagi ke forum-forum internasional, untuk menjadi orang penting dengan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia dan dunia.
“Juga tidak ada ‘orang dalam’ (ordal) yang mendongkrak Soetan Sjahrir hingga menjadi orang penting. Seniornya seperti KH Agussalim mungkin saja berperan sebagai partner berfikir, namun bukan mendongkrak dalam ranah primordial,” tegas Shohibul.
“Mungkin penulisan sejarah Indonesia yang sangat bermasalah hingga narasinya kurang apresiatif atas prestasi anak muda seperti Soetan Sjahrir. Nilai edukasi rendah dalam sejarah adalah risiko dari perilaku kebangsaan anti demokrasi,” imbuhnya.
Kini, lanjut Shohibul, tanpa rasa malu, suksesi Indonesia seolah bersandar pada signifikansi peran ordal dan mengabaikan orang-orang cerdas berprestasi. Padahal negara yang mengklaim dirinya sebagai negara demokrasi, apalagi pada abad 21 ini, tak mungkin tak mengindahkan mekanisme sirkulasi sehat.
“Negara semacam itu akan menjadi ejekan di dunia internasional karena seolah ingin memutar jarum jam jauh ke belakang,” pungkas mantan Ketum DPD IMM yang juga Ketua Lembaga Hikmah & Kebijakan Publik PW Muhammadiyah Sumatera Utara ini. (*)